Senin, 24 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (374): Pahlawan Nasional Sultan Mahmoed Badaroeddin II 1767-1852); Lawan Belanda di Palembang

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Radin Inten II (1834-1858), Pahlawan Nasional asal Lampung. Asal Sumatra Selatan juga ada Pahlawan Nasional Sultan Mahmud Badaruddin II (1767- 1852). Sama-sama bergelar angka kedua. Generasi kedua adalah anak dari yang terdahulu (pertama). Dua pahlawan Nasional ini sama-sama berjuang di wilayah Sumatra bagian selatan. Dalam hal ini Radin Inten II adalah penerus perjuangan melawan Belanda yang telah dilakukan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II.

Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang, 1767-Ternate, 26 September 1852) adalah pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803). Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu. Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan Inggris dan Belanda, diantaranya yang disebut Perang Menteng. Pada tanggal 14 Juli 1821, ketika Belanda berhasil menguasai Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke Ternate. Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang rupiah pecahan 10.000-an yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2005. Penggunaan gambar SMB II di uang kertas ini sempat menjadi kasus pelanggaran hak cipta, diduga gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya, namun kemudian terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak milik panitia penyelenggara lomba lukis wajah SMB II. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang? Seperti disebut di atas, Sultan Mahmud Badaruddin II berjuang melawan otoritas Pemerintah Hindia Belanda yang kemudian diasingkan ke Ternate. Lalu bagaimana sejarah Sultan Mahmud Badaruddin II? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Nasional Sultan Mahmud Badaruddin II (1767-1852); Berjuang Melawan Otoritas Belanda

Sultan Mahmud Badaruddin di Palembang melawan otoritas Belanda di Palembang (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 22-01-1820). Disebutkan Laksamana Muda Wolterbeek akan memimpin ekspedisi yang tidak lama lagi akan berlayar ke Palembang untuk membawa Sultan Machmud Badrudin, yang telah mengangkat senjata melawan Belanda. Tampkanya Sultan Mahmud Badaruddin telah mengobarkan perang di Palembang. Lantas bagaimana sampai terjadi itu?

Di Semarang Muntinghe, komisaris untuk Palembang dan Bangka melakukan konferensi (rapat penting) dengan Majoor Generaal de Kock dan Laksamana Muda Wolterbeek untuk menentukan tindakan yang akan diambil terhadap Sultan Palembang Machmoed Badroedin (lihat Surinaamsche courant, 05-05-1820). Seperti diberitakan sebelumnya Laksamana Muda Wolterbreek yang akan memimpin ekspedisi ke Palembang. Dalam hal ini komisaris (Muntinghe) akan bertindak sebagai perwakilan pemerintah yang akan menindaklanjuti di belakang pasukan.   

Ekspedisi ke Palembang tidak semata-mata karena Sultan Mahmud Badaruddin telah mengangkat senjata tetapi juga dihubungkan dengan peristiwa tahun 1811 (lihat Surinaamsche courant, 19-05-1820). Disebutkan ekspedisi ini menggunakan kapal perang Zr. Ms. schoner Emma.

Peristiwa tahun 1811 disebutkan Pangeran Badroedin mengerahkan penduduk dan orang asing secara diam-diam yang yang lalu menyerang detasemen yang ditempatkan di Palembang. Residen ditangkap dan dibunuh. Resimen ini melakukan perlawanan, karena kehabisan amunisi sehingga dihentikan dan kemudian menyingkir ke Bangka untuk menunggu pasokan amunisi dari Jawa. Banyak korban dari penyerang dari resimen Letnan Satu Bischoff tewas. Yang menormalkan situasi saat itu adalah pasukan Inggris yang dikirim dari Jawa yang baru melakukan pendudukan di Jawa, Dilakukan perjanjiaan oleh militer Inggris yang diteruskan oleh Belanda setelah 1816. Boleh jadi perjanjian itu oleh Badruddin yang kini menjadi sultan tidak berlaku dengan mengangkat senjata. Bagi Belanda perlawanan sultan ini memaksa Belanda membuka lembaran lama dimana sultan yang kala itu masih pangeran memiliki utang nyawa.

Pangkal perkara yang sekarang adalah ketika kekuasaan dikembalikan kepada Pemerintah Hindia Belanda dari pemerintah pendudukan Inggris, correspondentie ke Palembang dilakukan oleh Commissaris  voor  Palembang en Banka, HW Muntingbe dan Captain  F Salmond pada tahun 1818. Namun kehadiran Belanda mengalami resistensi dan terjadi perlawanan. Penduduk memaksa Commisaris, Mr. Muntinghe untuk menarik diri dari Palembang (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 14-12-1819). Perlawanan penduduk Palembang menjadi perang terbuka dengan Belanda. Hal itulah mengapa ekspedisi dikirim ke Palembang pada bulan Agustus 1919 yang dipimpin oleh Wolterbeek untuk melumpuhkan  Sultan Machmud Badrudin. Penaklukan Palembang tidak mudah. Pada bulan April kembali dikirim ekspedisi ke Palembang untuk menundukkan Sultan (Groninger courant, 18-08-1820).

Pemerintah Hindia Belanda baru berhasil memulihkan situasi tahun 1821. Deskripsi perang ini dapat dibaca secara lengkap pada  Opregte Haarlemsche Courant, 10-11-1821. Pasukan baru kembali ke Batavia tanggal 27 Juli (Middelburgsche courant, 17-11-1821). Selain Maj. Gen. De Kock dan Wolterbeek, pahlawan Belanda dalam Perang Palembang ini adalah komisaris Palembang dan Banka JI van Sevenhoven. Komisaris JI van Sevenhoven berakhir tugasnya di Palembang pada bulan Oktober tahun 1823 setelah sebelumnya melakukan perjanjian dengan Sultan dan Soesoehoenan (lihat 's Gravenhaagsche courant, 21-06-1824). Pemerintah telah menunjuk (calon)Residen Palembang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sultan Mahmud Badaruddin II di Palembang, Radin Inten II di Lampung

Tunggu deskripsi lengkapnya


 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar