Selasa, 31 Maret 2020

Sejarah Air Bangis (6): Talu dan Dr Achmad Saleh; Ibu Kota Kabupaten Pasaman Tempo Dulu di Gunung Talamau di Distrik Ophir


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Kota Talu adalah kota terkenal tempo doeloe. Namun kini, kota Talu hanya setingkat ibu kota kecamatan: Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat. Talamau sendiri adalah nama gunung, yang di jaman kuno gunung Talamau disebut gunung Ophir (namanya sudah disebut dalam kitab suci Taurat dan Injil). Di Taloe tempo doeloe pernah bertugas dokter terkenal: Dr. Achmad Saleh (ayah Chairoel Saleh).

Kota Taloe (Peta 1904)
Sebelum Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Wesrkust, dua afdeeling bertetangga adalah Afdeeling Air Bangis (Residentie Padangsche Benelanden) dan Afdeeling Loeboeksikaping (Residentie Padangsche Bovenlanden). Afdeeling Air Bangis terdiri dari dua onderafdeeling (Air Bangis dan Oedjoeng Gading). Afdeeling Loeboek Sikaping terdiri dari dua onderafdeeling (Ophir Districten dan Loeboeksikaping). Onderafdeeling Ophir Districten terdiri dari beberapa laras: Tjoebadak, Si Noeroet, Kanaikan, Pasaman, Taloe, Tinggam dan Kinali. Ibu kota onderafdeeling Ophir Districten di Taloe. Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Wesrkust tahun 1905. Setelah pemisahan ini Afdeeling Air Bangis dan Onderafdeeling Ophir Districten dipisahkan dari Residentie Padangsche Benelanden dan kemudian dimasukkan ke Residentie Padangsche Bevonlanden). Pada tahun 1930 Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Padangsche Benelanden disatukan dengan membentuk satu residentie: Residentie West Sumatra.

Sebagai bagian dari sejarah Air Bangis, sejarah Talu (ibu kota District Ophir) sangat penting. Pada era Hindia Belanda, District Air Bangis dan District Ophir awalnya adalah satu kesatuan wilayah administratif sebagai satu Afdeeling yang diberi nama Afdeeling Air Bangis en Ophir Districten. Sejatinya, wilayah Air Bangis dan Ophir adalah district kembar sejak era VOC. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja* Peta 1903

Afdeeling Air Bangis en Ophir Districten: Taloe

Nama Taloe paling tidak telah diberitakan pada tahun 1837 (lihat  Javasche courant, 28-01-1837). Disebutkan tanggal 25 Desember dalam ekspedisi melawan Taloe, JD van Holij, Letnan-2 Infanteri terbunuh (yang memberitakan J Angelen, Kaptein di Loeboeksikaping). Pemberitahuan lainnya di surat kabar yang sama Letna-2 infantri pribumi Karto Ridjo juga terbunuh dalam ekspedisi ke Taloe (dilaporkan oleh Letnan-2 Prawiro Rono dan Letnan-2 Lingard). Informasi ini pada saat Perang Padri, meski bukan jalur pergerakan militer Belanda, Taloe adalah suatu kota yang penting.

Taloe, Ophir di antara Fort Parit Batoe dan Fort Loeboek Sikaping
Benteng terdekat dari Taloe adalah Fort Parit Batoe di utara dan Fort Loeboeksikaping di timur. Fort Parit Batoe terhubung ke kota Pasaman di barat, kota Kinali di selatan dan kota Tjoebadak di utara. Sementara benteng Fort Loeboeksikaping terhubung ke benteng Fort Rao di utara. Dalam hal ini, Fort Loeboeksikaping (Belanda) head to head dengan benteng Bondjol (Padri, yang dipimpin Toeankoe Imam), Sebagaimana diketahui, Letnan Kolonel Michiels dengan pasukannya pada 3 Agustus 1837mulai menyerang benteng Bondjol. Benteng Bonjol jatuh pada tanggal 15 Agustus 1837. Jatuhnya benteng Bondjol, berakhir Perang Padri di Padangsche Bovenlanden (Minangkabau).

Taloe berada di hulu sungai Batang Pasaman (sementara Air Bangis berada di hilir sungai Sikarbou). Nama tempat dan nama sungai tidak terpisahkan sejak tempo doeloe. Suatu tempat terbentuk umumnya berada di sisi sungai atau cukup dekat dengan aliran sungai (yang mana sungai pada era awal adalah moda transportasi terpenting). Kota Taloe, kota Tjoebadak dan kota Oedjoeng Gading adalah kota-kota utama di pedalaman.

Sejak tempo doeloe (paling tidak pada Peta 1724) sudah teridentifikasi lima sungai besar yang bermuara ke pantai barat Sumatra, yakni sungai Batang (Natal), sungai Batang Batahan, sungai Si Karbou, sungai Pasaman dan sungai Masang. Sungai Masang berhulu di selatan (gunung) Ophir. Sementara sungai Pasaman berhulu di utara (gunun) Ophir. Cabang sungai Pasaman di hulu adalah sungai Batang Kenaikan. Di sebelah selatan sungai Pasaman di hulu terdapat kota Taloe, sementara di sisi sungai Batang Kenaikan di hulu terdapat kota Tjoebadak. Sungai Batang Sikarbou berhulu di gunung Malintang (Mandailing) dan bermuara di Air Bangis. Satu anak sungai Sikarbou bermuara di Roending (gunung Malintang). Di dekat muara sungai di pedalaman ini di sisi selatan sungai Batang Sikarbou terletak kota Oedjoeng Gading. Pada tempo doeloe nama sungai Batang Sikarbaou saling tertukar dengan nama sungai Batang Oedjoeng Gading. Dalam perkembangannya nama sungai Batang Sikarbou atau sungai Batang Oedjoeng Gading disebut sungai Air Bangis. Antara sungai Batang Batahan di utara dan sungai Masang di selatan adalah batas geografis Air Bangis en Ophir Districten (di daerah aliran sungai Pasaman dan daerah aliran sungai Sikarbou atau sungai Oedjoeng Gading atau sungai Air Bangis).

Lambat laun antara satu kota di hilir-pantai dengan kota lain di pedalaman terhubung oleh moda transportasi darat. Kota Air Bangis (yang diduga terbentuk setelah tahun 1724) terhubung dengan dua kota utama di pedalaman. Dua kota utama di pedalaman adalah kota Rao dan kota Nopan (kini Kotanopan). Moda transportasi darat ini diduga sudah lama terbentuk (dan mengalamai intensitas sejak masuknya militer Belanda ke pedalaman.

