Kamis, 22 Desember 2022

Sejarah Madura (52): Rumah Adat Madura dan Warna Tradisi Merah Putih Hitam; Atap Rumah Borobudur dan Bendera Majapahit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Rumah tradisi penduduk kini dikenal rumah adat. Setiap daerah memiliki bentuk dan arsitektur yang dapat dibedakan. Akibat perubahan budaya, arsitektur rumah tradisi yang diwariskan dapat berubah dari masa ke masa. Hal itu juga beralaku di wilayah Madura. Rumah tradisi di Madura adalah bagian dari sejarah bentuk dan arsitektur nusantara. Di dalam relief candi Borobudur ditemukan dua pola bentuk (atap) rumah bentuk segitiga dan bentuk limas (joglo). Sayang warna tradisi tidak tergambarkan di dalam relief candi.


Taneyan Lanjhang, Rumah Adat Masyarakat Madura. KOMPAS.com. Rumah adat di Madura dikenal dengan Taneyan Lanjhang. Taneyan dalam bahasa Indonesia adalah halaman, sedangkan Lanjhang adalah panjang. Jadi Taneyan Lanjhang adalah halaman yang panjang. Taneyan Lanjhang adalah permukiman tradisional masyarakat Madura yang berupa kumpulan rumah dengan ata letak bangunannya yang mengelilingi suatu halaman yang bentuknya memanjang. Rumah pertama inilah yang disebut sebagai rumah induk (roma tongghu), yaitu rumah yang menjadi awal mula suatu keluarga. Dilengkapi dengan langghar atau surau di sebeleh barat, kandheng di sebelah selatan, dan dapur. Rumah induk biasanya ditandai dengan jengger ayam di atapnya. Rumah induk ditempati orang tertua pada keluarga tersebut, di mana disebut kepala somah. Susunan pada rumah di Madura disusun berdasarkan hirarki dalam keluarga. Barat-timur adalah arah yang menunjukkan urutan tua muda. Sistem yang demikian mengakibatkan ikatan kekeluargaan menjadi sangat erat, sedangkan hubungan antar kelompok sangat renggang karena letak permukiman yang menyebar dan terpisah. Bentuk rumah adat di Madura secara umum didasarkan pada bentuk atap yang dipengaruhi oleh arsitektur Jawa. Rumah tipe trompesan atapnya mirip dengan rumah Jawa tipe Srotongan diberi cukit/teritis di kedua sisinya. Rumah tipe bangsal atapnya mirip dengan rumah Jawa tipe joglo yang sisi kiri dan kanannya dipotong dengan puncak dihiasi bentuk seperti kapal atau ular naga. Rumah tipe pegun atapnya mirip dengan bentuk rumah Jawa tipe limasan pacul-gowang. Bangunan Madura merupakan bentuk tertutup yang mempunyai sedikit lubang bukaan pada dinding dan lantai yang ditinggikan dari permukaan tanah
(https://www.kompas.com/) 

Lantas bagaimana sejarah rumah adat di Madura dan warna tradisi merah putih hitam? Seperti disebut di atas, wujud rumah tradisi nusantara tergambar di dalam relief candi dalam dua bentuk pola atap. Namun warna tradisi tidak terinformasikan. Lalu bagaimana sejarah rumah adat di Madura dan warna tradisi merah putih hitam? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Foto: Rumah asli penduduk Kangean, mirip rumah orang Makassar (1935)

Rumah Adat di Madura dan Pola Warna Tradisi Merah Putih Hitam; Arsitektur Nusantara Era Borobudur dan Majapahit hingga Masa Kini

Pola bentuk atap rumah diduga kuat menjadi pola rumah yang sudah terbentuk dari zaman kuno. Di dalam relief candi Borobudur, hanya ada dua pola bentuk atap yang diabadikan yakni pola bentuk segitiga seperti di Sumatra dan pola bentuk limas seperti di Jawa. Dua pola (bentuk) atap rumah zaman kuno tersebut berbanding terbalik. Pola bentuk atap rumah di pulau-pulau lainnya seperti di Madura, bentuk yang ada serupa yang mana?


Di wilayah (pulau) Sumatra, kecuali di Lampoeng, memiliki pola dasar yang sama bentuk segitiga. Ada variasi di wilayah Minangkabau dan Toba. Pola/bentuk atap rumah di wilayah Lampoeng mengadopsi bentuk atap di Jawa (bentuk limas). Di wilayah Jawa bagian barat (Banten/Sunda) lebih bervariasi ada yang menggambarkan tipikal Jawa dan tipikal Sumatra. Ini seakan di wilayah Lampoeng ada pola bentuk dari Jawa yang muncul, sebaliknya di Banten/Sunda ada pola bentuk dari Sumatra (elemen atap bentuk capit gunting). Di wilayah Jawa bagian tengah dan Jawa bagian timur cenderung pola seragam yakni bentuk limas/bentuk joglo. Di wilayah Bali memiliki pola yang sama dengan di Jawa. Akan tetapi di wilayah Lombok memiliki bentuk segi tiga seperti halnya di Sumatra.

