Rabu, 17 Mei 2023

Sejarah Banyuwangi (1): Nama Banyuwangi dan Penduduk Asli Osing; Kota Melting Pot di Ujung Timur Pulau Jawa pada Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Setelah serial artikel sejarah Madura dan serial artikel sejarah Malang, secara spasial akhirnya harus berakhir di serial artikel sejarah Banyuwangi. Dengan sejarah Banyuwangi ini juga serial artikel sejarah berbagai daerah di Indonesia selesai. Selanjutnya hanya memperkaya seluruh serial artikel seluruh Indonesia dengan random. Diantara artikel-artikel sejarah daerah, dilanjutkan serial artikel sejarah menurut topik. Topik yang sudah dimulai dari Sejarah Menjadi Indonesia dan Sejarah Pers di Indonesia. Bersaman dengan sejarah Banyuwangi ini dimulai serial artikel sejarah pendidikan di Indonesia. Mari kita mulai artikel pertama Sejarah Banyuwangi.


Asal-usul Nama dan Sejarah Banyuwangi. Kompas.com. 07/12/2021. Banyuwangi nama kabupaten di ujung timur Provinsi Jawa Timur, berbatasan langsung Selat Bali. Kota Banyuwangi memiliki julukan Bumi Blambangan dan Kota Osing. Asal-usul nama Banyuwangi dari Legenda Sri Tanjung yang berpesan setelah dibunuh jasadnya diceburkan ke sungai. Apabila darah mengalir berbau busuk, dirinya telah berbuat serong, jika air sungai berbau harum maka Sri Tanjung tidak bersalah. Patih Sidopekso pun tetap menikamkan kerisnya ke istri. Ternyata, air sungai yang keruh itu berangsur-angsur menjadi jernih dan berbau wangi. Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Blambangan, dipimpin Pangeran Tawang Alun.  VOC menganggap Blambangan bagian wilayah kekuasaannya atas dasar penyerahan kekuasaan Jawa bagian Timur oleh Pakubuwono II. VOC tidak pernah benar-benar menunjukkan kekuasaannya di Blambangan sampai akhir abad ke-17. Pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan, VOC segera bergerak mengamankan kekuasaannya. Lalu memicu terjadinya pertempuran antara pasukan Blambangan dengan VOC, dikenal peristiwa Puputan Bayu, terjadi 18 Desember 1771, VOC kemudian mengangkat R Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama (ditetapkan hari jadi Banyuwangi). Banyuwangi sendiri multikulturalisme, masyarakatnya keturunan Jawa Mataraman, Madura, dan Osing.  Suku Osing merupakan penduduk asli Banyuwangi. Sebagai keturunan Kerajaan Blambangan, suku ini memiliki adat-istiadat, budaya, dan bahasa berbeda dari Jawa dan Madura. (https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah nama Banyuwangi dan penduduk asli Osing? Seperti disebut di atas, ini adalah artikel pertama dari serial artikel sejarah Banyuwangi. Seperti biasa dimulai dari nama daerahnya sendiri dan awal perkembangannya. Era VOC dan Banyuwangi adalah kota melting pot di ujung timur Pulau Jawa dimana sebagai penduduk asli orang Osing. Lalu bagaimana sejarah nama Banyuwangi dan penduduk asli Osing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Banyuwangi dan Penduduk Asli Osing; Kota Melting Pot di Ujung Timur Pulau Jawa pada Era VOC

Mengapa nama Banyuwangi tidak dikenal pada era VOC. Sementara nama Banyumas sudah terinformasikan tahun 1691 (lihat Daghregister 27-06-1691). Nama yang yang sudah lama dikenal adalah Blambangan. Nama Blambangan sudah dicatat dalam laporan Cornelis de Houtman (1597-1597).


Pada era Portugis, para misionaris Portugis mulai berdatangan, yang bermula di Malaka, kemudian meluas ke Amboina. Seorang misionaris Portugis ada juga yang membuka stasion di pantai timur Jawa (Blambangan). Lalu pada gilirannya misionaris Portugis membuka stasion di pulau Solor tahun 1557 di Lahayong. Ini seakan menggambarkan sejarah kuno seperti sejak era Hindoe, perdagangan India menyebarkan agama dan perdagangan Islam (Mesir, Arab, Persia dan Moor) menyebarkan agama lalu perdagangan Portugis juga disusul oleh para misionaris Portugis. Navigasi pelayaran perdagangan disusul kehadiran penyebar agama. Lalu apakah sudah ada Islam di Blambangan? Tampaknya belum. Dalam laporan Cornelis de Hotman, dalam perlayaran mereka dari Rembang mendekati Toeban, utusan Blambangan meminta bantuan karena takut ancaman dari Mataram (Islam), tetapi Cornelis de Houtman menolak dengan alasan tujuan mereka ingin ke Maluku.

Nama Blambangan disebut dalam laporan Gubernur Jenderal VOC Antonio van Diemen (1636- 1645). Disebutkan utusan Bali datang ke Batavia meminta bantuan VOC untuk mengusir Mataram dari Blambangan. Antonio van Diemen menyetujui, tetapi harus ditunda hingga selesai urusan VOC yang sedang berselisih dengan Portugis di Malaka.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota Melting Pot di Ujung Timur Pulau Jawa pada Era VOC: Orang Osing di Banyuwang

Kapan nama Banjoewangi terinformasikan? Paling tidak sudah diinformasikan pada tahun 1783 (lihat Naam-boekje van de wel ed. heeren der hooge Indiasche regeeringe [...] op Batavia [...] zoo als dezelve in wezen zyn bevonden ultimo december 1780, 1783). Disebutkan Luitenant Pieter Mierop dengan pasukannya ditempatkan di Banjoewangi sejak 1775 dan pedagang Leonard Jacob Immink sejak 1780 dan Johan Philip Nobel di Poeger sejak 1766.


Sebelum kehadiran VOC/Belanda di Blambangan, Inggris pernah menempatkan pejabatnya, William Bruff setingkat gubernur di Blambangan (lihat Daghregister 21-03-1776). Nama Balambangan sendiri juga ditemukan sebagai sebuah pulau di Filipina (lihat A Voyage to New Guinea, and the Moluccas, from Balambangan, 1779).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar