Jumat, 21 Desember 2018

Sejarah Kota Ambon (4): JH Wattimena, Orang Ambon Pertama Studi ke Belanda, 1881; Kweekschool Ambon Didirikan 1874


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini

JH Wattimena adalah guru pertama dari Ambon yang melanjutkan studi ke Belanda. JH Wattimena lulus sekolah guru dan mendapat akte guru di Amsterdam tahun 1884. Tahun itu juga JH Wattimena kembali ke tanah air. JH Wattimena kemudian ditempatkan menjadi guru di sekolah guru (kweekschool) di Ambon. JH Wattimena dalam hal ini adalah guru kedua dari Hindia Belanda yang menyelesaikan studi guru di Belanda dan kembali ke tanah air.

JH Wattimena (belum menemukan foto/lukisan)
Pada tahun 1874 di Ambon didirikan sekolah guru (kweekschool) negeri. Pada tahun 1878 diberitakan JH Wattimena telah diangkat pemerintah sebagai guru di Allang (lihat Bataviaasch handelsblad, 08-08-1878). Besar dugaan JH Wattimena adalah alumni pertama Kwekschool Ambon. Setelah beberapa tahun mengajar di Allang, pada tahun 1881 JH Wattimena diberitakan berangkat studi ke Belanda.

Riwayat JH Wattimena sangat istimewa dalam Sejarah Ambon. Namun nama JH Wattimena nyaris terlupakan. Padahal JH Wattimena adalah seorang pionir di Ambon untuk studi ke Belanda. Lantas bagaimana asal-usul mengapa JH Wattimean studi ke Belanda. Jawaban pertanyaan ini akan sendirinya menjelaskan bagaimana awal mula pendidikan bagi pribumi di Hindia. Semangat JH Wattimena ini tentu saja menarik untuk diperhatikan. Sebab kiprah JH Wattimena dapat dianggap sebagai bagian dari modernisasi pendidikan di Ambon khususnya dan Maluku umumnya. Untuk itu, mari kita telusuri.  

Pendidikan di Maluku

Pendidikan di Maluku terbilang awal di Hindia Timur. Itu dimulai sejak era Portugis, sekitar tahun 1565. Orang-orang Portugis mengintroduksi pendidikan di Maluku dengan menggunakan akasara Latin dalam bahasa Melayu. Pada tahun 1615 VOC/Belanda melanjutkannya (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-11-1870). Pada tahun 1627 di Ambon terdapat 46 buah sekolah, yang mana bahasa Belanda diajarkan. Saat itu muncul keputusan Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen bahwa ‘setiap anak yang rajin datang di sekolah akan diberikan satu pon beras sehari, sebagai konpensasi terhadap orang tua mereka untuk mengantarkan ke sekolah akibat hilangnya waktu kerja’ (lihat Bataviaasch handelsblad, 03-12-1879). Namun bagaimana wujudnya dan hasilnya serta bagaimana pendidikan diselenggarakan tidak dijelaskan hingga munculnya seorang guru muda yang dikirim oleh misionaris di Belanda. Guru muda tersebut adalah BNJ Roskott.

BNJ Roskott lulus di Stads Instituut, sekolah tiga tahun di Leerdam, Haarlem dibawah direktur J Voormolen pada tanggal  15 Juni 1831 (Opregte Haarlemsche Courant, 13-07-1830). Pada tanggal 7 Desember 1834 BNJ Roskott tiba di Batavia dengan kapal De Jonge Jan dari Rotterdam pada tanggal 28 Juli (Javasche courant, 10-12-1834). Pada rapat Buitengewone en Algemeene Vergadering van het Nederlandsche Zendeling-Genootschap tanggal 21 Juli di Rotterdam, Roskott dianggap telah berhasil mengelola sekolah guru (kweekschool) di Ambon (Algemeen Handelsblad, 24-07-1843). LJ an Rijn yang pernah berkunjung ke Hindia menyebut sekolah guru di Ambon cukup memuaskan (Leeuwarder courant, 23-11-1847). Hampir semua guru sekolah di Ambon adalah lulusan sekolag guru Ambon yang dipimpin oleh Roskott. Pemerintah mengangkat Roskott sebagai pengawas sekolah di Ambon yang juga mencakup Haroekoe dan Saparoea (Rotterdamsche courant, 23-07-1853).

