Senin, 04 Juli 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (692): Serawak Bahasa Inggris, di Sabah Bahasa Melayu; Bagaimana Cara Hormati Bahasa Dayak?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti artikel sebelumnya, lain negara lain pula pilihan bahasanya. Di negara (bagian) Serawak diadopsi bahasa Inggris sebagai bahasa resmi negara bersama bahasa Melayu. Lain pula di Sabah bahwa resmi adalah bahasa Melayu dan sangat luas digunakan. Sementara bahasa resmi federasi Malaysia adalah bahasa Melayu. Bagaimana bahasa resmi Inggris di Serawak. Sebagai perbandingan di Brunai bahasa resmi adalah bahasa Melayu tetapi penggunaan bahasa Inggris sangat meluas. Hanya sepertiga warga Brunai menggunakan bahasa Melayu dalam sehari-hari.

Sarawak, populer dengan julukan Bumi Kenyalang merupakan sebuah negara berdaulat yang merdeka pada 22 Juli 1963, dan secara de jure juga termasuk sebagai salah satu negara bagian (sekarang merupakan negara konstituen) di Malaysia. Negara bagian ini memiliki otonomi dalam pemerintahan, imigrasi, dan yudisier yang berbeda dari negara-negara bagian di Semenanjung Malaysia. Sarawak terletak di Barat Laut Borneo dan berbatasan dengan Negara Bagian Sabah di Timur Laut, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Kalimantan Utara di bagian Selatan, juga berpapasan dengan Brunei di Timur Laut. Wilayah Serawak dikenal karena keberagaman suku bangsa, budaya, dan bahasa. Kepala negara bagiannya adalah Gubernur, yang sekarang dikenal sebagai Yang di-Pertua Negeri, sementara kepala pemerintahannya adalah Ketua Menteri. Sistem pemerintahannya mengikuti sistem Kesatuan. Wilayah ini terbagi dalam distrik dan divisi administratif. Inggris dan Melayu adalah dua bahasa resmi di negara bagian tersebut. Menurut sensus Malaysia 2015, populasi Sarawak berjumlah 2,636,000. Sarawak memiliki lebih dari 40 kelompok sub-etnis, yang masing-masing memiliki bahasa, budaya dan gaya hidup khasnya sendiri. Kota-kota besar umumnya ditinggali oleh Melayu, Melanaus, Tionghoa, dan sejumlah kecil Iban dan Bidayuh Komposisi penduduk: Iban 30%; Melayu 24.4%; Cina 24.2%; Bidayuh 8.4%; Melanau 6.7%; Orang Ulu 5.4% dan lainnya. Istilah Dayak umumnya digunakan untuk merujuk kepada suku Iban dan Bidayuh. Istilah tersebut sering kali digunakan dalam konteks nasionalistik. Pada 2015, pemerintah federal Malaysia mengakui penggunaan istilah tersebut pada bentuk-bentuk resmi. Inggris adalah bahasa tunggal resmi Sarawak dari 1963 sampai 1974 karena ketua menteri pertama Sarawak Stephen Kalong Ningkan menentang penggunaan bahasa Melayu di Sarawak. Pada 1974, ketua menteri baru Abdul Rahman Ya'kub mengadopsi bahasa Melayu dan Inggris sebagai dua bahasa resmi Sarawak. Ia juga mengubah bahasa pengantar pelajaran di sekolah-sekokah dari Inggris ke Melayu. Saat ini, Inggris digunakan dalam pengadilan, majelis legislatif, dan agensi-agensi pemerintahan tertentu di Sarawak. Pada 18 November 2015, Ketua Menteri Sarawak Adenan Satem mengumumkan adopsi bahasa Inggris sebagai bahasa resmi Sarawak, bersama dengan Melayu. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa resmi di Serawak dan di Sabah? Seperti disebut di atas, di Serawak bahasa Inggris juga diadopsi sebagai bahasa resmi, sementara di Sabah bahasa resmi adalah bahasa Melayu. Bagaimana dengan bahasa Dayak? Lalu bagaimana sejarah bahasa resmi di Serawak dan di Sabah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (691): Bahasa Inggris Bahasa Resmi di Brunai? Ada Apa Bahasa Melayu? Bagaimana Sabah-Serawak

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Lain lubuk lain belakang, lain negara lain pula soal bahasa. Bahasa resmi di Brunai adalah bahasa Melayu. Hal ini karena populasu Brunai sebanyak 65 persen adalah Melayu. Namun penggunaan bahasa Inggris sangat meluas di Brunai, bahkan dalam pendidikan digunakan bahasa Inggris. Sekitar 95 persen warga Brunai mampu berbahasa Inggris. Celakanya, meski bahasa Melayu sebagai bahasa resmi, hanya separuh warga negara Brunai yang bercakap dalam bahasa Melayu di rumah. Apakah ini suatu ironi?

Brunei terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan; 97% dari jumlah penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira 10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung-gunung. Jumlah penduduk Brunei 470.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang 80.000 orang tinggal di ibu kota Bandar Seri Begawan. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan minyak, dan Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini. Kira-kira dua pertiga jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang Cina (Han) yang menyusun lebih kurang 10% jumlah penduduknya. Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Cina, bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas dan hampir 95% fasih dengan Bahasa Inggris, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warganegara Britania dan Australia. Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama negara itu. Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Buddha (terutamanya oleh orang Tiong Hoa), agama Kristen, serta agama-agama orang asli (dalam komunitas-komunitas yang teramat kecil). Budaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia dan Indonesia. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Inggris diduganakan secara luas di Brunai? Seperti disebut di atas, bahasa resmi di Brunai adalah bahasa Melayu, tetapi bahasa Inggris digunakan secara meluas. Apakah ini suatu ironi? Lalu bagaimana sejarah bahasa Inggris diduganakan secara luas di Brunai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.