Minggu, 19 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (662): Gugus Pulau Pantai Barat Sumatra; Sinabang, Nias, Siberut, Mentawai, Pagai hingga Enggano

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pulau-pulau di pantai barat bukanlah pulau tertinggal, tetapi justru tempat yang lebih awal di kenal sejak zaman kuno.  Gugus pulau pantai barat Sumatra mulai dari pulau Sinabang di utara (Aceh), Nias (Sumatra Utara(, Siberut, Mentawai/Sipora, Pagai (Sumatra Barat) hingga Enggano (Bengkulu). Jika memperhatikan peta satelit, pulau-pulau di pantai barat Sumatra berada dalam satu garis, garis yang berbeda dengan daratan garis terbentuknya pulau Sumatra.

Pulau Nias sudah dihuni sejak 12.000 tahun yang lalu oleh imigran dari Asia. Namun demikian, penelitian lain menyebutkan kelompok etnis Nias atau yang menamakan diri Ono niha (anak manusia), sudah menetap di wilayah tersebut 700 tahun lalu. Catatan tentang Nias dapat ditemukan dari tulisan tahun 150 Masehi, saat menyebutkan Pulau-pulau Barus, dengan Nias sebagai pulau terbesar. Memasuki abad ke-7 Masehi, pulau di barat Sumatera, termasuk Nias, sudah dikenal oleh pedagang asing baik dari Tiongkok amaupun Arab. Adapun penulisan spesifik tentang Nias berasal dari seorang pedagang Persia bernama Sulayman yang berkunjung ke Nias pada tahun 851 (Kompas.com). Pulau Enggano yang mencatat pertama adalah Marco Polo saat melakukan perjalanan kembali ke Venesia setelah 24 tahun di Asia. Pada 1345 atau 53 tahun setelah Marco Polo, Ibnu Batutah juga mencatat keberadaan "Pulau Telanjang" di selatan Pulau Sumatra. Pelaut Eropa yang tercatat pertama kali mendarat di Pulau Enggano adalah pelaut Portugis di bawah pimpinan Alvaro Talesso atau Alonzo Talesso. Pada 1506, kapalnya terhempas badai sehingga mereka terdampar di Pulau Enggano. Pada 5 Juni 1596, ekspedisi Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman tercatat mendarat di Pulau Enggano. Sejak 1596 hingga 1771, tidak ada orang Eropa yang hadir secara terus menerus di Pulau Enggano. Meski Belanda pernah melakukan ekspedisi dari Batavia pada 1645, Pulau Enggano termasuk pulau yang mereka telantarkan. Pada 1684, Pulau Enggano berada di bawah kekuasaan Inggris bersamaan dengan keberhasilan mereka merebut Bengkulu dari Belanda. Catatan pertama tentang keberadaan masyarakat adat Enggano berasal dari buku catatan pelayaran pelaut Inggris bernama Charles Miller yang berlayar dari Bengkulu ke Pulau Enggano pada 1771. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah gugus pulau pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas, gugus pulau di pantai barat sangat banyak dan yang terbesar Sinabang, Nias, Siberut, Mentawai, Pagai dan Enggano. Lalu bagaimana sejarah peta wilayah Lampung pada zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (661): Gugus Pulau di Utara Sumatra Zaman Kuno; Weh, Nikobar, Andaman Semenanjung Sumatra?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Gugus pulau di utara Sumatra terdiri dari pulau Weh dan pulau Rondo (Aceh, Indonesia) dan kepulauan Andaman dan kepulauan Nikobar (India). Gugus pulau-pulau ini terkesan garis lurus dari ujung utara darata Aceh hingga ujung selatan Myanmar. Apakah gugus pulau ini di masa lampau menjadi penghubung daratan Sumatra dan dararan Burma (Myanmar)? Boleh jadi hal ini benar karena dalam sejarah populasi terdapat orang Negroid di Andaman, Semenanjung Malaya dan pulau Jawa.

Kepulauan Andaman dan Nikobar (India) terdiri atas 2 kelompok, Kepulauan Andaman dan Kepulauan Nikobar yang mana kepulauan Andaman membentang ke utara, dan kepulauan Nikobar ke selatan. Ibu kota teritori ini ialah kota Port Blair di Andaman. Terdapat lebih dari 570 pulau di kepulauan Andaman dan Nikobar dan 38 pulau di kepulauan tersebut dihuni. Kebanyakan kepulauan (sekitar 550) berada dalam grup Andaman, 26 pulau dihuni. Kepulauan ini adalah puncak dari pegunungan laut yang terbentang pada zona tektonik besar yang terbentang dari Himalaya timur di perbatasan Myanmar sampai Sumatra dan Sunda Kecil. Fisiografi kepulauan ini memiliki ciri-ciri topografi yang "berombak". Bukti arkeologi dapat menilik kembali keberadaan manusia hingga ke abad ke-2 SM, tetapi hasil kajian genetik dan linguistik menunjukkan bahwa kepulauan ini sudah dihuni 30.000 - 60.000 tahun yang lalu. Di kepulauan Andaman, bangsa Andaman saat itu saling terpisah, sehingga bahasa dan budaya mereka juga menjadi berbeda. Pada tahun 1850-an, penduduk asli yang berada di Andaman adalah: Andaman Besar, yang memiliki 10 sub-grup dan bahasa; Jarawa, Jangil (atau Jarawa Rutland), Onge, Sentinel (grup yang paling terpencil). Populasi kelompok-kelompok tersebut pada masa kedatangan bangsa Eropa berkisar pada angka 7.000 jiwa. Jumlah pendatang dari pulau utama meningkat, sehingga penduduk asli kehilangan wilayah. Suku Jangil dan Andaman Besar segera punah dan hanya tersisa kira-kira 400-450 jiwa. Terdapat dua kelompok utama: Suku Nikobar, tinggal di banyak pulau; Shompen, terbatas terhadap Nikobar Besar. Bahasa utama yang dituturkan di Andaman dan Nikobar adalah Bahasa Bengali, Hindi, Tamil, Nikobar dan Telugu. Bahasa lain termasuk Bahasa Malayalam dan Inggris. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Gugus pulau di utara Sumatra? Seperti disebut di atas, pulau-pulau Weh dan pulau Rondo (Aceh, Indonesia) dan kepulauan Andaman dan kepulauan Nikobar (India). Apakah pulau-pulau ini di masa lampau menjadi penghubung daratan Sumatra dan dararan Burma (Myanmar)? Lalu bagaimana sejarah sejarah Gugus pulau di utara Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.