Pendidikan di Maluku sejak era Portugis tampaknya mengalami pasang surut. Antara ada dan tiada. Antara gunanya pendidikan bagi penduduk dan penduduk yang dieksploitasi untuk tujuan perdagangan (kepentingan kolonial). Kehadiran BNJ Roskott di Ambon memang telah mengubah segalanya dan mulai memusat di Ambon. Namun, NBJ Roskott sebagai bagian dari misi (Nederlandsch Zendeling Genootschap/NZG) pendidikan bagi pribumi mengalami reduksi (hanya terbatas untuk kepentingan misi). Meski demikian, kehadiran NBJ Roskott di Ambon telah menaikkan level pendidikan ke tingkat (tahapan) yang lebih tinggi. Akan tetapi persoalan baru muncul ketika Pemerintah Hindia Belanda mulai menyelenggarakan pendidikan bagi pribumi di sejumlah tempat di Hindia Belanda.

Di tempat lain, yang jauh dari Ambon (di luar misiononaris di Ambon) pemerintah menyelenggarakan pendidikan bagi pribumi berdasarkan Keputusan Raja, tanggal 30 September 1848. Sebelumnya sudah ada guru-guru swasta dari Belanda. Guru-guru yang didatangkan pemerintah juga dari Belanda, selain guru juga termasuk kepala sekolah dan siswa-siswa dari Belanda. Sementara untuk lebih memperbanyak guru di Soerakarta pada tahun 1851 didirikan sekolah guru (kweekschool) yang dipimpin oleh Dr. Palmer van den Broek.  untu penyelenggaraan sekolah dasar. Jumlah tenaga yang didatangkan dari Belanda pada tahun 1854 sudah mencapai 102 orang yang terdiri dari 57 guru dan 16 kepala sekolah plus 29 siswa sekolah guru di Belanda. Jumlah ini terus meningkat pada tahun 1855 yang mana guru menjadi 60 orang dan kepala sekolah 30 orang (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 21-11-1856). Ada indikasi dengan meningkatnya jumlah guru, jumlah siswa Belanda yang diperbantukan dikurangi. Guru-guru dari Belanda ini disebar di sejumlah tempat termasuk din luar Jawa seperti Kalimantan, Palembang, Padangsch dan Mandailing en Angkola. Pada tahun 1856 atas saran Buddingh, Asisten Residen JAW van Ophuijsen di Fort de Kock mendirikan sekolah guru (kweekschool). Penyelenggaraan sekolah dasar sudah dilakukan sejak 1846 oleh Residen Steimez di Residentie Padangsch Bovenlanden. Dengan demikian pada tahun 1856 sudah terdapat dua sekolah guru negeri dan satu sekolah guru yang dikelola misionaris di Ambon (dengan kepala sekolah Roskott).

Pada tahun 1864 sekolah guru misionaris di Ambon harus ditutup (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-11-1870). Banyak faktor penyebabnya. Pemerintah berupaya untuk mengambil alih pendidikan pribumi yang selama ini ditangani oleh misi yang dipimpin NBJ Roskott karena levelnya yang rendah jika dibandingkan dengan yang diselenggarakan pemerintah (di tempat lain di luar Ambon). Faktor lainnya, beban yang harus ditanggung misionaris tidak sepadan dengan yang dibutuhkan, banyaknya guru yang tidak mendapat gaji (sementara guru-guru pemerintah mendapat gaji) menjadi kurang bersemangat yang pada gilirannya siswa dan orangtua merasa tidak puas. Tentu saja karena penduduk Residentie Ambon (Ambon, Haroekoe, Saparoea) juga banyak yang beragama Islam.