Pada Peta 1830 batas geografis district Mandailing hingga sungai Masang (bersebelahan dengan district XII kota) dan batas geografis district Rao hingga Bondjol (bersebelahan dengan district Agam). Berdasarkan informasi pada catatan pada Peta 1830, Pemerintah Hindia Belanda mengklaim hampir semua wilayah pantai mulai dari Aie Ajie di selatan hingga Baros di utara (termasuk kota Air Bangis) yang merujuk pada (era) VOC dan sebagian wilayah pedalaman (district Agam dan district Tanah Datar). Dalam hal ini district Lima Poeloeh Kota masih independen, demikian juga district Rao (hingga Bondjol) dan district Mandailing (hingga ke pantai di batas sungai Masang) masih indepenen. Masih berdasarkan catatan peta tersebut (di kota-kota pantai: Air Adjie, Padang, Pariaman, Air Bangis, Natal, Tapanoeli dan Baros plus district Tanah Datar dan district Agam), Pemerintah Hindia Belanda telah menempatkan pasukan sebanyak 130 orang hingga tahun 1820 (pemerintahan Hindia Belanda di pantai barat Sumatra dimulai tahun 1819), ditambah sebanyak 1.200 pasukan hingga tahun 1826, ditambah lagi 600 pasukan pada tahun 1830 yang total keseluruhan sebanyak 6.000 pasukan.

Seperti halnya pangeran-pangeran di Minangkabau (Pagaroejoeng) dan para radja-radja di wilayah pantai (dari Indrapoera hingga Baros) , sehubungan dengan pembentukan pemerintahan Hindia Belanda di pantai barat Sumatra (sejak 1819), secara bertahap radja-radja Mandailing en Angkola membentuk aliansi dengan Pemerintah Hindia Belanda dalam hubungannya dengan pengaruh Padri di pedalaman. Pada tahun 1833 Radja Gadoembang (mewakili raja-raja Mandailing en Angkola) membuat kerjasama dengan Pemerintah Hindia Belanda. Padri yang berpusat di benteng Bondjol dalam tekanan.

Aliansi (Pemerintah Hindia Belanda dan para pemimpin lokal) sesungguhnya tidak sulit terbentuk. Sejak era VOC sudah ada kerjasama-kerjasama dengan para radja-radja di kota-kota pantai yang dilakukan oleh pejabat-pejabat VOC. Hubungan yang baik itu menemukan wujudnya yang lebih kongkrit pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu antar golongan bangsawan diantara kerajaan-kerajaan di pedalaman (di wilayah Minangkabau dan di wilayah Mandailing en Angkola) dengan kerajaan-kerajaan di wilayah pantai sudah terhubung sejak lampau apakah karena hubungan perkawinan atau kesatuan wilayah teritorial. Pertentangan tidak lagi antar penduduk, tetapi pertentangan antar rezim yang berkuasa: antara Padri dengan para radja-radja (yang telah atau maupun yang menjalin sokongan dari Pemerintah Hindia Belanda). Legitimasi Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan perjanjian-perjanjian yang dibuat para radja-radja dengan para pejabat Belanda. Legitimasi tersebut baru sebatas wilayah pantai, wilayah Minangkabau (Tanah Datar dan Agam) dan wilayah Mandailin en Angkola. Wilayah sebelahnya seperti wilayah Siak dan Rokan di timur dan wilayah Bataklanden (Silindoeng en Toba) dan wilayah Atjeh masih bersifat independen (belum terbentuk kerjasama dan tentu saja tidak ada legitimasi).

Aliansi ini (antara Pemerintah Hindia Belanda dan para radja-radja Minangkabau, kota-kota pantai dan Mandailing en Angkola menjadi satu partai sendiri yang head to head dengan partai Padri. Pertarungan ini mekanismenya kurang lebih sama seperti pertarungan partai-parta pada masa kini. Hanya saja pertumpahan darah lebih menonjol pada era doeloe dibandingkan era sekarang. Hal ini karena ada darah yang mengalir sebagai pemicu pertarungan. Perang antara pihak Padri dengan pihak aliansi Belanda tidak terhindarkan. Dalam konteks inilah investasi Pemerintah Hindia Belanda masuk, baik dalam bentuk membiaya personil sipil dan militer, membangun benteng, pengadaan alat-alat perang dan sebagainya. Sebagai investasi dicatat sebagai pengeluaran dan penutupnya adalah pemasukan (melalui mekanisme produksi dan perdagangan). Dalam konteks inilah perjanjian-perjanjian diikat. Pengeluaran Pemerintah Hindia Belanda semakin besar sehubungan dengan pengangkatan sejumlah pribumi sebagai bagian dari pemerintahan yang digaji.

Pada akhirnya perlawanan Padri berakhir dengan ditaklukkannya benteng Bondjol pada bulan Agustus 1837 dan benteng Daloe-Daloe pada tahun 1838. Sukses penaklukan dua benteng tersebut karena pasukan militer Belanda yang didatangkan dari Jawa semakin banyak dan juga atas dukungan hulubalang dari para radja-radja yang beraliansi (dengan Pemerintah Hindia Belanda). Seusai perang (1837/1838) status daerah operasi militer (DOM) diubah menjadi status sipil dengan menata dan membentuk cabang-cabang pemerintah yang baru di pantai barat Sumatra.

