Tampilkan postingan dengan label Sejarah Madura. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Madura. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 Desember 2022

Sejarah Madura (61): Pangeran Adipati Ario Tjakraningrat (Wali Negara Moedora); Putra Terkenal Mohamad Roeslan - Mohamad Sis


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Siapa Pangeran Adipati Ario Tjakraningrat, secara umum sudah disebut dalam beberap artikel sebelumnya. Pada akhir masa hidupnya Pangeran Adipati Ario Tjakraningrat menjabat sebagai Wali Negara Madura pada era Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun bagaimana sejarah awalnya kurang terinformasikan. Untuk itu narasi sejarah Pangeran Adipati Ario Tjakraningrat perlu ditulis lagi.   


Dalam stambuk (Stamboom) Pangeran Adipati Ario Cakraningrat (Wali Negara Madura) berada dalam marga (saat dilahirkan) Cakraadiningrat II dengan nama kecil (saat dilahirkan)            Pangeran Adipati Ario Cakraningrat (tapi informasi ini kurang pas, red). Ayahnya adalah Pangeran Suryonegoro gelar Cakraadiningrat II (R. Hasim - bupati pertama di Bangkalan) dan ibu RA Mesri. Diantara anak-anak Pangeran Suryonegoro gelar Cakraadiningrat II yang terpenting adalah R. Ar. Pratanu Tjakraningrat, RAAM Sis Tjakraningrat (lahir 24 September 1992 (?)); R Ar Muhammad Roeslan Cakraningrat (Sekretaris Residen Madura); dan R. Ar. Muhammad Zainal Tjakraningrat (https://id.rodovid.org/)

Lantas bagaimana sejarah Pangeran Adipati Ario Tjakraningrat (Wali Negara Moedora)? Seperti disebut di atas, Pangeran Adipati Ario Tjakraningrat tidak hanya orang terkenal, juga memiliki putra-putra terkenal yakni Mohamad Roeslan dan Mohamad Sis. Lalu bagaimana sejarah Pangeran Adipati Ario Tjakraningrat (Wali Negara Moedora)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 26 Desember 2022

Sejarah Madura (59): Perang Kemerdekaan Indonesia di Madura; Mengapa Jadi Perang Kemerdekaan Alot di Jawa dan di Sumatra?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Satu fase dalam sejarah terbentuknya Negara (Kesatuan) Republik Indonesia (NKRI) adalah situasi dan kondisi perang kemerdekaan. Perang kemerdekaan adalah suatu upaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Ini bermula setelah takluknya kerajaan Jepang kepada Sekutu/Amerika Serikat. Pada saat Sekutu/Inggris melakukan pelucutan dan evakuasi militer Jepang, orang-orang Belanda dengan nama NICA membonceng (mendapat angin dari) Sekutu/Inggris, para revoluioner Indonesia menolak kehadiran Belanda. Akibatnya perang kemerdekaan tidak hanya ditujukan kepada Belanda/NICA juga kepada Sekutu/Inggris.


Sejarah Perang Kemerdekaan di Pamekasan. koranmadura.com. Pasca penyerahan kekuasaan Jepang di Madura pada tanggal 25 September 1945 dari Socokan (Residen) Brigjen Nasimora kepada Residen NKRI Madura RA Cakraningrat, keadaan Madura aman dan tentram dari penjajah Belanda. Ketenangan warga Madura mulai terganggu ketika para penjajah Belanda menguasai Surabaya pada tanggal 21 Juni 1947. Bahkan mereka meningkatkan kewaspadaannya, karena khawatir secara tiba-tiba diserang. Apalagi pada masa itu, terdapat sejumlah mata-mata Belanda yang ditangkap di Madura. Seperti dilansir dari naskah drama kolosal yang diabadikan Kodim 0826 Pamekasan, mata-mata Belanda yang tertangkap itu mengatakan bahwa Belanda telah mengirimkan orang-orangnya untuk menyerang Madura dalam kurun waktu satu hari. Penyerangan itu direncanakan 15 hari setelah tanggal 21 September 1947. Rencana awal penyerangan dari sekutu Belanda itu gagal dan dilakukan pada 4 Agustus 1947. Namun upaya mereka menyerang Madura tidak berjalan mulus, karena pendaratan terakhir di pantai Branta Pamekasan terhalang cuaca buruk (https://www.koranmadura.com/2017/)

Lantas bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia di pulau Madura? Seperti disebut di atas, perang kemerdekaan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia dengan intensitas yang berbeda-beda termasuk di (pulau) Madura. Perang kemerdekaan cukup alot di sejumlah wilayah di (pulau) Jawa dan di (pulau) Sumatra. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah perang kemerdekaan Indonesia di pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 25 Desember 2022

Sejarah Madura (58): Seputar Proklamasi Kemerdekaan di Pulau Madura; Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Jakarta 17-08-1945


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Djakarta 17 Agustus 1945 adalah satu titik waktu jika dibandingkan satu titik waktu lain di masa lampau ketika Radja Arosbaja berhasil mengusir pelaut ekspedisi Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman tahun 1596. Itu sudah berlalu tiga setengah abad (349 tahun). Banyak yang telah terjadi pada rentang waktu itu. Tentulah sangat menarik diketahui situasi dan kondisi di Madura seputar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.


Madura dan Proklamasi Kemerdekaan RI; Sejarah dan Awal Kiprah. Media Center, Selasa (17/08/21) Tujuh puluh enam tahun silam, saat gema proklamasi Madura masih berstatus karesidenan. Sesuai hasil sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) 19 Agustus 1945, Karesidenan Madura berada di provinsi Jawa Timur. Warga pribumi yang sebelumnya tergabung dalam PETA dan barisan KNIL segera melucuti pasukan Jepang. Inisiatif seperti mantan Chundaco Chandra Hassan dan kawan-kawannya menurunkan bendera Jepang dan mengibarkan Merah Putih. Pawai pun sebagai show of force rakyat Madura digelar 25 Agustus 1945. Sebagai markas komando digunakan bekas gedung kamar bola di tengah-tengah Kota Pamekasan. Struktur pemerintahan Madura segera ditetapkan pemerintah pusat. Sebagai residen ditunjuk Raden Adipati Ario (RAA) Cakraningrat, yang sebelumnya merupakan Bupati Bangkalan sekaligus Wakil Residen Madura di masa pemerintahan Jepang. Lalu sebagai Bupati Bangkalan sejak Agustus 1945 itu, diangkat putra RAA Cakraningrat, yakni Raden Tumenggung Ario (RTA) Sis Cakraningrat. Sedang sebagai Bupati Pamekasan ditunjuk RTA Zainalfattah Notoadikusumo (Bupati Pamekasan), dan di Sumenep ditunjuk RTA Samadikun (Bupati Sumenep) (https://www.sumenepkab.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah sputar proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Madura? Seperti disebut di atas, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Djakarta 17-08-1945 juga disambut di Madura. Bagaimana selanjutnya? Lalu bagaimana sejarah sputar proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (57):Ruslan Wongsokusumo - Parada Harahap; Badan Penyelidik Usaha - Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Di dalam berbagai tulisan disebut Roeslan Wongsokoesoemo. lahir pada 15 Oktober 1901 di Madura. Setelah lulus sekolah dasar berbahasa Belanda HIS mengikuti ujian pegawai negeri sipil Kleinambteaar Examen pada 1918. Roeslan Wongsokoesoemo pernah bekerja di Post Teleegraf en Telefoondienst di Soerabaja. Kelak, tahun 1945 Roeslan Wongsokoesoemo dan Parada Harahap menjadi anggota BPUPKI. Namun sejarah Roeslan Wongsokoesoemo kurang terinformasikan.

 

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan disingkat BPUPK adalah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang. pada 1 Maret 1945. Akan tetapi badan ini baru benar-benar diresmikan pada tanggal 29 April 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yoshio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso. Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatra, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Roeslan Wongsokoesoemo dan Parada Harahap? Seperti disebut di atas keduanya adalah anggota BPUPKI, namun Roeslan Wongsokoesoemo sejarahnya kurang terinformasikan. Setali tiga uang dengan Parada Harahap, tetapi di dalam blog ini telah ditulis narasi sejarah Parada Harahap secara lengkap. Lalu bagaimana sejarah Roeslan Wongsokoesoemo dan Parada Harahap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 24 Desember 2022

Sejarah Madura (56): Pendudukan Militer Jepang di Madura (1942-1945); Pendudukan Inggris (1811-1816) Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Bagaimana fase pendudukan Jepang di pulau Madoera? Sudah banyak ditulis, tetapi tentu saja masih perlu ditulis lagi. Pendudukan Jepang hanya terjadi singkat antara tahun 1942 hingga 1945. Selain itu ada satu fase pendudukan yang terjadi pada era Pemerintah Hindia Belanda yang dilakukan oleh Inggris. Juga terjadi pada masa singkat antara 1811 hingga 1816. Apa perbedaannya?   


Madura Masa Pendudukan Jepang. Lontar Madura. Pada tanggal 12 Maret 1942 tentara Jepang menduduki seluruh pulau Madura. Dengan dalih kedatangan bala tentara Dainipon untuk kemakmuran bersana Asia Timur Raya, rakyat menyambut baik kedatangan mereka. Dalam perkembangannya Jepang berbalik dengan watak fazisme dan militerisme. Penghidupan rakyat Madura makin lama makin menjadi sulit, kekacauan ekonomi dan rakyat banyak menderita kekurangan makan, penyakit merajalela, sehingga banyak sekali yang mati kelaparan. Dari segi stuktur pemerintahan, pemerintah pendudukan Jepang masih mengambil oper yang telah ada, hanya nama-namanya mereka ganti. Jabatan Residen tetap diadakan dengan sebutan Sjutrjokan dan menunjuk juga Wakil Residen yaitu Raden Ario Adipati Tjakraningrat merangkap sebagai Bupati Bangkalan. Akan tetapi, disamping efek yang sangat negatif diatas, ada pula efek positifnya ialah dengan pembentukan PETA, HEIHO dan POLISI Istimewa, berarti mendidik bangsa Indonesia untuk memiliki pertahanan sendiri, meskipun maksud Jepang semula ialah guna membantu pertahanan negara mereka. Pada tahun 1944 Madura dibagi dalam 5 Daidan yakni Pamekasan, Bangkalan, Ketapang, Ambuntan dan Batang-Batang. Perang dunia II berjalan terus, akan tetapi kekuatan tentara Jepang di Asia mulai mundur. Kenundurannya mulai nyata ialah setelah bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki dalam pertengahan bulan Agustus 1945 yang kemudian berakhir sejak 14 Agustus 1945 Kaisar Jepang menyatakan takluk kepada Sekutu/Amerika (https://www.lontarmadura.com/)