Pemerintah dan gereja (misi) dibedakan dan berbeda tujuan. Pemerintah Hindia Belanda tidak membeda-bedakan apapun bagi penduduk, termasuk pendidikan. Islam, Kristen dan pagan sama pentingnya bagi pemerintah. Yang diutamakan pemerintah adalah siapa yang mau membangun jalan dan jembatan apapun keyakinannya. Perbedaan dua misi ini (Pemerintah vs NZG) telah membuka perhatian bahwa pendidikan di Ambon tidak berbeda jauh jika dibandingkan dua ratus tahun sebelumnya. Diskusi dan polemik juga muncul diantara orang-orang Eropa/Belanda di Hindia Belanda.

Kweekschool Ambon, 1874

Setelah 30 tahun sekolah guru di Ambon yang dipimpin NBJ Roskott mau tak mau harus ditutup tahun 1864. Persoalannya bukan terletak pada semangat belajar anak-anak di Ambon, melainkan sistem pendidikan yang diterapkan. Sistem yang diterapkan tidak sejalan dengan standar minimal pengelolaan pendidikan. Meski sekolah-sekolah di Ambon sudah lama ada, tetapi kenyataannya, jika tidak ingin dikatakan tidak ada artinya, tidak dapat diperbandingkan dengan sekolah-sekolah yang belum lama diselenggarakan pemerintah di beberapa tempat.

Pada tahun 1851 pemerintah tidak hanya mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Soeracarta (yang dipimpin oleh Dr. Palmer van den Broek juga didirkan sekolah kedokteran di Batavia. Lalusan sekolah dasar pemerintah, setelah melalui seleksi dapat diterima di sekolah guru Kweekschool Soerocarta dan sekolah kedokteran di Batavia (kemudian dikenal sebagai Docter Djawa School). Pada tahun 1854 dua siswa dari Afdeeling Mandailing en Angkola di Residentie Tapanoeli diterima di Docter Djawa School, padahal baru tahun 1851 sekolah dasar pemerintah di Mandailing en Angkola didirikan. Dua siswa dari Mandailing en Angkola yang bernama Si Asta dan Si Angan ini adalah siswa-siswa pertama yang diterima di Docter Djawa School yang berasal dari luar Jawa. Gambaran ini mengindikasikan bahwa lulusan sekolah dasar di Ambon tidak memiliki kualifikasi di Docter Djawa School.

Sejak sekolah guru NBJ Roskott telah ditutup ternyata tidak otomatis pendidikan langsung diambil alih pemerintah. Pemerintah tampaknya kebingungan sendiri. Di Residentie Ambon, bukan satu, dua buah sekolah, tetapi malahan jumlahnya sudah ratusan dan siswanya ribuan. Meski sudah tersedia infrastruktur dasar (sekolah-sekolah), persoalannya adalah sarana yang kurang memadai dan kualifikasi (kompetensi) guru yang tidak sesuai untuk standar pemerintah.

Pada awal penyelenggaraan sekolah guru pemerintah sudah mulai terbit buku-buku pelajaran. Selain buku pelajaran membaca, pada tahun 1852 terbit buku dalam aksara Jawa. Masih pada tahun ini juga terbit buku berjudul ‘Kitab Malajoe akan mengadjar permoelaƤn deripada ilmoe hitongan’ dan  buku berjudul ‘Kitab akan mengadjar permoelaƤn dari ilmoe boemi’. Pada tahun 1854 terbit buku berjudul ‘Kitab Akan dibatja anak-anak di skola Djawa’ karangan Elisa Netscher. Pada tahun ini juga terbit buku berjudul ‘Perladjarannja toekang hoekoer tanah dan Kitab goena pada segala orang jang soeka adjar batja’. Dan sebagainya.

Situasi dan kondisi di Ambon, jelas itu sulit bagi pemerintah karena harus mangangkat dan menggaji guru yang sangat banyak di (residentie) Ambon. Belum lagi pengadaan buku dan ATK yang tentu saja harus dihitung sebagai biaya. Akibatnya pendidikan di Ambon terabaikan. Boleh jadi levelnya sekarang telah berada di bawah era NBJ Roskott. Pendidikan di Ambon menjadi sebuah dilema.