Namun Radja Gadoembang (marga Lubis) tidak berlanjut menjadi Regent (bupati) Mandailing, karena Radja Gadoembang dalam perang untuk menaklukkan benteng Bondjol meninggal dunia. Sejumlah regent sudah diangkat di Tanah Datar, Agam, Pariaman dan Padang. Regent di Padang adalah Toeankoe Panglima Soetan Iskandar. Pada tahun 1840 Toeankoe Panglima Soetan Iskandar dinaikkan statusnya sebagai kepala para regent. Di wilayah Mandailing en Angkola dalam perkembangannnya fungsi regent ditiadakan (hanya Radja Gadoembang yang pernah diposisikan debagai regent). Namun pada akhirnya semua regent yang sudah dibentuk ditiadakan di seluruh Province Sumatra’s Westkut (Benelanden, Bovenlanden dan Tapanoeli). Konsep regent di wilayah-wilayah pantai barat Sumatra tidak sesuai (sebagaimana konsep ini berhasil di Jawa). Konsep yang diterapkan adalah struktur pemerintahan lokal dengan mengangkat sejumlah kepala Laras (di Padangsche Benelanden dan Padangsche Bovenlanden) dan sejumlah kepala koeria (di Mandailing en Angkola serta Tapanoeli) di dalam satu district, Kepala laras/koeria mengepalai sejumlah kepala kampong (nagari atau huta). Catatan: Residentie terdiri dari sejumlah Afdeeling (yang juga dapat dibangi menjadi dua atau lebih onderafdeeling). Di masing-masing afdeeling/onderafdeeling terdiri dari sejumlah laras atau koeria. Residentii dipimpin oleh Residen, sementara Afdeeling atau onderafdeeling dipimpin oleh Asisten Residen atau Controleur (yang bekerja sama senagan para kepala laras atau kepala koeria).

Pada tahun 1840 Pemerintah Hindia Belanda melakukan perubahan administrasi wilayah. Afdeeling Nordelijke diubah menjadi Residentie Air Bangis yang mana Asisten Residen ditempatkan di Afdeeling Mandailing en Natal dan Controleur di Natal. Pada tahun 1842 ditambah Afdeeling Rao ke Residentie Air Bangis dengan menempatkan asisten residen di Rao.

District Air Bangis telah ditempatkan Civiel en Militaire Kommandant. Pada tahun 1832 menmyusul district Natal ditempatkan Civiel en Militaire Kommandant. Pada tahun 1833 district-district Natal, Tapanoeli, Air Bangis dan Poelobatoe disatukan menjadi satu afdeeling yang disebut Afdeeling Nordelijke dengan ibu kota di Natal. Lalu kemudian Afdeeling Nordelijke ditingkatkan statusnya menjadi Asisten Residen yang berkedudukan di Natal dan asisten di tempatkan di Mandailing dan di Rao. Pada tahun 1938 ditempatkan pejabat Residen Afdeeling Nordelijke yang ditempatkan di Air Bangis. Pada tahun 1840 nama Afdeeling Nordelijke diubah menjadi Residentie Air Bangis yang mana Asisten Residen ditempatkan di Afdeeling Mandailing en Natal dan Controleur di Natal. Sementara di Baros ditempatkan pekabat sipil, sedangkan di Tapanoeli masih tetap ditempati oleh seorang postjouder. Pada tahun 1942 ditambah satu asisten residen di Rao dan dua Controleur di Afdeeeling Mandailin en Angkola yakni di Angkola dan di Oeloe en Pakantan. Pada tahun ini Afdeeling Tapanoeli dipisahkan dari Residentie Air Bangis sehubungan dengan pembentukan Residentie Tapanoeli.

Pada tahun 1843 Taloe diketahui menjadi ibu kota district Goenoeng Ophir (Residentie Air Bangis). Besar dugaan ibukota dipindahkan dari Parit Batoe ke Taloe sehubungan dengan benteng Fort Parit Batoe dilikuidasi dengan mendirikan garnisun militer di Taloe. Sebagai komisaris di Taloe diketahui Luitenant-2 JW Borst (lihat Javasche courant, 30-12-1843).

District Taloe (Peta 1850)
Pada tahun 1844 status Asisten Residen di Rao dilikuidasi. Pada tahun 1845 Afdeeling Mandailing en Angkola dipisahkan dari Residentie Air Bangis dan kemudian dimasukkan ke Residentie Tapanoeli. Pada tahun 1945 ini juga status Resident Air Bangis diturunkan menjadi setingkat Asisten Residen dan mengangkat Controelur untuk Afdeeeling Air Bangie en Ophir Districten yang berkedudukan di Taloe. Pada tahun 1846 Afdeeeling Natal dimasukkan ke Residentie Tapanoeli. Sehubungan dengan pemisahan Afdeeling Natal ini, maka Residentie Air Bangis dilikuidasi dan hanya tinggal dua afdeeling saja: Afdeeeling Air Bangie en Ophir Districten dan Afdeeling Loeboeksikaping. Tamat sudah Residentie Air Bangis. District Rao dan district Loender masuk Afdeeling Loeboeksikaping. Dua afdeeling ini kemudian dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden (yang beribukota di Padang).

Pada tahun 1846 Residentie Air Bangis dilikuidasi. Sehubungan dengan Afdeeling Natal dan Afdeeling Mandailing en Angkola dimasukkan ke Residentie Tapanoeli, maka dua afdeeeling yang tersisa (Afdeeling Air Bangis en Ophir Districten dan Afdeeeling Rao, Loeboeksikping en Panti) dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden (yang beribukota di Padang). Dua afdeeling ini kemudian disatukan menjadi Afdeeling Air Bangis en Rao (lihat Peta 1883). Dalam hal ini Ophir Districten sebagai district tersendiri. Nama-nama district yang ada di Afdeeling Air Bangis en Rao adalah district Air Bangis, distrct Ophir Districten dan district Rao, Loeboeksikaping en Panti.

Mengapa Afdeeling Air Bangis en Ophir Districten dan Afdeeeling Rao Loeboeksikping en Panti dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden? Hal ini besar dugaan karena secara historis district-district di dua afdeeling ini yang di era VOC masih independen terhubung dengan pusat perdagangan di pelabuhan Air Bangis (daerah aliran sungai Air Bangis) dan pelabuhan Pasaman (daerah aliran sungai Pasaman). Sementara itu, secara khusus district yang sebelumnya independen, District Bondjol dimasukkan ke Afdeeeling Agam, Residentie Padangsche Bovenanden, Hal ini diduga karena letaknya yang lebih dekat ke Residentie Padangsche Bovenlanden, juga diduga kuat karena faktor kemenangan para pangeran Pagaroejoeng di Tanah Datar, Agam dan Lima Poeloeh Kota (Minangkabau) terhadap pusat Padri di District Bondjol. District-district dari dua afdeeling yang dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden adalah Air Bangis, III Loearah, III Kota. Pasaman, Kinali, Taloe, Tjoebadak, Soeroet. Loeboek Sikaping, Rao, Loender, Mapat Toenggoe, III Kota dan XII Kota. Peta 1883

Dalam perkembangannya, pada tahun 1890 batas baru antara dua residentie ini terjadi pengurangan wilayah Residentie Padangsche Benelanden dan wilayah yang dikurangi tersebut ditambahkan ke wilayah Residentie Padangsche Bovenlanden. Afdeeeling Air Bangis en Ophir Districten dipecah. Wilayah Ophir Districten dimasukkan ke Padangsch Beobenlanden sebagai bagian dari Adeeling Loeboeksikaping.