Lantas bagaimana sejarah pendudukan Jepang di Madura (1942-1945)? Seperti disebut di atas, seperti di tempat lain, kehadiran Jepang lambat laut bertentangan dengan kehidupan rakyat termasuk di pulau Madura. Di masa lalu ada satu fase dimana terjadi pendudukan Inggris (1811-1816) pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pendudukn Inggris ini juga terjadi di pulau Madura. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Jepang di Madura (1942-1945)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe

Sejarah Madura (55): Letnan F Poland dan Pasukan Madoera: AV Michiels Perang Jawa dan Alexander van der Hart Perang Padri


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Siapa si Polan? Nama si Polan sering diartikan nama anonym. Namun nama Poland benar-benar ada pada era Pemerintah Hindia Belanda. F Poland dapat dikatakan adalah seorang tentara professional yang menjadi peletak dasar Barisan Madoera, suatu pasukan pribumi pendukung militer Pemerintah Hindia Belanda. F Poland menjadi komandan pasukan Madoera dalam Perang Jawa (1825-1830). Selepas Perang Jawa, Letnan Poland mendampingi Majoor AV Michiels dalam Perang Padri yang mana Poland telah mengembalikan pasukan Madoera, dengan membawa pasukan Ambon. Dalam Perang Padri ini, Letnan Poland yang nyaris ditangkap pasukan Padri dapat diselamatkan pasukan Batak. Sepulang Perang Padri, tahun 1834 Poland yang mendapat kenaikan pangkat menjadi Kaptein diangkat menjadi komandan Barisan Madoera.


Majoor AV Michiels dan Letnan F Poland dapat dikatakan adalah komandan militer Pemerintah Hindia Belanda yang mengawali sukses untuk memasuki benteng Padri di Katingan pada bulan Desember 1830. Pada tahun 1834 dengan kenaikan pangkat menjadi Kapten, F Poland diangkat sebagai panglima Barisan Madoera. Sementara AV Michiels dengan kenaikan pangkat menjadi Overste, ditugaskan ke Moesi Rawas untuk mengusir pasukan Djambi yang melakukan invasi. Seperti halnya F Poland, anak buah terbaik Michiels ke wilayah Palembang ini adalah Letnan A van der Haart. Selanjutnya Perang Padri yang belum tuntas, kembali Kolonel AV Michiels (setelah mendapat kenaikan pangkat) ditugaskan untuk melawan Padri dengan membawa Alexander van der Hart yang telah mendapatkan kenaikan pangkat. Jika doeloe Letnan Poland orang pertama memasuki benteng Padri, maka Kapten A van der Hart dengan detasemennya berhasil memasuki benteng utama Padri di Bondjol tahun 1838. Inilah akhir dari Padri. Dalam Perang Bali, Geneaal Majoor Michiels yang harus melepaskan jabatan Gubernur Pantai Barat Sumatra memanggil kembali (Overste) F Poland. Sementara sebelumnya Overste A van der Hart diangkat AV Michiels menjadi Residente Tapanoeli. Seperti Majoor S Martin pada era VOC/Belanda yang sangat dekat dengan pribumi, F Poland juga sangat dengan pribumi di Madoera dan A van der Hart di Tapanoeli.

Lantas bagaimana sejarah Letnan F Poland dan Pasukan (Barisan) Madoera? Seperti disebut di atas F Poland adslah peletak dasar organsiasi Barisan Madoera (yang bertahan lebih dari satu abad). F Poland adalah anak buah terbaik AV Michiels (Perang Djawa) dan Alexander van der Hart anak buah terbaik berikutnya (Perang Padri). Lalu bagaimana sejarah Letnan F Poland dan Pasukan (Barisan) Madoera? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 23 Desember 2022

Sejarah Madura (54): Detik-Detik Berakhir Pemerintah HindiaBelanda di Madura;Invasi Jepang - Desakan Rakyat Pro-Kemerdekaan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Madura termasuk salah satu wilayah di Hindia yang dikenal para pelaut-pelaut Belanda sejak ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman. Bagaimana dengan masa berakhirnya? Pada awalnya perlawanan penduduk Madura pada era VOC/Belanda berujung pada kerjasama yang langgeng. Apakah pada detik-detik berakhir Pemerintah Hindia Belanda, Kerjasama itu harus berakhir pula? Pulau Madura berbeda dengan julau Jawa, dipisahkan oleh selat Madura (bukan selat Jawa). 


