Kamis, 15 September 2022

Sejarah Jambi (39): Bandara di Jambi, Sejak Era Hindia Belanda hingga Kini; Mengapa Dipilih di Pal Merah Bukan di Pal Empat?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Lapangan terbang di Jambi pada masa ini semakin penting fungsinya. Berbeda dengan masa lalu dimana fungsi pelabuhan yang menjadi sangat penting. Rintisan lapangan terbang dimulai pada era Hindia Belanda tidak untuk kebutuhan komersial, tetapi fungsi yang lain. Kini, lapngan terbang tersebut telah ditingkatkan menjadi bandara komersil.


Bandar Udara Sultan Thaha Syaifuddin adalah sebuah bandar udara yang terletak di Kota Jambi. Bandara ini mulai bulan April 2007 dikelola oleh PT Angkasa Pura II, yang sebelumnya dikelola oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jambi. Nama bandara ini diambil dari nama Sultan Thaha Syaifuddin, seorang pahlawan Nasional Indonesia dari Jambi. Bandara ini dibangun pada masa penjajahan dengan nama Lapangan Terbang Paalmerah. Bandara Sultan Thaha 2011 ditingkatkan kemampuannya untuk melayani penumpang pesawat yang terus meningkat serta peningkatan panjang dan lebar landasan (Panjang dan lebar saat ini 2.220 meter dan 30 meter dan akan ditambah menjadi 2.600 meter dan 45 meter).  Terminal baru Bandara Sultan Thaha dibuka pada tanggal 27 Desember 2015 dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 21 Juli 2016. Panjang landasan pacu saat ini adalah 2602 x 45 m (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bandara di Jambi, sejak era Hindia Belanda hingga kini? Seperti yang disebut di atas, bandara Jambi terletak di Pal Merah, tidak jauh dari Pal Empat. Lalu bagaimana sejarah bandara di Jambi, sejak era Hindia Belanda hingga kini? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (38): Pelabuhan Jambi Masa ke Masa Daerah Aliran Sungai Batanghari: Muara Jambi, Muara Kompeh, Muara Sabak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini   

Jauh sebelum terbentuk lapangan terbang/bandara di Jambi, peran pelabuhan di Jambi sangat penting. Pelabuhan di Jambi sudah terbentuk dari masa ke masa di daerah aliran sungai Batanghari. Pelabuhan yang ada sudah ada sejak zaman kuno. Namun dalam cararn sejarah pelabuhan di Jambi bermula di kota Jambi yang sekarang, dan kini di daerah hilir si Muara Sabak.

 

Pelabuhan Jambi awalnya terletak di kota Jambi (Boom Batu) dan tahun 1996 dipindahkan ke Talang Duku, di hilir Sungai Batanghari, 10 kilometer dari kota Jambi. Sebagian besar kegiatan di Pelabuhan Jambi, Pelabuhan Jambi menghasilkan karet, kayu lapis, dan moulding. Pelabuhan lain dalam lingkungan cabang Pelabuhan Jambi adalah Pelabuhan Kuala Tungkal dan Pelabuhan Muara Sabak. Pelabuhan Kuala Tungkal terletak di muara Sungai Pengabuan, sekitar 10 mil dari ambang luar. Dermaga Kuala Tungkal, terbuat dari beton sepanjang 156 m, saat ini lebih banyak untuk melayani kapal-kapal penumpang dengan tujuan Batam. Sedangkan Pelabuhan Muara Sabak terletak di sekitar 10 mil dari muara Sungai Batanghar. Dengan lokasinya yang strategis, Pelabuhan Muara Sabak, yang memiliki dermaga beton sepanjang 100 meter.. Pelabuhan Muara Sabak dirancang untuk menjadi pelabuhan modern yang terintegrasi dengan kawasan industri dan perdagangan. Pelabuhan ini telah dilengkapi dengan terminal petikemas, terminal barang umum, terminal curah kering, dan terminal curah cair. Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Jambi didominasi pelayanan kargo curah kering, curah cair dan peti kemas, terutama untuk komoditas batubara, pupuk, CPO, BBM, dan perdagangan barang kebutuhan pokok antar pulau. (Pelindo/Pelabuhan Jambi)

Lantas bagaimana sejarah pelabuhan Jambi masa ke masa di daerah aliran sungai Batanghari? Seperti yang disebut di atas, pelabuhan terletak di Muara Jambi, kemudian di Muara Kompeh dan pada masa ini di Muara Sabak. Lalu bagaimana sejarah pelabuhan Jambi masa ke masa di daerah aliran sungai Batanghari? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.