Senin, 24 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (375): Pahlawan Indonesia Mr Gele Harun Nasution, Residen Perang Lampung; Ir Soekarno di Bengkulu

 

Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini 

Radin Inten II (1834-1858) adalah pejuang Lampung generasi pertama melawan otoritas Belanda. Gele Haroen Nasoetion adalah pejuang Lampung generasi terakhir melawan otoritas Belanda. Meski beda era melawan otoritas Belanda, tetapi tetap sama-sama ingin mempertahankan kemerdekaan penduduk di wilayah Lampung. Radien Inten II dan Gele Haroen Nasoetion adalah pahlawan Indonesia. Radin Inten II sudah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. Kapan Gele Haroen Nasoetian ditabalkan Pahlawan Nasional? Kita tunggu saja.

Mr. Gele Harun Nasution (6 Desember 1910-4 April 1973) seorang hakim, pengacara, dan politikus Indonesia menjadi Residen Lampung (1950-1955) yang dinobatkan sebagai Pahlawan Daerah Lampung pada 10 November 2015. Gele Harun lahir di Sibolga. Gele Harun tidak asing dengan Lampung. Ayahnya, Harun Al-Rasyid Nasution merupakan seorang dokter sejak lama di Lampung. Gele Harun belajar hukum di di Leiden dan lulus 1938 dengan gelar Mr lalu membuka kantor advokat pertama di Lampung. Pada tahun 1945 menjadi ketua Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan kemudian ditugaskan menjadi hakim di Mahkamah Militer Palembang, tahun 1947 dengan pangkat letnan kolonel (tituler). Dengan adanya ultimatum dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda, HJ van Mook, yang mengharuskan seluruh tentara Indonesia termasuk hakim militer angkat kaki dari Palembang, Gele Harun memutuskan kembali ke Lampung dan bergabung kembali dengan API hingga ikut mengangkat senjata saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Pada 5 Januari 1949, Gele Harun diangkat sebagai acting Residen Lampung menggantikan Residen Rukadi. Pada 18 Januari 1949, Gele Harun memindahkan keresidenan dari Pringsewu ke Talangpadang. Serangan Belanda membuat Gele Harun kembali memindahkan pemerintahan darurat ke pegunungan Bukit Barisan di Desa Pulau Panggung hingga ke Sumber Jaya, Lampung Barat. Seorang putrinya, Herlinawati, yang berusia delapan bulan meninggal dunia  dimakamkan di sebuah desa di tengah hutan. Gele Harun dan pasukannya keluar dari hutan Waytenong setelah gencatan senjata antara Indonesia-Belanda pada 15 Agustus 1949. Gele Harun dan pasukannya baru kembali ke Tanjungkarang setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949. Lalu ia diangkat kembali menjadi Residen Lampung yang "definitif" pada tanggal 1 Januari 1950 hingga 7 Oktober 1955. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Indonesia Gele Haroen Nasoetion di Lampung? Seperti disebut di atas, Gele Haroen Nasoetion adalah advocaat yang membela rakyat Lampung pada era Hindia Belanda dan berjuang melawan otoritas Belanda pada masa perang kemerdekaan. Lalu bagaimana sejarah Gele Haroen Nasoetion? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (374): Pahlawan Nasional Sultan Mahmoed Badaroeddin II 1767-1852); Lawan Belanda di Palembang

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Radin Inten II (1834-1858), Pahlawan Nasional asal Lampung. Asal Sumatra Selatan juga ada Pahlawan Nasional Sultan Mahmud Badaruddin II (1767- 1852). Sama-sama bergelar angka kedua. Generasi kedua adalah anak dari yang terdahulu (pertama). Dua pahlawan Nasional ini sama-sama berjuang di wilayah Sumatra bagian selatan. Dalam hal ini Radin Inten II adalah penerus perjuangan melawan Belanda yang telah dilakukan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II.

Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang, 1767-Ternate, 26 September 1852) adalah pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803). Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu. Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan Inggris dan Belanda, diantaranya yang disebut Perang Menteng. Pada tanggal 14 Juli 1821, ketika Belanda berhasil menguasai Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke Ternate. Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang rupiah pecahan 10.000-an yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2005. Penggunaan gambar SMB II di uang kertas ini sempat menjadi kasus pelanggaran hak cipta, diduga gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya, namun kemudian terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak milik panitia penyelenggara lomba lukis wajah SMB II. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang? Seperti disebut di atas, Sultan Mahmud Badaruddin II berjuang melawan otoritas Pemerintah Hindia Belanda yang kemudian diasingkan ke Ternate. Lalu bagaimana sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.