Wilayah Ophir Districten yang digabungkan ke Afdeeling Loeboeksikaping tersebut antara lain district, III Kota, III Loerah, Pasaman, Kinali, Taloe dan Tjoebadak. Afdeeling Loeboeksikaping sebelumnya meliputi distrik Rao, Loender, Mapat Toenggoel dan Loeboek Sikaping. Peta 1903

Afdeeling Air Bangis yang tersisa hanya district Air Bangis. Wilayah Residentie Padangsche Benelanden menjadi terpotong. Wilayah Residentie Padangsche Bovenlanden menjorok ke laut, Dengan demikian Residentie Padangsche Bovenlanden menemukan jalan ke laut. Sementara Afdeeling Air Bangis terpisah dari induknya (Residentie Padangsche Benelanden). Ini seakan Afdeeling Air Bangis dipisahkan dari Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Padangsche Benelanden, namun sudah terhalang dengan Residentie Tapanoeli dengan adanya batas-batas residentie (secara historis district Air Bangis satu kesatuan wilayah dengan dengan Mandailing dan Natal).

Mangapa district-district yang berada di Ophir Districten digabungkan menjadi bagian dari Residentie Padangsche Bovelanden? Satu faktor penting diduga karena untuk menyatukan (populasi) Mandailing, lebih-lebih setelah Kotanopan dan Loeboek Sikaping terhubung dengan transportasi darat yang lebih baik. Namun faktor lain juga menjadi sebab yang mana untuk menyatukan (populasi) Minangkabau. Namun semua itu masih dugaan, hanya saja pembagian wilayah semacam ini sangat janggal. Afdeeling terkesan sebuah enclave. Peta 1917

Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust dan hanya terdiri dari dua residentie: Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Padangsche Benelanden. Lalu kemudian sehubungan dengan dibentuknya provinsu Oost Sumatra (ibu kota di Medan) pada tahun 1915, Provinsi Sumatra’s Westkust dilikuidasi. Dalam hubungan ini, Afdeeling Air Bangis yang sebelumnya terpisah digabungkan dengan Residentie Residentie Padangsche Bevenlanden (masuk Afdeeling Agam). Wilayah Residentie Padangsche Benelanden semakin menyusut. Pada fase inilah seorang Controleur ditempatkan di Taloe.

Sejak dilikuidasi Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Padangsche Benelanden hanya dipimpun oleh seorang Residen (JDL Le Febvre di Padang). Residen dibantu beberapa Asisten Residen di Fort de Kock, Fort van der Capellen, Pajakoemboeh, Solok, Sawahloento, Painan dan Loeboeksikaping. Asisten Residen Loeboeksikaping membawa controleut di Air Bangis dan controleur di Taloe.

Oleh karena dua residentie hanya dipimpin oleh seorang Residen (di Padang), dalam perkembanganya dua residetie digabungkan menjadi satu residentie dengan nama yang baru: Residentie West Sumatra. Akibat unifikasi residentie ini, jumlah afdeeling disusutkan menjadi hanya lima afdeeling: Zuid Benelanden, Tanah Datar, Agam, Lima Poeloeh Kota dan Solok. District Air Bangis dan District Talamau menjadi bagian dari Afdeeling Agam (Asisten Residen di Fort de Kock).

Afdeeling Agam dibagi ke dalam empat onderafdeeling: Oud Agam, Manindjau, Loeboeksikaping dan Ophir. Onder afdeeling Oud Agam terdiri dari dua distrik (Bukittinggi dan Tilatang IV Angkat), onderafdeeling Ophir juga terdiri dari dua distrik, yakni Distrik Air Bangis dan Distrik Talamau. Setiap onderafdeeling dipimpin oleh seorang controleur. Dalam hal ini Controleur Ophir ditempatkan di Taloe. Peta 1930

Nama Ophir dijadikan sebagai nama onderfadeeling dan nama Talamau dijadikan nama district. Ibu kota district Talamau dna juga ibu kota onderafdeeling Ophir di Taloe. Nama Taloe, Talamau dan Ophir adalah tiga nama yang berkaitan. Nama Ophir adalah nama gunung Talamau tempo doeloe. Oleh karena dalam perkembangan terakhir ibu kota onderafeeling Ophir (yang meliputi dsitrik Air Bangis dan distrik Talamau) berada di Taloe, maka nama Taloe terkesan mengalami promosi dan nama Air Bangis mengalami degradasi.

Taloe: Dr Achmad Saleh

Antara Loeboeksikaping (Afdeeling Air Bangis en Rao) dengan Bondjol (afdeeling Agam) tidak ada hubungan yang intens. Loeboeksikaping hanyalah sebuah kampong kecil. Suatu kampong yang terhubung ke Panti. Di Afdeeling Air Bangis en Rao hanya ada tiga kota utama, yakni: Air Bangis, Taloe dan Rao. Panti (district Loender) adalah interchange ke utara (Rao dan Kotanopan) dan ke barat (Taloe dan Air Bangis). Sebaran populasi dilaporkan pada tahun 1839.

Secara keseluruhan penduduk pantai barat Sumatra (Sumatra’s Westkust) adalah bagian dari penduduk Sumatra. Jumlah penduduk Sumatra pada awal pembentukan provinsi Sumatra’s Westkust diperkirakan sebanyak 4.550.000. Jumlah ini terdiri dari Atjeh 600.000, Batak (antara Atjeh dan Rao) 1.200.000, Melayu, antara Baros dan Indrapoera di Pantai Barat Sumatra dan antara Siak dan Palembang di Pantai Timur Sumatra, 2.000.000; Redjang dan Passawah di Kerajaan Palembang dan antara Bengkulu dan Cawor sebanyak 600.000 serta Lampoeng sebanyak 150.000 {lihat Tijdschrift voor Neerland`s Indie jrg 2, 1839 (1e deel) [volgno 2]}. Peta 1883

Di Sumatra’s Westkust sendiri populasi tersebar antara lain di Baros sebanyak 3.000 jiwa termasuk 200 Atjeh; Sorkam (1.000 jiwa); Sibolga sebanyak 300 jiwa Batak; Toeka 3.000 Batak; Siboeloean 1.000 Bata; Kalangan 300 Melayu; Singkoewang 3.000 jiwa Mandailing, Angkola dan Melayu; Batoemondong 2.000 Mandailing; Taboejoeng 2.000 jiwa sebagian besar Angkola; Koenkoen 500 jiwa; Natal 3.000 jiwa; Linggabajoe 3.000 Mandailing; Batahan 2.500 Mandailing, Ajer Bangies 3.000 jiwa; Siekalang 3.000 jiwa; Pasaman 200 jiwa; Kinali 3.000 jiwa; Poeloe Nias sebanyak 200.000 dan Poeloe Batoe 30.000.

Sementara itu, Mandailing dengan populasi besar sebanyak 40.000 jiwa yang terbagi ke dalam 38 kampung besar; Loeboe 10.000 jiwa termasuk Batak; Angkola 10 kampung besar dengan populasi 10.000 jiwa; Padang Lawas delapan kampong besar dengan penduduk 8.000 jiwa; Rao memiliki 20 kampung besar dengan populasi 25.000 jiwa; Tapboese yang menjadi otoritas Toeankoe Tambuse tidak ada data populasi;

Sedangkan di Bondjol yang kemudian berada di bawah otoritas Padri dengan dipimpin empat imam yang pada tahun 1832 mengakui Belanda tetapi tahun 1833 memberontak yang berpopulasi 8.000 jiwa; Tikoe 4.000 jiwa; Danau (Maninjau?) sebanyak 10.000 jiwa; Doeabelas Kota 8.000 jiwa; Lima Kota 4.000 jiwa; Siekara (Singkarak?) sebanyak 1.000 jiwa; Priaman 2.000 jiwa; Toejoeh Kota 7.000 jiwa; Oelakan 1.500 jiwa; Loeboe Aloeng 2.000 jiwa.

Selanjutnya di Padang sebanyak 1.400 jiwa (yang meliputi Nanggalo, Nan Doepoeloeh, Limau Manis, Loeboe Kilangan, Boengoes, Tjiendakie, Telok Kakang); Pauw sebanyak 4.000 jiwa; Kota Tangah, termasuk Gassang 3.000 jiwa; Troessan 4.000 jiwa; Baijang 2.500 jiwa; Salida 2.000 jiwa dan Indrapoera 2.500 jiwa; Moco-moco sebanyak 9.000; Soengie Lammau 12.000; Soengi Jetam 4.000 jiwa; Silebar 6.000; Saloema 7.000; Manna 13.000; Cawor 5.000; Croe 10.000; Ampat Lawang 11.000; dan Redjang 10.000.

Penduduk dengan bilangan besar terdapat di Loehak Tanah Datar 80.000 jiwa; Agam sebanyak 80.000 jiwa; Sembilan Kota 20.000 jiwa; Lima Poeloeh Kota sebanyak 50.000 jiwa; Alaban 10.000; Lintau 4.000 jiwa; Tandjong Alam 15.000; Doeapoeloeh Kota sebanyak 100.000 jiwa; Batipoe 12.000; Doeabelas Kota 12.000; dan Toejoeh Laras 6.000.

Pasca Perang Padri (paling tidan hingga tahun 1880), arus perdagangan dari Bondjol bukan ke Loeboeksikaping (di utara), tetapi dari Bondjol ke selatan di Fort de Kock terus ke Padang atau ke Manindjau dan Loeboekbasoeng terus ke Tikoe. Sebaliknya, arus perdagangan dari Loeboeksikaping bukan ke Bondjol (di selatan), tetapi dari Loeboeksikaping ke utara di Panti, lalu ke Taloe dan seterusnya ke Air Bangis. Kotanopan, Rao, Taloe dan Air Bangis adalah jalur ekonomi utama. Dalam posisi ini, kedudukan (kampong) Loeboeksikaping masih sekunder. Loeboeksikaping mulai dikenal (populer) karena menjadi lokasi benteng Belanda terdekat ke pusat kekuatan Padri di Bondjol. Area dimana nama Panti berada adalah post perdagangan penting sejak era VOC.

Panti sebagai interchange perdagangan adalah nama baru. Nama lama Panti adalah Loender, Nama Loender sudah eksis sejak era VOC sebagai nama suatu tempat di Belanda. Nama Panti sebagai pengganti nama Loender juga adalah nama Belanda (bukan nama lokal). Besar dugaan pemilik post perdagangan di Panti adalah pemilik pos yang menggantikan pemilik post perdagangan yang lama. Sebagaima diketahui bahwa VOC pernah menempatkan Residen di Air Bangis antara tahun 1766 hingga tahun 1774. Loender adalah nama tempat yang sejaman dengan penempatan Residen VOC di Air Bangis.

Pada era Perang Padri post Loender dijaga oleh seorang sersan Belanda dengan 12 orang pribumi (lihat  Javasche courant, 16-03-1833). Post ini adalah post penghubung antara benteng Loeboek Sikaping dan benteng Rao. Pada saat ini benteng Loeboeksikaping dipimpin oleh Luitenant Engelbert van Bevervording yang membawahi 20 orang Madura. Komandan Luitenant Colonel Vermeulen Krieger di benteng Pisang (pos antara Paloepoeh dan Koempoelan). Pada bulan Januari 1833 Padri dianggap melanggar kesepakatan dan membunuh semua penjaga pos Belanda di Bondjol (Letnant Waulier dan 11 orang pasukan pribumi). Kesepakatan dilakukan pada bulan Oktober 1832.