Pemerintahan Madura pada Masa Hindia Belanda. Setelah Kompeni dibubarkan pada tahun 1799, Madura menjadi bagian Pemerintah Hindia Belanda, mempertahankan sistem pemerintahan tak langsung di Madura. Para penguasa Madura tetap meiniliki otonomi dalam pemerintahan. Pada paroh pertama abad ke-19 “kondisi dan persyaratan” bagi para bupati disesuaikan satu sama lain. Pertemuan-pertemuan antara raja-raja Madura diperbolehkan, namun perselisihan yang mungkin terjadi, tidak boleh diselesaikan tanpa keputusan dari pemerintahan Belanda. Pada beberapa dasawarsa pertama abad ke-19, para bupati tersebut secara relatif berhasil memperluas kemandirian relatif mereka. Hal itu terutama karena sikap mereka yang suka menyesuaikan diri dengan kehendak militer dan gubernemen. Setiap tahun Pulau Madura menyumbangkan sejumlah besar calon serdadu untuk tentara kolonial. Sejak tahun 1807 dipelihara pasukan bantuan khusus yang bertempur di pihak Belanda di Sulawesi Selatan (1825) dan selama Perang Jawa—Perang Diponegoro (1825-1830). Pada tahun 1831 di setiap kabupaten didirikan korps-korps militer yang disebut barisan yang dilatih oleh para instruktur Eropa untuk memerangi huru-hara di seluruh Nusantara. Sebagai tanda terima kasih terhadap dukungan tersebut, gubernemen menganugerahkan gelar-gelar yang semakin tinggi kepada para penguasa lokal seperti gelar panembahan dan sultan (https://www.lontarmadura.com/)

Lantas bagaimana sejarah detik-detik berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda di Madura? Seperti disebut di Madura kehadiran Belanda sudah sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda. Semua itu menjadi harus berakhir karena di satu sisi terjadi invasi Jepang dan di sisi lain dari waktu ke waktu sebagaian rakyat Indonesia pada era Pemerintah Hindia Belanda terus mendesak untuk memperjuangkan kemerdekaan. Lalu bagaimana sejarah detik-detik berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda di Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (53): Populasi Penduduk Madura Masa ke Masa; Sensus Penduduk Hindia Belanda hingga Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini populasi penduduk yang mengidentifikasi sebagai orang Madura berada pada kelompok penduduk terbesar keempat di Indonesia. Banyaknya adalah 7.179.356 jiwa (3,03 persen). Seperti etnik/suku lainnya, populasi orang Madura telah jauh meningkat dari waktu ke waktu sejak tempo doeloe. Orang Madura tidak hanya di pulau Madura dan pulau sekitar juga di berbagai wilayah seperti di pulau Jawa. 


Sepuluh Suku dengan Populasi Terbanyak di Indonesia, Minangkabau dan Batak Masuk Daftar. KOMPAS.com. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus Penduduk (SP) tahun 2010 mencatat jumlah suku bangsa di Indonesia mencapai 1.300 suku bangsa. Sepuluh suku populasi terbanyak: 1. Suku Jawa populasi 95.217.022 jiwa (40,22 persen jumlah penduduk Indonesia). Dalam data BPS tersebut, Suku Jawa didefinisikan gabungan dari Suku Jawa itu sendiri, lalu Suku Osing, Tengger, Samin, Bawean/Boyan, Naga, Nagaring, dan suku lain di Pulau Jawa. 2. Suku Sunda mendiami Jawa sisi barat atau Tatar Pasundan saat ini wilayah Jawa Barat dan Banten 36.701.670 jiwa (15,5 persen). 3. Suku Batak tercatat 8.466.969 (3,58 persen) merupakan nama kolektif yang mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatera Utara yang dikategorikan sebagai Batak adalah Angkola, Karo, Mandailing, Pakpak/Dairi, Simalungun, dan Toba. 4. Suku asal Sulawesi 7.634.262 jiwa (3,22 persen) yang dimaksud ini adalah suku di luar Suku Makassar, Bugis, Minahasa, dan Gorontalo. 5. Suku Madura berasal dan mendiami pulau Madura dan sekitarnya, 7.179.356 jiwa (3,03 persen). 6. Suku Betawi berjumlah 6.807.968 jiwa (2,88 persen). 7. Suku Minangkabau berasal dari Provinsi Sumatera Barat 6.462.713 jiwa (2,73 persen). 8. Suku Bugis mencapai 6.359.700 jiwa (2,69 persen). 9. Suku Melayu tersebar di seluruh wilayah Sumatera hingga Kalimantan 5.365.399 jiwa (2,27 persen). 10. Suku asal Sumatera Selatan 5.199.581 jiwa (2,16 persen) (https://regional.kompas.com/). Catatan: agak membingungkan karegori suku 4. Suku asal Sulawesi; 10. Suku asal Sumatera Selatan.