Untuk sekadar perbandingan lainnya. Di Residentie Tapanoeli belumlah banyak sekolah seperti di Residentie Ambon (termasuk Haroeko dan Saparoea). Jumlah sekolah di Residentie Tapanoeli pada tahun 1851 baru dua buah (satu buah di onderfadeeling Mandailing dan satu buah di onderafdeeling Angkola). Seperti diutarakan di atas, tahun 1854 sudah dua siswa yang lulus tes dan diterima di Docter Djawa School di Batavia. Dua tahun berikutnya dua siswa asal Mandailing en Angkola diterima di Docter Djawa School.  Pada tahun 1857 adik kelas Si Asta di sekolah di Panjabangoen bernama Si Sati tidak melajutkan studi ke Docter Djawa School tetapi juga tidak ke sekolah guru (kweekschool) yang baru dibuka di Fort de Kock pada tahun 1856. Si Sati (Nasution) justru berangkat ke Belanda melanjutkan studi untuk mendapat akte guru. Pada tahun 1860 Si Sati alias Willem Iskander lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akte guru. Pada tahun 1861 Willem Iskander kembali ke tanah air. Willem Iskander di Mandailing mendirikan sekolah guru (kweekschool) pada tahun 1862 yang mengabil tempat di kampong Tanobato. Pada tahun 1860 di Afdeeling Mandailing en Angkola sudah terdapat enam sekolah negeri. Sekolah guru (kweekschool) di Tanobato ini menjadi sekolah guru yang ketiga di Hindia Belanda. Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi, JA van Chijs berkunjung ke Kweekschool Tanaobato yang diasuh Willem Iskander ini membuat penilaian sebagai sekolah guru terbaik di Hindia Belanda. Seperti diutarakan di atas, sekolah guru yang dikelola NBJ Roskott di Ambon ditutup. Untuk sekadar catatan: sekolah guru Kweekschool Tanobato murni inisiatif Willem Isander dan para pemimpin penduduk (semacam sekolah guru swasta). Kweekschool Tanobato baru diakuisisi pemerintah pada tahun 1865 sehubungan dengan rencana pemerintah membuka sekolah guru keempat di Bandoeng pada tahun 1866.

Kegiatan pendidikan di Residentie Ambon mati suri. Sesungguhnya masih berjalan, tetapi diselenggarakan seperti pada era NBJ Roskoot. Akan tetapi lama kelamaan mutunya semakin menurun. Intervensi pemerintah belum ada. Polemik di surat kabar muncul. Maluku umumnya dan Ambon khususnya, yang terbilang awal dalam pendidikan, seakan ketinggalan ketika penduduk yang berpendidikan dibutuhkan oleh pemerintah dan dunia swasta yang semakin berkembang.

Peranan misi (NZG) di Ambon telah lama berlangsung, dan sekolah guru ditutp tahun 1864, sebaliknya kegiatan pendidikan yang diselengarakan misi (Rheinische Missionsgesellschaft/RMG).di Siloendoeng (Nord Tapanoeli) justru baru mulai. Para misionaris yang dipimpin oleh Ludwig Ingwer Nommensen terkesan menerima kehadiran pemerintah. Akibatnya, pendidikan di Silindoeng en Toba (Nord Tapanoeli) lebih intens oleh RMG dan pendidikan di Mandailing en Angkola (Zuid Tapanoeli) lebih intens oleh pemerintah. Singkatnya: apa yang sudah berlalu di Ambon, sebaliknya di Silindoeng en Toba baru memulainya.

Rencana pemerintah baru muncul tahun 1870 yakni untuk meningkatkan pengadaan guru akan dibuka sekolah guru (kweekschool) di Ambon tahun 1874. Sekolah guru pemerintah ini memang dari awal dimaksudkan untuk menggantikan sekolah guru yang telah lama dirintis oleh NBJ Roskott. Sebelum sekolah guru di Ambon dibuka, sudah terlebih dahulu dibuka sekolah guru di Tondano pada 1873.