Nama Panti kali pertama diketahui, paling tidak dibertitakan pada tahun 1862 (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 06-09-1862). Disebutkan jalur pengiriman kopi dari Pantai ke Air Bangis. Nama Panti semakin paten karena telah dijadikan nama pos jalan lalu lintas (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 26-03-1864). Bagaimana nama Panti menggantikan nama (district) Loender tidak begitu jelas. Nama Panti ini terkait dengan pembangunan jalan pos antara Padang dan Sibolga dengan cabang-cabangnya. Cabang jalan pada ruas antara Loeboeksikaping dan Rao akan dimulai dari Panti hingga ke Air Bangis. Nama Panti sebagai cabang jalan berada tidak jauh dari eks post militer Loender beberapa tahun yang lampau. Pada tahun 1833 lalu lintas dari Air Bangis belum melalui Panti tetapi dari Tjoebadak langsung ke Rao. Persimpangan ini diduga muncul pada era Perang Padri antara tahun 1833 dan tahun 1837. Pembukaan jalan di Panti atau Loender lebih dimaksudkan untuk efisiensi (lebih pendek ke Air Bangis dari jalan poros ruas Loeboeksikaping-Rao). Nama Panti ditemukan di beberapa tempat seperti di Toeban, Bali dan Kalimantan (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 22-05-1860). Nama Panti sebagai pengganti nama Loender lambat laun semakin terkenal sebagai simpang baru yang ramai. Nama Panti kemudian ditabalkan sebagai nama baru onderfadeeling Rao, Loeboeksikaping en Panti (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 03-01-1874). Lantas apakah nama Panti berasal dari nama kampong para pasukan pribumi yang menghuni post militer di Loender.

Keutamaan Panti sebagai interchange (post perdagangan) karena berada di persimpangan jalan poros tradisional (simpang empat dari dan ke empat perjuru angin) karena berada di lembah yang subur di District Rao. Nama Rao diduga sudah eksis dari jaman kuno (semasih era perdagangan emas, kamper dan kemenyan). Menurut catatan tahun 1839 (atau sebelumnya) district Rao memiliki 20 kampung besar dengan populasi 25.000 jiwa. Sementara (distrik) Bondjol sendiri yang terpisah jauh dari Rao hanya memiliki populasi 8.000 jiwa, Gambaran populasi ini mengindikasikan bahwa (distrik) Rao adalah tempat yang sangat berkembang (makmur) sejak jaman lampau. Tetangga Rao yakni district Mandailing pada tahun yang sama memiliki populasi 40.000 jiwa plus Loeboe 10.000 jiwa termasuk Batak (sementara district tetangga Mandailing di utara Angkola 10.000 jiawa dan dan timur Padang Lawas dengan penduduk 8.000 jiwa.

Rao diduga adalah adalah kota penghubung di jaman kuno antara sentra produksi emas di gunung Ophir (Talamau) dan gunung Malea (Mandailing). Nama-nama kuno di sekitar Rao (sejak era Budha-Hindu) antara lain (gunung) Malea, Pertibie, sungai Batang Angkola, sungai Baroemoen, sungai Batahan, sungai Pasaman, sungai Rokan dan sebagainya. Sungai Batang Angkola (era Radja Cola di India) adalah ruas jalur perdagangan (sungai) dari pertambangan emas di seputar gunung Malea ke (pelabuhan utama) Baros. Nama Taloe (Talamau) sebagai nama yang dipertukarkan dengan nama Ophir juga diduga adalah nama kuno.

Taloe dalam hal ini diduga adalah suatu nama tempat yang telah muncul sejak jaman kuno (sejaman dengan nama Pasaman dan Tikoe). Taloe adalah sentra poroduksi (emas) dan hasil-hasil hutan. Taloe di satu sisi terhubung ke pedalaman (Rao, Mandailing dan Padang Lawas) dan Taloe juga terhubung ke kota-kota pantai/pelabuhan di Pasaman, Tikoe dan Oedjoeng Gading. Tiga nama kota ini diduga adalah kota kuno yang sejaman dengan kota Batahan dan bahkan kota Baros. Antara kota Taloe dan kota Air Bangis terdapat kota Oedjoenggading.

Kota Oedjoenggading bukanlah kota baru tetapi kota lama, kota yang jauh lebih tua dari kota Air Bangis. Dalam peta-peta VOC yang lebih awal, nama sungai Batahan, sungai Sikarbou dan nama sungao Oedjoenggading sudah diidentifikasi. Dalam hal nama sungai Air Bangis di hilir adalah nama lain dari nama sungai Batang Sikarbou dan sungai Oedjoenggading. Lantas mengapa disebut Oedjoenggading. Besar dugaan Oedjoenggading adalah suatu pasar perdagangan era awal yang meneruskan produk dari pedalaman seperti emas, kamper, kemenyan, gading dan emas dan juga kota yang meneruskan produk industri dari manca negara (India, Persia, Mesir) ke pedalaman seperti garam, manik-manik, kain, benang, besi dan peralatan rumahtangga. Nama pasar Oedjoenggading diduga cara penduduk di pedalaman untuk mengidentifikasi dimana pasar tersebut menjadi ujung dari pengangkutan gading-gading terutama dari Rokan dan Padang Lawas. Dengan memperhatikan peta-peta awal juga terdapat jalur lalu lintas dari Mandailing via lembah sisi barat gunung Malintang (Roending) ke (pasar) Odjoenggading. Pasar Air Bangis dalam hal ini adalah pasar yang terbentuk kemudian (diduga sejaman dengan pasar Natal dan Pariaman).

Dalam hal ini, Taloe haruslah dianggap sebagai kota besar (di pedalaman setara kota Rao dan kota Npan) yang setara dengan kota pelabuhan Air Bangis. Kota Taloe adalah kota penting yang menjadi perebutan antara kekuatan Padri dengan Pemerintah Hindia Belanda. Di kota Taloe pada tahun 1836 terjadi pertempuran yang hebat antara pasukan Padri dan militer Pemerintah Hindia Belanda. Banyak perwira Pemerintah Hindia Belanda (Belanda dan pribumi) yang tewas dalam pertempuran Taloe,

Mengapa Taloe begitu penting. Taloe adalah sentra produksi beras di daerah pegunungan. Sebanga sentra beras, pemimpin Padri diduga menjadikan Taloe sebagai lumbung beras sebaga lumbung cadangan dalam Perang Padri. Oleh karena itu pasukan Padri menjaganya agar tidak direbut Belanda. Sebaliknya, legitimasi Pemerintah Hindia Belanda untuk merebut Taloe diduga karena radja-radja di district Ophir telah menjalin kerjasama dengan Pemerintah Hindia Belanda. Atas dasar ini militer Belanda berusaha merebut Taloe (district Ophir) karena selain sentra ekonomi juga karena posisi GPS Taloe yang dekat dengan pusat Padri (district Bondjol). Militer Belanda merebut Taloe dimaksudkan dalam rangka mendekatkan tujuan ke TKP (benteng Bondjol).