Lantas bagaimana sejarah populasi penduduk Madura dari masa ke masa? Seperti disebut di atas, populasu penduduk Madura adalah penduduk asli di Madura dan pulau-pulau lainnya serta penduduk asal Madura yang telah migrasi ke wilayah lain. Dalam hal ini penting mengumpulkan data statistic penduduk dan hasi pendataan sensus penduduk yang dilakukan sejak era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah populasi penduduk Madura dari masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 22 Desember 2022

Sejarah Madura (52): Rumah Adat Madura dan Warna Tradisi Merah Putih Hitam; Atap Rumah Borobudur dan Bendera Majapahit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Rumah tradisi penduduk kini dikenal rumah adat. Setiap daerah memiliki bentuk dan arsitektur yang dapat dibedakan. Akibat perubahan budaya, arsitektur rumah tradisi yang diwariskan dapat berubah dari masa ke masa. Hal itu juga beralaku di wilayah Madura. Rumah tradisi di Madura adalah bagian dari sejarah bentuk dan arsitektur nusantara. Di dalam relief candi Borobudur ditemukan dua pola bentuk (atap) rumah bentuk segitiga dan bentuk limas (joglo). Sayang warna tradisi tidak tergambarkan di dalam relief candi.


Taneyan Lanjhang, Rumah Adat Masyarakat Madura. KOMPAS.com. Rumah adat di Madura dikenal dengan Taneyan Lanjhang. Taneyan dalam bahasa Indonesia adalah halaman, sedangkan Lanjhang adalah panjang. Jadi Taneyan Lanjhang adalah halaman yang panjang. Taneyan Lanjhang adalah permukiman tradisional masyarakat Madura yang berupa kumpulan rumah dengan ata letak bangunannya yang mengelilingi suatu halaman yang bentuknya memanjang. Rumah pertama inilah yang disebut sebagai rumah induk (roma tongghu), yaitu rumah yang menjadi awal mula suatu keluarga. Dilengkapi dengan langghar atau surau di sebeleh barat, kandheng di sebelah selatan, dan dapur. Rumah induk biasanya ditandai dengan jengger ayam di atapnya. Rumah induk ditempati orang tertua pada keluarga tersebut, di mana disebut kepala somah. Susunan pada rumah di Madura disusun berdasarkan hirarki dalam keluarga. Barat-timur adalah arah yang menunjukkan urutan tua muda. Sistem yang demikian mengakibatkan ikatan kekeluargaan menjadi sangat erat, sedangkan hubungan antar kelompok sangat renggang karena letak permukiman yang menyebar dan terpisah. Bentuk rumah adat di Madura secara umum didasarkan pada bentuk atap yang dipengaruhi oleh arsitektur Jawa. Rumah tipe trompesan atapnya mirip dengan rumah Jawa tipe Srotongan diberi cukit/teritis di kedua sisinya. Rumah tipe bangsal atapnya mirip dengan rumah Jawa tipe joglo yang sisi kiri dan kanannya dipotong dengan puncak dihiasi bentuk seperti kapal atau ular naga. Rumah tipe pegun atapnya mirip dengan bentuk rumah Jawa tipe limasan pacul-gowang. Bangunan Madura merupakan bentuk tertutup yang mempunyai sedikit lubang bukaan pada dinding dan lantai yang ditinggikan dari permukaan tanah
(https://www.kompas.com/) 

Lantas bagaimana sejarah rumah adat di Madura dan warna tradisi merah putih hitam? Seperti disebut di atas, wujud rumah tradisi nusantara tergambar di dalam relief candi dalam dua bentuk pola atap. Namun warna tradisi tidak terinformasikan. Lalu bagaimana sejarah rumah adat di Madura dan warna tradisi merah putih hitam? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (51): Industri Manufaktur di Madura, Introduksi Teknologi Baru; Garam di Sumenep dan Genteng di Karang Penang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Produk barang manufaktur tentu saja sudah banyak dan beragam yang dihasilkan di Madura. Produk apa saja yang bertahan sejak tempo doeloe menjadi menarik untuk diperhatikan karena bagian dari sejarah Madura. Ada dua jenis produk maufaktur yang diduga sudah sejak lama eksis (sejak era Pemerintah Hindia Belanda) di Madura dan masih bertahan pada masa ini yakni garam berbahan air laut dan genteng berbahan tanah liat.   


Gerabah Madura, Karya Budaya yang Sangat Tua dan Dilupakan. Gerabah merupakan warisan budaya sangat tua, luas persebarannya dan mampu bertahan hingga sekarang. Gerabah dari tanah bakar dibuat secara tradisional. Gerabah Madura dibuat oleh pengrajin Madura serta mempunyai fungsi-fungsi umum maupun khusus bagi kehidupan masyarakat Madura. Jenis-jenis gerabah Madura berfungsi sebagai benda pakai, benda hias, barang mainan, bahan bangunan dan bernilai ekonomis, sosial, magis dan lain-lain. Madura kaya akan pembuatan gerabah yakni sejenis tanah liat yang berwarna kuning dengan pasir halus. Tanah liat hitam dapat juga dipergunakan tetapi kualitasnya kurang baik. Semua Kabupaten di Madura bahkan sampai di kepulauan terdapat pengrajin gerabah seperti di Mandala Andulang, Duko Ru baru, Angkatan Kangean, Baragung, Pademawa Barat, Dalpenang Pakaporan, Blega, Konang, Geger dan lain-lain. Diantaranya yang sangat terkenal adalah Karangpenang Sampang dan Andulang Sumenep. Diantara daerah-daerah ini ada semacam perjanjian kerja untuk membuat barang-barang yang sudah ditentukan secara turun temurun atau spesialisasi. Dengan spesialisasi ini persaingan dapat dicegah. Gerabah Madura juga memaki kekhasan lokal yang disebabkan oleh keahlian/ketrampilan pengrajin, tersedianya bahan, teknik pembuatan dan teknik pembakaran (https://www.maduracity.com/2021/).

Lantas bagaimana sejarah industri manufaktur di Madura, introduksi teknologi baru? Seperti disebut di atas, produk garam dan genteng di Madura diduga sidah eksis sejak tempo doeloe yang kini masih bertahan. Selain produk lain ada brand yang cukup dikenal luas yakni garam Sumenep dan genteng Karang Penang. Lalu bagaimana sejarah industri manufaktur di Madura, introduksi teknologi baru? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 21 Desember 2022

Sejarah Madura (50): Karapan Sapi Madura dan Tradisi Ketangkasan Khas di Nusantara; Lomba Pacuan Kuda Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Dalam KBBI, karapan/ka·ra·pan/ yang artinya pacuan (sapi atau kerbau di Madura atau Sumbawa): di Madura ada karapan sapi, di Sumbawa ada karapan kerbau. Tidak disebutkan ada karapan kuda. Tentu saja masih ada karapan yang lainnya di nusantara. Karapan dalam hal ini menjadi semacam tradisi adu ketangkasan. Karapan sapi di Madura sangat menarik karena menjadi karapan khas di Madura. Pada era Pemerintah Hindia Belanda di berbagai kota ditemukan pacuan kuda dengan membangun race yang bagus..


Karapan sapi (Madura: Kerrabhân sapè) merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari pulau Madura. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 M dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di eks Kota Karesidenan, Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Awal mula kerapan sapi dilatarbelakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang. Maksud awal diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura memelihara sapi dan menggarapnya di sawah-sawah mereka sesegera mungkin. Gagasan ini kemudian menimbulkan adanya tradisi karapan sapi. Karapan sapi segera. Karapan sapi dikritik berbagai pihak seperti Majelis Ulama Indonesia dan pemerintah daerah di Madura karena tradisi kekerasan rekeng yang dilakukan pemilik sapi. MUI Pamekasan sudah memfatwakan haram mengenai tradisi rekeng karena dinilai menyakiti sapi, dan Gubernur Jawa Timur melalui Instruksi Gubernur sudah menyatakan pelarangan tradisi rekeng. Namun tradisi ini masih berlanjut di kalangan pelaku karapan sapi (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah karapan sapi di Madura dan tradisi adu ketangkasan khas Nusantara? Seperti disebut di atas, karapan adalah pacuan. Ada karapan sapi, karapan kerbau dan pacuan kuda. Karapan sapi dan karapan kerbau adalah khas nusantara, apakah dalam hal ini (pertandingan) pacuan kuda eksis era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah karapan sapi di Madura dan tradisi adu ketangkasan khas Nusantara lainnya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (49): Kuliner Asli Madura, Penganan dan Makanan Khas Nusantara; Lemang Bika Lumpia Rendang Soto Sate


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Apa saja jenis kuliner di pulau Madura dan jenis kuliner apa yang menjadi khas penganan dan makanan di Madura? Tentu saja banyak dan juga ada yang khas Madura. Penganan dan makanan (plus minuman) khas Madura adalah bagian dari kuliner asli Indonesia. Penganan dan makanan khas Nusantara sungguh sangat banyak dan beragam pula variasnya. Beberapa penganan dan makanan khas berbagai nama daerah di Indonesia adalah lemang (Tebing Tinggi), bika (Ambon), lumpia (Semarang), rendang (Padang), soto (Makassar) dan sate (Madura)..