Pola/bentuk atap rumah di wilayah Madura, terutama di pulau Madura secara umum mirip di Jawa dan Bali (bentuk limas/joglo). Akan tetapi di pulau-pulau lain di sebelah timur terutama di pulau Kangean selain pola bentuk rumah di pulau Madura juga ada yang mirip dengan pola atap rumah di Makassar. Hal ini karena sejak awal di pulau Kangean sudah terbentuk komunitas penduduk asal Sulawesi. Pola atap rumah di Sulawesi, Kalimantan (Dayak) dan Maluku, secara umum, termasuk di Makassar dan Bugis memiliki pola bentuk atap rumah di Sumatra (bentuk segitiga).


Berdasarkan foto yang diambil pada tahun 1935, rumah asli penduduk di Kangean, tampak mirip rumah orang Makassar. Seperti halnya Lampoeng dan Banten/Sunda terdapat kombinasi, demikian juga hal di wilayah Madura, dimana di pulau Madura cenderung mengikuti pola di Jawa, sementara di pulau-pulau yang lebih timur ada yang mengikuti pola di Sulawesi. Diantara dua bentuk pola umum, yang mengikuti pola zaman kuno seperti pada relief candi Borobudur terdapat bentuk yang berbeda seperti di temukan di pulau-pulau di Nusa Tengara dan Papua berbentuk kubah (bola). Jika mengikuti pola bentuk/bidang, maka ada tiga bentuk/bidang atap rumah nusantara: bentuk bidang segitiga, bentuk bidang segi banyak (limas/joglo) dan bentuk bidang segi tak terhingga (bola).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Arsitektur Nusantara Era Borobudur dan Majapahit hingga Masa Kini: Rumah Adat Satu Hal, Warna Tradisi Hal Lain

Rumah adat pada masa kini, antara satu dengan yang lainnya. Perbedaannya merujuk pada pola/bentuk atap. Varianya cukup banyak pada pola/bentuk segitiga (Sumatra) dan pola bentuk limas (Jawa) mengikuti gambaran tertua yang terdapat pada relief candi Borobudur (dua pola/bentuk yang berbanding terbalik). Ini mengindikasikan pola/bentuk atap rumah termasuk elemen budaya yang diwariskan. Elemen budaya yang lainnya yang juga diwariskan adalah pola warna tradisi. Bagaimana dengan warna tradisi di Madura?


Warna tradisi dapat diterapkan pada berbagai objek seperti warna tenunan, warna bangunan/rumah, warna bendera, warna pakaian adat. Warna bendera Aceh sejak menjadi Islam berwarna merah dan putih. Sementara warna bendara kerajaan-kerajaan di Tanah Batak berwarna mera, putih dan hitam. Bendera Sisingamangaradja warna hitam dihilangkan (boleh jadi karena memiliki kedekatan dengan Atjeh). Akan tetapi bendera Aceh yang sekarang telah bergeser menjadi tiga warna: merah, putih dan hitam. Bendera Melayu umumnya dengan sentral warna kuning (hijau, kuning dan merah). Bendera Minangkabau adalah warna hitam, merah dan kuning. Bagaimana dengan di Jawa seperti Mataram? Pada era Mataram Islam mengikuti Atjeh (pada dasarnya merujuk ke kerajaan Turki) merah putih dengan tambahan biru. Benderan kerajaan-kerajaan di Bali adalah merah putih hitam (sama dengan di Tanah Batak). Sedangkan bendera kerajaan Majapahit disebut (hanya) merah dan putih.

Berdasarkan catatan sejarah warna bendera di Madura ada dua pola: bendera merah putih dan bendera hitam putih. Mengapa dua pola warna? Seperti disebut di atas, warna bendera Majapahit adalag merah dan hitam, sementara warna bendera tradisi Bali adalah merah putih dan hitam. Apakah dua pola warna tersebut memiliki relasi dengan terbentuknya dua pola warna bendera di Madura? Sebagaimana disebut di atas, pola warna bendera di Bali dan Batak sama: merah putih dan hitam.


Daftar produk industri yang berasal dari wilayah Madura yang disertakan dalam suatu pameran tahun 1885 ada dua jenis bendera yang diperjualbelikan di Madura yakni bendera merah putih dan bendera hitam putih (lihat Nederlandsche staatscourant, 09-03-1885). Dua jenis bendera tersebut digunakan oleh para kepala kampong. Bagaimana pemakaian kedua jenis bendera ini tidak terinformasikan, Hanya disebutkan bendera merah putih atau bendera hitam putih. Apakah ini mengindikasikan penggunaan bendera merah putih merujuk ke (bendera) Majapahit dan bendera hitam putih mengindikasikan bendera lokal (yang boleh jadi pada awalnya tricolor: merah putih hitam seperti bendera kerajaan-kerajaan di Bali dan Batak).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar