Kamis, 17 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (477): Pahlawan Indonesia-Abdoel Rivai Docter Djawa Studi Kedokteran di Belanda;Naturalisasi Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia nama Abdoel Rivai sering disebut. Abdoel Rivai memulai pendidikan di sekolah Docter Djawa School di Batavia yang kemudian aktif dalam bidang jurnalistik. Abdoel Rivai melanjutkan studi kedokteran di Belanda. Sebelum kembali ke tanah air, Abdoel Rivai termasuk salah satu yang dinaturalisasi menjadi warga negara Belanda. Tokoh lainnya juga termasuk [Hadji] Agoes Salim.

Abdoel Rivai (13 Agustus 1871 – 16 Oktober 1937) adalah dokter dan wartawan, orang Indonesia pertama yang menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dari luar negeri (Eropa), juga pribumi Indonesia pertama meraih gelar doktor. Rivai dianugerahi gelar sebagai Perintis Pers Indonesia pada tahun 1974 oleh Pemerintah Indonesia. Abdoel Rivai lahir dari pasangan Abdul Karim dan Siti Kemala Ria. Ayahnya bekerja sebagai guru. Pada tahun 1886, dia diterima bersekolah di STOVIA dan pada tahun 1894 ditugaskan menjadi dokter di Medan. Tahun 1899, Rivai melanjutkan pendidikan ke Belanda. Rivai merupakan orang Hindia pertama yang bersekolah kedokteran di Belanda, dan berhasil menyelesaikan pendidikan kedokterannya pada tahun 1907. Ia kemudian melanjutkan studi doktoralnya di Universitas Gent, Belgia dan lulus pada 23 Juli 1908. Pada awal abad ke-20 Rivai terlibat perdebatan dengan A.A Fokker, pejabat Belanda yang mengklaim lebih fasih berbahasa Melayu ketimbang orang Melayu sendiri. Akibat kegemilangannya dalam berdebat, Rivai diperbolehkan sekolah di Utrecht. Pada tahun 1900 Rivai memprakarsai surat kabar Pewarta Wolanda. Kendati terbit dari Amsterdam, bersama Henri Constant Claude Clockener Brousson, Rivai menerbitkan Bendera Wolanda pada 15 April 1901. Juga bersama Brousson, ia mendirikan usaha penerbitan Bintang Hindia pada Juli 1902. Selanjutnya, Rivai memutuskan untuk keluar dari Bintang Hindia pada tahun 1907, hingga akhirnya Bintang Hindia ahun 1910 berakhir. Setibanya dari Belanda tahun 1911, Rivai turut mendukung pembentukan Indische Partij (IP) di Sumatra. Tahun 1913 IP dibubarkan dimana mantan aktivisnya kemudian mendirikan Insulinde. Pada tahun 1918, ia diangkat anggota Volksraad mewakili Insulinde. Ia kemudian menetap di Jakarta, sebagai pembantu utama surat kabar Bintang Timur. Sementara itu surat kabar Pewarta Deli, Medan menyebutnya Sebagai "Bapak dalam golongan Jurnalistik". (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Abdoel Rivai? Seperti disebut di atas, nama Abdoel Rivai sudah sering disebut sejak doeloe dan narasi sejarahnya terbilang sudah cukup lengkap ditulis. Namun tentu saja masih perlu ditulis ulang karena ditemukan babnyak data baru yang tidak terdapat dalam narasi lama. Lalu bagaimana sejarah Abdoel Rivai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (476): Pahlawan Indonesia - Penemuan Pedalaman Sulawesi; Suku Makki dan Toradja di Jantung Celebes

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Penemuan pedalaman Sulawesi tidak sesulit penemuan pedalaman Sumatra dan Kalimantan. Penemuan pedalaman Sulawesi mirip penemuan pedalaman Jawa. Perbedaannya adalah kurun waktu dan tingkat peradaban (perkembangan penduduk) penduduk di pedalaman pada masa penemuan. Namun situs kuno yang terdapat di pedalaman Sulawesi sudah terbilang sangat tua seperti menhir.

Sulawesi dahulu dikenal sebagai Celebes adalah sebuah pulau di Indonesia. Sulawesi merupakan salah satu dari empat Kepulauan Sunda Besar. Bentang alam di Sulawesi mencakup empat semenanjung, yakni Semenanjung Utara, Semenanjung Timur, Semenanjung Selatan, dan Semenanjung Tenggara. Ada tiga teluk yang memisahkan semenanjung-semenanjung ini, yaitu Teluk Tomini (Teluk Gorontalo) yang membentang di wilayah perairan selatan dari Semenanjung Minahasa, Semenanjung Gorontalo, dan Semenanjung Tomini (Tomini Bocht), Teluk Tolo di antara Semenanjung Timur dan Tenggara, dan Teluk Bone di antara Semenanjung Selatan dan Tenggara. Sulawesi juga terletak di antara pertemuan tiga lempeng, yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan Sulawesi memiliki struktur tektonik yang sangat kompleks. Nama Sulawesi diperkirakan berasal dari kata dalam bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah yaitu kata sula yang berarti nusa (pulau) dan kata mesi yang berarti besi (logam), yang mungkin merujuk pada praktik perdagangan bijih besi hasil produksi tambang-tambang yang terdapat di sekitar Danau Matano, dekat Sorowako, Luwu Timur. Sedangkan bangsa/orang-orang Portugis yang datang sekitar abad 14–15 masehi adalah bangsa asing pertama yang menggunakan nama Celebes untuk menyebut pulau Sulawesi secara keseluruhan. Pulau ini terbentuk melalui lekukan tepi laut dalam yang mengelilinginya hingga wilayah pedalaman berupa pegunungan yang tinggi dan sebagian besar nonvulkanik. Gunung berapi aktif ditemukan di Semenanjung Minahasa yang berada di sisi timur dari Semenanjung Utara Sulawesi dan terus membentang ke utara menuju Kepulauan Sangihe. Daerah ini merupakan tempat bagi beberapa gunung berapi aktif seperti Gunung Lokon, Gunung Awu, Soputan, dan Karangetang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah penemuan wilayah pedalaman Sulawesi? Seperti disebut di atas, wilayah pedalaman Sulawesi meski sudah diketahui sejak jaman kuno karena jarak yang dekat antar pantai, namun bagaimana situasi dan kondisi di pedalaman tidak pernah diketahui. Tidak ada ekspedisi khusus yang dilakukan untuk mencapai pedalaman hanya berdasarkan laporan individu yang pernah ke pedalaman. Lalu bagaimana sejarah penemuan wilayah pedalaman pulau Sulawesi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.