Sabtu, 01 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (329): Pahlawan Nasional Hasan Basri di Borneo; Proklamasi Kalimantan Selatan Tanggal 17 Mei 1949


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hasan Basri adalah salah satu pahlawan Indonesia asal Kalimantan yang telah ditabalkan menjadi Pahlawan Nasional (2001). Sjarif Abdoel Hamid di Kalimantan Barat, tentara KNIL lulusan KMA Breda dipromoasikan menjadi Overste. Setelah dikukuhkan oleh Belanda/NICA sebagai Sultan Pontianak (Sultan Hamid II) lalu mengklaim seluruh wilayah West Borneo (Kalimantan Barat). Tidak demikian dengan Hasan Basri, sepulang dari Jawa (setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945) membentuk pasukan untuk menentang kehadiran Belanda/NICA di Zuid Borneo (Kalimantan Selatan) dan pada tanggal 17 Mei 1949 memproklamasikan Kalimantan Selatan sebagai bagian dari Republik Indonesia.

Hasan Basry (17 Juni 1923 – 15 Juli 1984) adalah tokoh militer dan Pahlawan Nasional. Hasan Basry sekolah di HIS kemudian pendidikan Islam di Tsanawiyah al-Wathaniah di Kandangan kemudian di Kweekschool Islam Pondok Modern di Ponorogo. Hasan Basry aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang berpusat di Surabaya. Tanggal 30 Oktober 1945, Hasan Basry kembali ke Kalimantan Selatan dan kemudia menemui H. Abdurrahman Sidik di Pekapuran, untuk mengirimkan pamflet dan poster tentang kemerdekaan Indonesia dan juga melalui AA Hamidhan dikirim pamflet ke Amuntai dengan Ahmad Kaderi, sedangkan yang ke Kandangan dikirim lewat H Ismail. Di Haruyan pada tanggal 5 Mei 1946 para pejuang mendirikan Lasykar Syaifullah. sebagai pemimpin Hassan Basry. Pada tanggal 24 September 1946 saat acara pasar malam amal banyak tokoh Lasykar Syaifullah yang ditangkap dan dipenjarakan. Hassan Basry mereorganisir anggota yang tersisa dengan membentuk Benteng Indonesia. Pada tanggal 15 Nopember 1946, Letnan Asli Zuchri dan Letnan Muda M.Mursid anggota ALRI Divisi IV yang berada di Mojokerto, menghubungi Hassan Basry untuk menyampaikan tugas yaitu mendirikan satu batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Dengan pasukan Banteng Indonesia Hassan Basry berhasil membentuk batalyon ALRI. Ia menempatkan markasnya di Haruyan. Selanjutnya ia berusaha menggabungkan semua kekuatan bersenjata di Kalimantan Selatan ke dalam kesatuan. Situasi menjadi sulit, sesuai dengan Perjanjian Linggarjati (25 Maret 1947), Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura dan Sumatra. Akan tetapi, Hasan Basry tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda (juga menentang Perjanjian Renville 17 Januari 1948). Ia menolak memindahkan pasukan ke daerah yang dikuasai RI (terdekat di Jawa). Hasan Basri memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia yang dikenal dengan Proklamasi 17 Mei 1949 atau Proklamasi Kalimantan. Pada tanggal 2 September 1949 dilakukan perundingan antara ALRI DIVISI (A) dengan Belanda, beserta penengah UNCI. Pada kesempatan ini, Jenderal Mayor Suharjo atas nama pemerintah mengakui keberadaan ALRI DIVISI (A) sebagai bagian dari Angkatan Perang Indonesia, dengan pemimpin Hassan Basry dengan pangkat Letnan Kolonel. Kemudian pada 1 November 1949, ALRI DIVISI (A) dilebur ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat, dengan panglima Letkol Hassan Basry (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Hasan Basri? Seperti disebut di atas, Hasan Basri berjuang untuk mengekalkan Kalimantan Selatan sebagai bagian dari Republik Indonesia dengan proklamasi yang terkenal pada tanggal 17 Mei 1949. Lalu bagaimana sejarah Hasan Basri? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (328): Apa Kata Presiden Soekarno?Bung Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah (Banyak Pelaku Sejarah)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disin

Presiden Soekarno adalah seorang peminat sejarah. Setiap pidatonya sejak muda hingga menjadi presiden tidak pernah lupa menyelipkan aspek sejarah. Oleh karena itu, Presiden Soekarno mengingatkan seluruh rakyat Indonesia ‘jangan sekali-kali melupakan sejarah’. Ir Soekarno saat itu dapat dikatakan sebagai guru besar sejarah (sebab saat itu belum ada guru besar pada bidang sejarah di perguruan tinggi).

Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau disingkat Jasmerah adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966. Menurut Jenderal Abdoel Haris Nasoetion, Jasmerah adalah judul yang diberikan oleh Kesatuan Aksi terhadap pidato Presiden, bukan judul yang diberikan Bung Karno. Presiden Soekarno memberi judul pidato itu untuk mempertahankan garis politiknya,yaitu ‘Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah’. Dalam pidato itu Presiden menyebutkan antara lain bahwa kita menghadapi tahun yang gawat, perang saudara, dan seterusnya. Disebutkan pula bahwa MPRS belumlah berposisi sebagai MPR menurut UUD 1945. Posisi MPRS sebenarnya nanti setelah MPR hasil pemilu terbentuk. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, Suyatno, menyebut pidato ‘Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah!’ pada 17 Agustus 1966 merupakan pidato kepresidenan terakhir Bung Karno. Dia mencatat, terdapat 89 kata revolusi dan 50 kata sejarah dalam pidato tersebut. Itu menunjukkan betapa penting revolusi dan sejarah bagi Bung Karno. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Presiden Soekarno perlu mengingatkan seluruh rakyat Indonesia agar tidak melupakan sejarah? Seperti disebut di atas, kalimat yang mengingatkan itu dikatakan pada pidatonya pada tangga 17 Agustus 1966, pidato yang dianggap sebagai pidato Ir Soekarno? Lalu mengapa begitu penting sejarah harus diingatkan Presiden Soekarno untuk tidak dilupakan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.