Asal-usul inilah yang menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Taloe sebagai kota penting yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Awalnya menempatkan pasukan militer dengan membangun garnisun militer lalu diikuti dengan penempatan pejabat sipil (Controleur). Taloe menjadi ibu kota distrik-distrik yang berada di Ophir Districten (distrik lainnya adalah District Air Bangis dan District Rao). Sementara itu, Loeboeksikaping hanya sebuah kampong (nagari) di dalam District Rao. Mantri polisi (hulpmantrie) pertama di Taloe adalah Mohamad Saleh gelar Soetan Indra.

Pada tahun 1899 Mohamad Saleh dipromosikan menjadi mantri kelas-3 yang akan ditempatkan di Air Bangis (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 09-05-1899). Sebagai pengganti Mohamad Saleh di Taloe diangkat sebagai mantri kelas-1 Mas Wahab alias Pontjo Doeria (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 02-09-1899). Sementara sebelumnya sebagai Adjunct Inl. Officier di Taloe ditempatkan Soetan Mohamad Djamil gelar Soetan Pesisir Alamsjah (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 05-08-1899). Dalam hal ini Mohamad Saleh dan Mohamad Djamil seakan tukar tempat (putra gunung ke pantai, putra pantai ke gunung). Pertukaran ini wujud dari promosi jabatan mereka masing-masing.

Peningkatan pangkat mantri di Taloe (dari kelas-3 menjadi kelas-1) lebih-lebih dengan ditambahkannya Adjunct Officier (penulis) mengindikasikan status pengadilan (landraad) di Taloe telah ditingkatkan. Untuk menjaga perkembangan sosial berlangsung kondusif seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Taloe dibutuhkan aturan dan penegakan hukum.

Mantri polisi adalah semacam petugas hukum yang menjaga ketertiban dan keamanan yang memiliki fungsi kepolisian dan fungsi penuntutan (djaksa). Adanya manri polisi menunjukkan adanya pengadilan untuk pribumi (landraad) yang mana sebagai pembina adalah pejabat Belanda (Controleur atau Asisten Residen). Sejak kapan ditempatkannya Controleur di Ophir Districten paling tidak sudah diketahui tahun 1846 (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 30-10-1846). Disebutkan Kaptein infantri JHC Schultze akan mengakhiri jabatan sebagai fungsi Controleur di Ophir Districten. Ibu kota District Ophir kala itu berada di Parit Batoe (tempat dimana benteng Belanda berada). Asisten Residen dari afdeeling (Air Bangis en Rao) berkedudukan di kota Air Bangis. Kota Parit Batoe berada di District Pasaman (salah satu distrik di Ophir Dstricten). Pada tahun 1855 untuk menggantikan Controleur OD sebelumnya (AF In’tveld) adalah  S Locker de Bruine (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-01-1855). Pada tahun 1857 Asisten Residen Air Bangis en Rao yang baru adalah LB van Polanen Patel (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-10-1857). Bersamaan dengan Asisten Residen yang baru ini Controleur S Locker de Bruine ke afdeeling District Batipoe en X Kota dan sebagai penggantinya adalah L van de Poll. Lalu Controleur selanjutnya adalah FAL Kroesen (lihat Padangsch nieuws- en advertentie-blad, 14-07-1860). Dalam perkembangannya ibu kota dipindahkan dari Parit Batoe ke Talioe. Demikian juga tempat kedudukan Asisten Residen Air Bangis en Rao telah dipindahkan dari Air Bangis ke Loeboeksikaping. Pada tahun 1899 Asisten Residen Sibolga CFR Ockerse akan menggantikan Asisten Residen Loeboeksikaping (yang akan cuti dua tahun ke Eropa). Untuk sementara Controleur di Taloe HY Damste merangkap tugas-tugas Asisten Residen (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 29-11-1899). Peta 1850

Pada tahun 1900 di Taloe untuk kali pertama ditempatkan seorang Vacinateur (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 03-02-1900). Ini menunjukkan bahwa populasi Ophir Districten mulai dilindungi dari penyakit. Penduduk harus sehat dan produktif. Selain Mohamad Saleh, satu putra Taloe yang berkedudukan penting adalah Si Aboe Ali gelar Datoe Amat sebagai Penghoeloe Pasar II di (kota) Air Bangis (lihat  Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 09-06-1900). Satu putra Taloe juga diangkat sebagai hulpmantri di Taloe Kaharoeddin gelar Radja Gendam (lihat  Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 27-02-1900). Kaharoeddin gelar Radja Gendam di Taloe kemudian ditunjuk merangkap sebagai kofieinkooppakhuis (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-12-1900). Taloe terus tumbuh dan berkembang.

Ophir Districtenn khususnya di Taloe mengindikasikan perkembangan pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sosial berlangsung simultan. Putra-putra daerah Taloe telah mengambil peran yang signifikan. Pusat pemerintahan Afdeeling telah berpindah dari Air Bangis ke Loeboeksikaping, tetapi posisi strategis Taloe terus menemukan jalan menuju kemakmuran.

Pada tahun 1914 Djaksa di Taloe, Alamsah gelar Radja Djambi pensiun. Sebagai penggantinya adalah Mohamad Saleh gelar Datoe Radja Antasa (sebelumnya adjuct-djaksa di Landraad Padang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 02-05-1914).

Apakah nama Mohamad Saleh gelar Soetan Indra yang pada tahun 1899 sebagai hulpmantri di Taloe adalah orang yang sama dengan Mohamad Saleh gelar Datoe Radja Antasa yang tahun 1814 menjadi Djaksa di Taloe. Apakah telah terjadi perubahan gelar. Semua itu tergantung stambuk yang dimiliki. Nama Mohamad Saleh nama yang umum digunakan di pantai barat Sumatra. Untuk sekadar tambahan: Pada tahun 1914, Djamin Harahap (ayah Amir Sjarifoeddin) diangkat sebagai Adj-hoofddjaksa di Tanjoeng Poera (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-05-1914). Lalu kemudian pada tahun 1915 Djamin Baginda Soripada dipindahkan ke Sibolga sebagai Hoofddjaksa.

Pada tahun 1916 Dr Achmad Saleh ditempatkan di Taloe sebagai dokter pemerintah di District Taloe en Tjoebadak. Sebelumnya dokter di Taloe adalah Dr JF Tumbelaka (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-03-1916). Dr JF Tumbelaka dipindahkan ke Fort van der Capellen, sedangkan Dr Achmad Saleh sebelumnya bertugas di Padang. Setelah tiga tahun di Taloe, Dr Achmad Saleh tukar tempat dengan Dr Raden Koesoema Soadjana (lihat De Preanger-bode, 28-10-1919). Dr Achmad Saleh dipindahkan ke Weltevreden (tempat dimana sebelumnya Dr Raden Koesoema Soadjana).

Achmad Saleh memulai pendidikan kedokteran di Docter Djawa School (yang berbah nama menjadi STOVIA) di Batavia tahun 1905. Achmad Saleh lulus di STOVIA tahun 1915 (Bataviaasch nieuwsblad, 13-02-1915). Untuk sementara Achmad Saleh ditempatkan di Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (Rumah Sakit di Batavia). Achmad Saleh sedang dipersiapkan untuk menempati tugas baru di Padang (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-02-1915). Taloe adalah kampung halaman Achmad Saleh, ayah Achmad Saleh berasal dari Taloe. Saat Dr. Achmad Saleh di Taloe, adiknya Oesman Saleh diterima di STOVIA.

Anak Achmad Saleh ada lima orang. Anak Achmad Saleh yang pertama adalah Chaeroel Saleh. Di dalam berbagai literatur, Chaeroel Saleh disebut lahir di Sawahloento tanggal 13 September 1916. Ini mungkin sedikit membingungkan, karena kenyataannya Dr. Achmad Saleh tidak pernah bertugas di Sawahloento. Besar dugaan Dr, Achmad Saleh membawa istrinya jelang melahirkan ke Sawah Loento, karena di Sawah Loento terdapat rumah sakit yang bagus (bahkan saat itu rumah sakit Sawahloento lebih baik dari rumah sakit di Padang).  Kelak Chaeroel Saleh dikenal sebagai tokoh penting. Chaeroel Saleh, Adam Malik dan lainnya menculik Soekarno dan Mohammad Hatta jelang proklamasi kemerdekaan RI. Chaeroel Saleh (dari Taloe) dan Adam Malik (dari Kotanopan) sangat dekat satu sama lain.

Jauh sebelum dokter-dokter ini bertugas di Taloe sudah ada dokter-dokter pribumi yang ditempatkan pemerintah. Salah satu dokter tersebut adalah Dr. Radja Dorie Lubis (lihat lhamfadli.blogspot.com dan foto). Disebutkan dokter Dorie dikirim ke Air Bangis tahun 1882  untuk memberantas epidemik penyakit kolera. Dokter Dorie sendiri adalah siswa-siswa asal Mandailing dan Angkola yang diterima di Dicter Djawa School, Batavia. Dua siswa pertama diterima pada tahun 1854 (Si Asta dan Si Angan). Sedang Si Dorie bersama Si Napang diterima di Docter Djawa School pada tahun 1856. Si Dorie dan Si Napang setelah lulus kuliah Si Dorie pulang kampong untuk membantu Dr. Asta, sementara Si Napang dikirim ke daerah lain.

Pada akhir era kolonial Belanda, posisi Taloe menjadi sangat penting di Afdeeling Agam (ibu kota Fort de Kock). Pusat pemerintahan yang kedua di Afdeeling Agam berada di Taloe. Pada tahun 1941, dari empat onderafdeeling yang ada, Onderafdeeling Ophir lebih penting dari tuga onderafdeeling lainnya. Di Onderafdeeling Manindjau hanya seorang pejabat yang ditempatkan di Manindjau, yakni Controleur (SH Pruys), sementara di onderafdeeling Loeboeksikaping juga hanya satu pejabat yang ditempatkan di Loeboeksikaping, sebagai pelaksana Controleur (Mr AW Kooyman).

Sedangkan di onderfadeeling Ophir di Taloe (Dr J Eisenberger) dan juga seorang wakil Controleur (ditempatkan Controleur (Dr SL van der Wal). Di Taloe juga ditempatkan seorang polisi berpangkat inspektur (Raden Djojodirjo). Untuk onderafdeeling Oud Agam langsung dipimpin oleh Asisten Residen dan staf.

Taloe menjadi ibu kota Ondearafdeeling Ophir. Onderafdeeling Ophir berawal dari permulaan pembentukan Pemerintahan Hindia Belanda di pantai barat Sumatra pada tahun 1826 yang mana dua district pertama adalah District Air Bangis dan District Ophir Districten )ibu kota di Air Bangis). District Rao kemudian dibentuk. Tiga district ini kemudian dijadikan satu nama afdeeling dengan nama Afdeeling Air Bangis en Ophir Districten. Dalam perkembangannya nama afdeeling diubah menjadi Afdeeling Air Bangis en Rao. Lalu kemudian menjadi Afdeeling Loeboeksikaping en Ophir. Ketika dibentuk Afdeeling Agam, afdeeling dipecah menjadi dua onderafdeeling, yakni: onderafdeeling Ophir dan onderafdeeling Loeboeksikaping. Onderafdeeling Ophir )ibu kota di Taloe) dibagi ke dalam dua district yakni: District Air Bangis dan District Talamau. Selama era kolonial Belanda, semua bermula di Air Bangis, dan semua berakhir di Taloe.

Di daerah distrik Taloe en Tjoebadak (Pasaman) terdapat cukup banyak etnik Mandailing. Berdasarkan SP 2010, secara nasional, populasi etnik Mandailing berjumlah 1.746,893 jiwa. Sebanyak 521.150 jiwa berada di luar Provinsi Sumatera Utara. Populasi terbanyak etnik Mandailing di luar Sumatra Utara terdapat di Provinsi Sumatera Barat yakni sebanyak 168.283 jiwa. Di Kabupaten Pasaman terdapat sebanyak  52.418 jiwa dan di Kabupaten Pasaman Barat sebanyak 104.652 jiwa. Dua kabupaten ini berbatasan langsung dengan kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatra Utara. Persentase populasi etnik Mandailing di Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat sebesar 93.34 persen dari seluruh etnik Mandailing di Provinsi Sumatra Barat.

Era Republik Indonesia dan Basjrah Loebis: Ibu Kota Pasaman Dipindahkan dari Talu ke Lubuk Sikaping

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

3 komentar:

  1. Assalamu'alaikum pak. Mantap pak.

    BalasHapus
  2. menurut tulisan yg paling lama (tambo radja radja mandailing).. regent radja gadoembang dimasukkan ke marga nasoetion

    BalasHapus