Sate atau satai adalah makanan terbuat dari daging dipotong kecil-kecil dan ditusuk dengan lidi atau bambu, dipanggang menggunakan bara api. Sate disajikan dengan berbagai macam bumbu yang bergantung pada variasi resep sate. Sate diketahui berasal dari Jawa, dan dapat ditemukan di mana saja di Indonesia dan dianggap sebagai salah satu masakan nasional Indonesia. Sate juga populer di Belanda karena dipengaruhi masakan Indonesia yang dulu merupakan koloninya. Sate adalah hidangan yang sangat populer di Indonesia, di berbagai suku bangsa dan tradisi seni memasak. Di Indonesia, sate dapat diperoleh dari pedagang sate keliling, pedagang kaki lima di warung tepi jalan, hingga di restoran kelas atas, serta kerap disajikan dalam pesta formal dan non-formal. Resep dan cara pembuatan sate beraneka ragam bergantung variasi dan resep masing-masing di tiap daerah. Hampir segala jenis daging dapat dibuat sate. Sebagai negara asal mula sate, Indonesia memiliki variasi resep sate yang banyak. Biasanya sate diberi saus, bisa berupa bumbu kecap, bumbu kacang, atau yang lainnya, biasanya disertai acar dari irisan bawang merah, mentimun, dan cabai rawit. Sate dimakan dengan nasi hangat atau bisa juga disajikan dengan lontong atau ketupat ataupun hanya sate saja. Indonesia memiliki koleksi jenis sate paling kaya di dunia. Variasi sate di Indonesia biasanya dinamakan berdasarkan tempat asal resep sate tersebut, jenis dagingnya, bahannya, atau proses pembuatannya seperti Sate Ambal; Sate Babat, Sate Blora, Sate Kambing, Sate Kulit, Sate Madura, Sate Padang (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah kuliner asli di Madura, penganan dan makanan khas Nusantara? Seperti disebut di atas banyak jenis dan variasi penganan dan makanan dari berbagai daerah di Indonesia yang menjadi khas nusantara seperti lemang, bika, lumpia, rendang, soto dan sate. Lalu bagaimana sejarah kuliner asli di Madura, penganan dan makanan khas Nusantara?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 20 Desember 2022

Sejarah Madura (48): Haji di Madura, Orang Madura Naik Haji; Orang Batak Naik Haji dan Sejarah Perjalanan Haji Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Orang Madura Naik Haji. Demikian judul buku yang ditulis Abdul Mukti Thabrani diterbitkan Diva Press, 2017. Haji sendiri adalah rukun Islam. Buku tersebut telah menambah daftar buku terdahulu: Orang Jawa Naik Haji (1983) dan Orang Batak Naik Haji (2002). Buku Orang Batak Naik Haji ditulis oleh Baharuddin Aritonang yang sekampong dengan saya di Padang Sidempuan. Saya belum pernah bertemu dengan beliau secara langsung, tetapi kami berdua pernah menyampaikan materi dalam satu seminar online (webinar) tanggal 28 Oktober 2021 dalam memperingati Sumpah Pemuda dengan tema: ‘Sejarah Pergerakan Pemuda Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) di Kancah Nasional’. 


Naik Haji di Masa Kolonial menutip buku Hadji Tempo Doeloe: Kisah Klasik Berangkat Haji Zaman Dahulu oleh Emsoe Abdurrahman. MCP Publishing, 2016. Buku ini mencatat sejarah tragis jamaah haji di masa tersebut. RAA Wiranatakusuma, salah seorang pencatat fenomena haji saat itu, melakukan ibadah haji adalah penderitaan hidup yang sangat mungkin berujung pada kematian (hlm. 197). Apa yang dikatakan Wiranatakusuma didukung oleh data arsip pemerintah Belanda bahwa dari jumlah jamaah haji Hindia Belanda (Indonesia), lebih separo yang tidak pulang ke kampung halamannya (hlm. 21). Mereka boleh jadi meninggal dunia karena kelelahan, kehabisan bekal, dibunuh para perampok di pedalaman Hijaz atau dijual sebagai budak. Snouck Hurgronje menulis bahwa dia pernah bertemu dengan seorang haji asal Jawa yang menghabiskan waktu 3 tahun perjalanan ke Makkah (hlm. 17). Pada awal abad 19, persoalan transportasi bisa diatasi. Namun, belum tuntas menyelesaikan tragedi jamaah haji sepenuhnya banyak jamaah haji yang ditipu sehingga bekal mereka habis sebelum sampai di Makkah (hlm. 29). Sebagian lagi sampai ke Makkah, namun tidak sempat pulang karena semua harta mereka diperas habis-habisan oleh syekh tersebut, paling tragis, mereka dirampok, dibunuh atau dijual sebagai budak di pedalaman Hijaz (hlm. 196). Pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan agar semua jamaah haji memiliki pas perjalanan yang ditandatangani pemerintah Belanda dan konsulat Belanda yang ada di Jeddah. Buku ini tidak hanya menyajikan data-data historis yang diambil dari arsip dan buku yang ditulis penulis Belanda serta peneliti Indonesia, namun juga menyertakan gambar penting kapal uap serta penampilan jamaah haji saat itu (https://radarmadura.jawapos.com/).

Lantas bagaimana sejarah haji di Madura, dan orang Madura naik Haji? Seperti disebut di atas, haji adalah rukun Islam. Oleh karenanya menjadi kewajiban setiap pribadi. Dalam hal ini buku dan sejarah perjalanan haji menjadi menarik dimana orang Madura, orang Batak dan orang Jawa naik haji menjadi judul buku. Dalam hal ini kita tidak sedang membicarakan buku-buku tersebut tetapi tentang sejarah haji dan perjalanan haji itu sendiri. Lalu bagaimana sejarah haji di Madura, dan orang Madura naik Haji? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Madura (47): Masjid di Madura, Masjid Agung Sumenep Tertua di Madura? Penyebaran Agama Islam di Pulau Madura


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Masjid adalah salah satu symbol (wujud) peradaban (agama)_Islam di suatu tempat. Masjid dibangun jika jamaah (pengikutnya) sudah cukup untuk memulai membangun masjid, Masjid sekecil apapun ukurannya. Sebagaimana diketahui, sebelum agama Islam menyebar di nusantara, yang tersebar luas dengan peradaban yang tinggi adalah komunitas (agama) Hindoe-Boedha yang mana pada saat itu sudah mulai terbentuk komunitas Islam di Tanah Batak di pantai barat Sumatra (Baroes). Dalam hal ini sejarah masjid didahului sejarah penyebaran (agama) Islam. Bagaimana keduanya bermula di pulau Madura?


Sepenggal Sejarah Masjid Agung Sumenep. Ihram Co. Id. Jakarta. Masjid Agung Sumenep ini tercatat sebagai salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Pembangunan masjid ini telah dirintis sejak masa Pangeran Natasukuma I atau Panembahan Somala berkuasa pada abad ke-18. Masjid ini awalnya hanya berukuran kecil. Pada saat awal bangunan tersebut dikenal dengan nama Masjid Laju. Masjid tersebut dibangun oleh adipati ke-21 Sumenep, yakni Pangeran Anggadipa. Seiring waktu, kapasitas masjid tak mampu lagi menampung umat Muslim yang hendak beribadah. Sekitar 1779 Masehi, Pangeran Natakusuma menitahkan untuk membangun masjid yang lebih besar. Untuk menghadirkan masjid yang diinginkan, sang penguasa menunjuk seorang arsitek Cina, Lauw Piango. Proses pembangunan masjid dimulai pada 1198 Hijriah atau 1779 Masehi. Sementara proses pembangunan masjid ini baru usai pada 1206 H atau 1787 M. Sementara itu, hal yang cukup unik dari masjid ini adalah peninggalan pedang. Letaknya di atas kubah. Selain itu, terdapat juga sebuah batu giok. Berat batu giok ini kabarnya 20 kilogram. Sayangnya, keberadaan batu giok tersebut kurang terawat. Namun, tak begitu jelas sejak kapan batu giok itu berada, apakah bersamaan dengan proses pembangunan masjid atau hadir setelah masjid tersebut dibangun
(https://ihram.republika.co.id/) 

Lantas bagaimana sejarah masjid di Madoera, apakah masjid Agung Sumenep tertua di Madura? Seperti disebut di atas, dibangunnya masjid menunjukkan adanya komunitas Islam yang sudah cukup banyak. Sehubungan dengan itu sejarahnya terkait dengan sejarah penyebaran agama Islam di pulau Madura. Lalu bagaimana sejarah masjid di Madoera, apakah masjid Agung Sumenep tertua di Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 19 Desember 2022

Sejarah Madura (46): Kisah Mohamad Sis Tjakraningrat, Sarjana Hukum Mr; Sekolah Tinggi Hukum Rechthoogeschool di Batavia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah Mohamad Sis Tjakraningrat tentulah sudah ditulis. Mengapa harus ditulis kembali? Sudah barang tentu untuk lebih melengkapi sejarah Mohamad Sis Tjakraningrat. Sebagaimana diketahui Mohamad Sis Tjakraningrat tidak hanya memiliki gelar kerajaan (di Madura) juga Mohamad Sis Tjakraningrat memiliki gelar akademik (di Batavia). Dalam konteks inilah kita mendeskripsikan sejarah Mohamad Sis Tjakraningrat.   


Mr RA M Sis Tjakraningrat adalah putra pertama dari PAA Tjakraningrat (Wali Negara Madura), dia merupakan mantan anggota Badan Pemerintah Harian dan Staff Residen pemerintah daerah Riau dan pernah pula menjabat Bupati Bangkalan. Ia menikah dengan putri dari Raja Pakubuwono X dan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas, yaitu Goesti Kandjeng Ratoe Pembajoen dan dikaruniai 4 (empat) anak, yaitu: BR Ay Koes Siti Marlia, BR Ay Koes Sistiyah Siti Mariana, KPHM. Munnir Tjakraningrat dan KPH. Malikul Adil Tjakraningrat. Mr RA M Sis Tjakraningrat juga merupakan kakak dari mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pertama, RA M Ruslan Tjakraningrat. Pada akhir hayatnya Mr RA M Sis Tjakraningrat bekerja sebagai Sekjen Departemen Agama dan meninggal dunia tahun 1962 pada saat bertugas di Jeddah dan di makamkan di Arab Saudi. Putra Madura ini ikut serta dalam perundingan Linggarjati tahun1946 (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Mohamad Sis Tjakraningrat, sarjana hukum? Seperti disebut di atas, Mohamad Sis Tjakraningrat adalah anak seorang terkenal dari Madura. Sejarahnya sudah ditulis tetapi masih perlu dilengkapi. Lalu bagaimana sejarah Mohamad Sis Tjakraningrat, sarjana hukum? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.