Rencana pemerintah dalam bidang pendidikan tahun 1870 pada intinya dua hal: Pertama, peningkatan jumlah guru dengan memperbanyak sekolah guru (kweekschool). Setelah sekolah guru diselenggarakan sebanyak empat buah (Soeracarta, sejak 1851; Fort de Kock, 1856; Tanobato, 1862, Bandoeng, 1866) akan disusul pembukaan sekolah guru di Tondano, Ambon, Probolinggo, Banjarmasin dan Makassar. Kedua, peningkatan kualitas sekolah dan kualitas guru. Terdapat tiga sekolah guru yang akan ditingkatkan, yakni Kweekschool Soeracarta ditutup dan akan dibangun sekolah guru yang lebih besar di Magelang; Kwekschool Tanobato ditutup dan sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru yang lebih besar di Padang Sidempoean (ibukota Afdeeling Mandailing en Angkola); Kweekschool Bandoeng yang sudah memiliki gedung yang baik hanya untuk meningkatkan kualitas gurunya. Oleh karena itu, tiga guru muda segera dikirim studi ke Belanda, yakni Barnas Lubis dari Tapanoeli yang akan ditempatkan di Kweekschool Padang Sidempoean yang akan dibuka pada tahun 1879; Raden Soerono guru di Soeracarta akan ditempatkan di sekolah guru yang baru di Magelang; dan Ardi Sasmita, guru di Madjalengka yang akan ditempatkan di Bandoeng. Ketiga guru ini dipimpin oleh Willem Iskander, yang mana di Belanda sambil membimbing guru muda juga mengikuti pendidikan untuk mendapatkan akte kepala sekolah. Willem Iskander akan ditempatkan sebagai Kepala Sekolah di Kweekschool Padang Sidempoean. Penutupan Kweekschool Tanobato bersamaan dengan persiapan keberangkatan Willem Iskander studi (yang kedua) ke Belanda. Willem Iskander dan tiga guru muda berangkat dari Batavia pada bulan April 1875. .

JH Wattimena Lulus di Belanda 1884

Kweekschool Ambon dibuka tahun 1874. Salah satu siswa yang diterima adalah JH Wattimena. Tidak ada kesulitan bagi JH Wattimena dan lulus tepat waktu. Bataviaasch handelsblad, 08-08-1878 memberitakan pengangkatan JH Wattimena sebagau guru dan ditempatkan di Allang. Dalam pemberitaan yang diumumkan oleh Directeur van Onderwijs, Eeredienst en Nijverheid ini juga termasuk OM Anakotta di Amahoesoe; J Hisriej di Lateri; C Lektpnpessij di Waai; JJH Lekello di Kilang; JP Mustamu di Lilibooij; JA Risakotta di Hoetomoeria; LCG Risakotta di Galala; FCB van Room di Roematiga dan SJ Tentoea di Hatalai.

Seperti diutarakan sebelumnya, di Residentie Ambon sudah terdapat ratusan sekolah dan ribuan murid. Namun persoalannya sekolah-sekolah tersebut terbilang mutunya masih di bawah standar pemerintah. Namun demikian, tentu saja tidaklah sulit menemukan belasan murid yang berprestasi yang dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi di Kweekschool Ambon. Tentu saja tidak hanya belasan murid-murid yang menonjol di sekolah-sekolah, boleh jadi ratusan tetapi kapasitas sekolah guru pemerintah sangat terbatas. Seleksi yang ketat menyaring murid yang menonjol yang jumlahnya banyak menjadi hanya belasan yang benar-benar dapat diterima. Seperti di tempat lain, kualifikasi masuk sekolah guru pemerintah adalah pengetahun matematika, ipa, geografi, sejarah dan kemampuan bahasa (Melayu dan Belanda); kesehatan dan karakter; kemampuan finasial orangtua; plus perjanjian kerja setelah lulus dan bersedia ditempatkan oleh pemerintah dimana saja untuk kurun waktu tertentu.  

Guru-guru muda yang baru lulus Kweekschool Ambon ini, secara perlahan-lahan akan menggantikan guru-guru lulusan sekolah guru yang dulu dikelola oleh NBJ Roskott. Guru-guru muda ini tentu saja telah dibekali pengetahuan dan praktek yang jauh lebih memadai jika dibandingkan lulusan sekolah guru NBJ Roskott.

Namun demikian, tentu saja guru-guru senior (guru didikan NBJ Roskoot)  banyak yang terus meningkatkan kemampuannya melalui belajar mandiri. Ketika guru-guru muda muncul, guru-guru senior yang berprestasi tentu saja dapat dipertahankan. Jika dulu sebelum ada Kweekschool Ambon, pengawas sekolah di Residentie Amboen plus Timor adalah NBJ Roskott (ditugaskan oleh pemerintah). Kini, pengawas sekolah untuk menggantikan peran NBJ Roskott didatangkan dari tempat lain (umumnya orang Belanda yang bergelut dalam bidang pindidikan). Secara berkala kualitas pendidikan dinilai oleh staf Inspektur Pendidikan Pribumi dari pusat (Batavia). Penilaian meliputi sarana dan prasarana, kinerja guru, kemajuan siswa dan penerapan kurikulum. Sebelum datang pengawas pusat (untuk menilai) biasa pemerintah lokal melakukan inspeksi secara berkala. Gubernur/Residen menilai sekolah guru dan Asisten Residen menilai sekolah-sekolah dasar. Urutan dan mekanisme ini di era NBJ Roskott tidak ada, hanya NBJ Roskoot dan NZG yang melakukan sendiri. Pemerintah (Gubernur, Residen, Asisten Residen dan Controleur) Maluku hanya mengawasi pendidikan yang diselenggarakan pemerintah seperti di tempat lain di Ternate, Tidore, Hitoe dan lainnya.

Setelah tiga tahun mengajar di Allang, JH Wattimena dikabarkan akan pergi ke Belanda untuk studi lebih lanjut (lihat Nederlandsche staatscourant, 12-07-1881). Dalam berita ini, JH Wattimena tidak sendiri juga ME Anakota. Disebutkan ME Anakota guru kelas 1 di Hative dan JH Wattimena, guru kelas 1 di Allang (Residentie Amboina). Mereka berdua studi ke Belanda atas biaya pemerintah (semacam beasiswa).

Het nieuws van den dag : kleine courant, 16-09-1881 Anakotta dan JH Wattimena berangkan ke Belanda dengan menumpang kapal Conrad dari Batavia menuju Amsterdam pada tanggal 13 Agustus 1881. Dalam manifest kapal ini hanya mereka berdua yang pribumi.

Di Belanda mereka berdua di sekolah guru di Amsterdam yang dipimpin oleh D. Hekker. Anakotta dan JH Wattimena memenuhi syarat kelas 3 untuk lanjut ke kelas empat atau kelas lima di sekolah guru Belanda (guru lisensi/akta Belanda). JH Wattimena selama mengikuti pendidikan tidak menemukan kesulitan. Pada tahun 1884, JH Wattimena dikabarkan lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akta guru Lager Onderwijs (LO) (lihat Algemeen Handelsblad,  07-04-1884).  Disebutkan dari 14 kandidat yang diuji oleh Universiteit Amsterdam empat siswa dinyatakan lulus, salah satu diantaranya JH Wattimena (dari Amsterdam).

ME Anakotta tidak berumur panjang, ME Anakotta meninggal selama pendidikan karena penyakit paru-paru di Amsterdam. Ini menambah daftar guru-guru yang meninggal di Belanda. Tiga guru muda yang dulu tahun 1874 meninggal satu per satu selama pendidikan. Willem Iskander yang telah menyelesaikan pendidikannya, sebelum pulang ke tanah air juga dikabarkan meninggal di Amsterdam.

Setelah semua urusan beres di Belanda, JH Wattimena kembali ke tanah air. Dalam manifes kapal yang diberitakan Algemeen Handelsblad,  06-09-1884 terdapat nama JH Wattimena. Kapal Prins van Oranje yang ditumpangi JH Wattimena berangkat dari Amsterdam menuju Batavia pada tanggal 6 September 1884. Sekali lagi, dalam daftar penumpang ini tidak ada nama pribumi selain JH Wattimena. Ini menunjukkan bahwa sejauh itu, orang pribumi ke Belanda adalah suatu prestasi atau pengalaman sendiri. Di Batavia, JH Wattimena sudah barang tentu menghadap Gubernur Jenderal, sebagaimana dulu tahun 1861 Willem Iskander menghadap Gubernur Jenderal sepulang dari Belanda. Tidak lama kemudian kemudian, sebelum kapal yang membawa JH Wattimena tiba di Ambon sudah keluar beslitnya untuk ditempatkan sebagai guru di Kweekschool Ambon (De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-11-1884). Setelah JH Wattimena kembali ke Ambon, selesai sudah perjuangannya menempuh studi, jauh ke negeri Belanda.    

Ada jarak waktu yang cukup jauh selama 24 tahun ketika Willem Iskander mendapatkan akta guru pada tahun 1860 dengan tahun 1884. Dalam rentang waktu tersebut sudah dikirim guru muda; Banas Lubis, Sasmita, Soerono. Namun ketiga tidak kembali karena meninggal dunia. Setelah itu, sebelum ME Anakota dan JH Wattimena tiba di Belanda, dua guru pernah dikirim yakni Ardi Sasmita (bukan guru yang meninggal) dan Si Hamsah tetapi keduanya gagal dan harus kembali ke tanah air. Baru kemudian disusul lagi dua guru muda yakni ME Anakotta dan Wattimena. Namun hanya JH Wattimena yang lulus dan kembali ke tanah air. Anakota meninggal di Amsterdam. Di luar Willem Iskander, pemgiriman guru pada tahun-tahun permulaan semuanya gagal: empat meninggal dunia, satu gagal dan satu berhasil sebagian (Ardi Sasmita). Lalu kemudian pengiriman pada tahun-tahun terakhir (setelah kepulangan JH Wattimena) terbilang sukses sebanyak lima orang, yakni: Raden Kamil, Raden Soejoed, Darma Koesoema, E. Kandouj dan J. Ratulangi. Semua yang dikirim tersebut atas biaya negara. Mereka semua di Belanda berada di bawah pengasuhan guru Kepala Sekolah di Amsterdam, D. Hekker.

Pada tahun 1886 JH Wattimena dipindahkan dari Kweekschool Ambon ke Kweekschool Probolinggo (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,        23-03-1886). Sekolah guru yang masih ada saat ini adalah sekolah guru di Fort de Kock dan di Padang Sidempoean (Sumatra), di Bandoeng dan di Probolinggo (Jawa), Bandjarmasin (Kalimantan), Makassar (Sulawesi) dan Ambon (Maluku).

Kweekschool Probolinggo bersama Kweekschool Padang Sidempoean adalah sekolah guru terbaik di Hindia Belanda (lihat Bataviaasch handelsblad, 30-06-1885). Saat ini Direktur Kweekschool Padang Sidempoean adalah Charles Adrian van Ophuijsen. Sebelumnya, Charles Adrian van Ophuijsen adalah guru di Kweekschool Probolinggo dan kemudian dipindahkan ke Kweekschool Padang Sidempoean pada tahun 1881. Charles Adrian van Ophuijsen adalah anak dari JAW van Ophuijsen, pendiri sekolah guru di Fort de Kock tahun 1856. Willem Iskander sebelumnya diproyeksikan akan menjadi direktur Kweekschool Padang Sidempoean tahun 1879, namun setelah selesai mendapat akta kepala sekolah di Belanda pada tahun 1876 meninggal di Belanda. Pada tahun 1879 yang menjadi direktur Kweekschool Padang Sidempoean adalah Mr. Harmsen (lalu kemudian digantikan oleh Charles Adrian van Ophuijsen).

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar