Jumat, 31 Maret 2023

Sejarah Banyumas (14): Awal Jalan Wilayah Banyumas, Pembangunan Bermula Dimana? Banyumas Banjarnegara Purbalinga Cilacap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Sejatinya sudah terbentuk jalan sejak zaman kuno di wilayah Banyumas. Jalan-jalan yang ada menjadi pemandu arah bagi militer Pemerintah VOC. Jalan-jalan tradisi tersebut kemudian pada era Pemerintah Hindia Belanda ditingkatkan (termasuk pembangunan jembatan) menjadi jalan utama untuk pergerakan militer, arus barang dan orang. Dalam peningkatan jalan ini ada yang dibangun baru karena mengikuti perhitungan teknis jalan oleh bagian zeni militer. Di ruas jalan mana itu bermula? Yang jelas dari waktu ke waktu panjang jalan di wilayah Banyumas mencakup seluruh wilayah di Banyumas, Banjar Negara, Purbalingga. Poerwokerto dan Cilacap.


Kisah Misteri Tanjakan Krumput Banyumas. Solopos.com. 17 Maret 2022. Di jalur pantai utara (pantura) ada Jalur Tengkorak Alas Roban dikenal kawasan rawan dengan kecelakaan lalu lintas. Di jalur lintas pantai selatan juga terdapat jalur dikenal kawasan rawan kecelakaan, yaitu Tanjakan Krumput di kabupaten Banyumas, di desa Pagelarang. Secara teknis kontur jalan berupa tanjakan tajam dan berkelok-kelok banyak tikungan tajam. Namun ada mitos jika pengguna jalan melintasi jalur tanjakan memberi uang kepada pengemis yang duduk di sepanjang jalan, maka akan terhindar musibah. Awalnya mitos tapi kini sudah menjadi kebiasaan. Para pengemis ini memberikan manfaat bagi pengguna jalan karena jalur terpencil dan minim penerangan, sehingga memberikan rasa aman bagi pengguna jalan, khususnya malam hari. Tanjakan Krumput Banyumas di kawasan kebun karet ini sangat sepi yang menurut kepercayaan warga, para pengemis penjaga jalan sudah ada sejak zaman dulu. Ini berawal zaman penjajahan Belanda di jalur tersebut pernah terjadi kecelakaan mengakibatkan truk membawa serdadu Belanda terguling, seluruh penumpang dan sopirnya meninggal dunia di lokasi. Akhirnya, masyarakat mempercayai mitos jika melintas di lokasi tersebut harus melempar uang sebagai “upeti” untuk keselamatan diri para pengendara. Pengemis di sepanjang Jalan Kruput ini selama 24 jam bergantian memungut koin. Siang hari oleh wanita dan anak-anak, malam hari oleh laki-laki. (https://www.solopos.com/)

Lantas bagaimana sejarah jalan di wilayah Banyumas, pembangunan bermula di ruas yang mana? Seperti disebut di atas, jalan-jalan tradisi sejak zaman kuno ditingkatkan pada era Pemerintah Hindia Belanda yang menjadi cikal bakal jaringan jalan yang sekarang di Banyumas, Banjar Negara, Purbalingga, Purwokerto dan Cilacap. Lalu bagaimana sejarah jalan di wilayah Banyumas, pembangunan bermula di ruas yang mana? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (13): Benteng-Benteng di Banyumas, Bemula di Banyumas; Benteng Nusa Kambangan- Benteng Pendem Cilacap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Benteng di wilayah Banyumas bemula di kota Banyumas. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda dibangun bentang lainnya di wilayah district Banjoemas di pulau Nusa Kambangan (benteng Karangbolong). Selanjutnya setelah terbentuknya Residentie Banjoemas benteng baru dibangun di wilayah pesisir Cilacap yang kini dikenal sebagai benteng Pendem.


Benteng Pendem Cilacap (Kustbatterij op de Landtong te Tjilatjap) benteng pertahanan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda terletak di tepi pantai Cilacap. Benteng dibangun tahun 1861 dan selesai 1879 dengan luas 10,5 Ha. Benteng ini mulai digali pemerintah Cilacap tahun 1986. Saat ini, pemerintah kabupaten Cilacap menjadikan benteng ini sebagai tempat wisata sejarah. Sebelum benteng dibangun, sebuah kapal Inggris Royal George pernah singgah di pulau Nusakambangan hanya untuk mengambil air, hal ini membuat Belanda khawatir jika sewaktu-waktu ada serangan musuh. Pemerintah Hindia Belanda membangun markas di tepi pantai Cilacap. Selain itu juga, untuk menangkal pihak-pihak lain yang berusaha menguasai kota Cilacap, Benteng Pendem dibangun karena menurut pemerintah Hindia Belanda, kota Cilacap memiliki letak geografis yang strategis dan cocok untuk dijadikan kota pelabuhan. Di mana menjadi sebuah kota pelabuhan sebagai pintu gerbang jalur perekonomian dari wilayah Banyumas ke Kerajaan Belanda. Pada masa pendudukan Jepang menggunakannya sebagai markas pertahanan Tentara Jepang. Selama Jepang menduduki Benteng Pendem, Jepang membangun sarana berupa bunker yang terletak di bagian atas benteng, dengan menggunakan system konstruksi dari beton dan kerangka besi yang berjumlah 4 buah. Pasca kemerdekaan, Tentara Sekutu menjadikan Benteng Pendem Cilacap sebagai markas pertahanan Tentara Sekutu sampai tahun 1949 (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah benteng-benteng di wilayah Banyumas, bemula di Banyumas? Seperti disebut di atas benteng di wilayah Banyumas bermula di kota Banyimas pada era VOC. Pada masa Pemerintah Hindia Belanda dibangun benteng-benteng baru seperti di pulau Nusa Kambangan dan benteng di Cilacap (benteng Pendem). Lalu bagaimana sejarah benteng-benteng di wilayah Banyumas, bemula di Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 30 Maret 2023

Sejarah Banyumas (12): Segara Anakan dan Pulau Nusa Kambangan; Teluk Besar Zaman Kuno Jadi Laguna, Susut Sisa Selat Sempit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Banyak laguna di Indonesia, namun laguna Segara Anakan di wilayah Banyumas sangat mirip dengan laguna (teluk) Manila di Filipina. Laguna Segara Anakan berawal dari teluk besar di zaman kuno, dimana sungai besar Tjitandoey bermuara yang terhalang oleh pulau kapur Nusa Kambangan. Pulau Nusa Kambangan menjadi sabuk pengaman dari badai di teluk dan sungai besar Tjitandoedy menjadi akses navigasi pelayaran perdagangan jauh ke pedamanan (hingga ke Bandjar). Dalam perjalanannya, teluk besar ini berubah menjadi laguna, yang luasnya terus menyusut dari waktu ke waktu.


Segara Anakan adalah sebuah laguna luas yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa di perbatasan antara provinsi Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Segara Anakan merupakan laguna di antara pulau Jawa dan pulau Nusakambangan di kabupaten Cilacap. Kawasan Segara Anakan merupakan tempat bertemunya 3 (tiga) sungai besar, yaitu sungai Citanduy, sungai Cibereum dan sungai Cikonde. Kawasan ini juga menjadi penghubung pergerakan ekonomi dan sarana transportasi air masyarakat dari Cilacap menuju Pangandaran. Laguna sendiri dalam istilah geografi adalah perairan yang hampir seluruh wilayahnya dikelilingi daratan dan hanya menyisakan sedikit celah yang berhubungan dengan laut. Segara Anakan merupakan kawasan perairan yang unik, karena didominasi hamparan hutan bakau (mangrove) yang sangat luas. Laguna Segara Anakan secara berkesinambungan mengalami degradasi akibat tingkat pengendapan yang tinggi. Adanya pengendapan pada perairan tersebut telah mengakibatkan terjadinya pendangkalan serta penyempitan luasan. Luas perairan Laguna Segara Anakan tahun 1903 masih 6.450 Ha. Namun tahun 1939, tinggal 6.060 Ha. Sekitar tahun 1971, luas Segara Anakan menyusut lagi menjadi 4.290 ha. Hal ini terus berlanjut hingga tahun 1984, luas laguna hanya 2.906 Ha. Pada tahun 1994, menyusut menjadi 1.575 Ha. Pada tahun 2005, menjadi 834 ha. Dalam kurun waktu 21 tahun terakhir penyusutan laguna 98,6 Ha per tahun. Penumpukan sedimen terutama terjadi pada daerah utara laguna. Bagian selatan laguna bagian cekungan tidak memiliki arus deras tetapi bagian yang mendekati Pulau Nusakambangan berarus deras. Materi sedimen yang masuk dari sungai Citanduy sebesar 8.05 juta ton/tahun, sungai Cimeneng sebesar 0.87 juta ton /tahun dan sungai Cikonde 0,22 juta ton/tahun dengan total pasokan sedimen 9.14 juta ton/tahun. Sekitar 8,5 juta ton/tahun keluar ke laut dan sekitar dan 0,66 juta ton/tahun mengendap di laguna (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah laguna Segara Anakan dan pulau Nusa Kambangan? Seperti disebut di atas, lagunan Segara Anakan mirip laguna di Manila. Hannya saja kawasan laguna Manila menjadi metropolitan. Bagaimana dengan laguna Segara Anakan? Yang jelas laguna berawal dari teluk zaman kuno di sebelah utara Pulau Nusa Kambangan. Lalu bagaimana sejarah laguna Segara Anakan dan pulau Nusa Kambangan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (11): Serayu dan Tsiraija, Tjirajoe, Seraijoe dan Sungai Cartanagara di Banjoemas; Air Mangalir, DiengSampaiJauh


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Kini sungai Serayu. Sungai yang sama mungkin telah silih berganti nama: Tsiraija, Tjirajoe, sungai Banjoemas dan sungai Cartanagara. Nama sungai tergantung sudut pandang: dari pedalaman di pegunungan dapat berbeda dari pesisir dan lautan. Seperti sungai-sungai lainnya, sungai Serayu sendiri kini menjadi jauh lebih panjang dibanding pada masa lampau. Mengapa? Yang jelas air sungai Serayu mengalir dari gunung Dieng menjadi jauh hingga mendekati pulau Nusa Kambangan.

 

Sungai Serayu atau Bengawan Serayu di Jawa Tengah, membentang dari timur laut ke barat daya 181 Km, melintasi lima kabupaten: Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. berada di lereng gunung Prahu di wilayah (pegunungan) Dieng kabupaten Wonosobo. Kemungkinan, nama Serayu dari nama sungai Sarayu dalam wiracarita Ramayana (sungai dekat Ayodya, kota tempat kelahiran Raden Rama Regawa tokoh utama kisah Ramayana). Kali Serayu debit air yang besar, di hulu Banjarnegara 656 M³/detik. Dengan banyak sungai bermuara k eke Serayu, di hilir debit menjadi 2.866 M³/det dan 2.797 m³/det di Banyumas dan di Rawalo. Sungai Serayu dibendung 10 Km di barat kota Banjarnegara yang dikenal Waduk Mrica/Mrican luas genangan 12 Km² dimanfaatkan irigasi dan PLTA Mrica berkapasitas 184,5 MW. Kelestarian perairan Kali Serayu terutama terancam sedimentasi, diakibatkan erosi tanah, terutama yang terjadi di wilayah dataran tinggi Dieng. Nama Serayu pernah menjadi nama maskapai kereta api lembah Serayu (Serajoedal Stoomtram Maatschappij) masa Pemerintah Hindia Belanda sejak 1891 menyusuri lembah sungai Serayu menghubungkan kota-kota Maos, Purwokerto, Sokaraja, Purbalingga, Banjarnegara dan Wonosobo. Pada masa ini PT KAI mengoperasikan KA Serayu kelas ekonomi AC dari Purwokerto ke Pasar Senen di Jakarta via Kroya, Maos, Tasikmalaya, Bandung dan Purwakarta (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Serayu, Tsiraija, Tjirajoe, sungai Banjoemas dan sungai Cartanagara? Seperti disebut di atas, sungai Serayu telah silih berganti nama sejak zaman kuno. Sungainya terus memanjang. Mengapa? Yang jelas air sungai Serayu mengalir dari gunung Dieng hingga jauh mendekati pulau Nusa Kambangan. Lalu bagaimana sejarah sungai Serayu, Tsirajoe, Si Raja, sungai Banjoemas dan sungai Cartanagara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 29 Maret 2023

Sejarah Banyumas (10): Awal Pemerintahan Banyumas Era Pemerintah Hindia Belanda; Dinasti Monarki hingga Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Pemerintahan yang ada sekarang di wilayah eks residentie Banyumas, secara modern pada dasarnya baru terbentuk secara legalitas (hukum formal) sejak era Pemerintah Hindia BelandaSragen memiliki). Bagaimana awal terbentuknya, yang jelas pada akhirnya dibentuk pemerintahan setingkat residentie yang dipimpin oleh Residen. Lalu selanjutnya pemerintahan di wilayah Banyumas berkembang dari waktu ke waktu hingga hari ini.


Sejak tanggal 22 Juni 1830, daerah Mancanegara Kulon (Banyumasan) dibawah kontrol Pemerintah Hindia Belanda. Awal koloni Belanda akhir pendudukan Mataram. Selanjutnya, adipati di wilayah Banyumasan dipilih dan diangkat oleh Gubernur Jenderal dari kalangan penduduk pribumi, umumnya putera atau kerabat dekat Adipati terakhir (era Gubernur Jenderal Johannes Graaf van den Bosch 1830-1833). Persiapan pembentukan pemerintahan di wilayah Banyumasan dilakukan oleh Residen Pekalongan. Hallewijn (tiba di wilayah Banyumasan 13 Juni 1830) dengan dibantu antara lain oleh Vitalis sebagai administrator dan Kapiten Tak sebagai komandan pasukan. Cakupan wilayah Banyumasan meliputi Kebumen, Banjar (Banjarnegara), Panjer, Ayah, Prabalingga (Purbalingga), Banyumas, Kroya, Adiraja, Patikraja, Purwakerta (Purwokerto), Ajibarang, Karangpucung, Sidareja, Majenang sampai ke Daiyoe-loehoer (Dayeuhluhur) termasuk juga di dalamnya tanah-tanah Perdikan (daerah Istimewa) seperti Donan dan Kapungloo. Akhirnya diresmikan pendirian Karesidenan Banyumas yang meliputi sebagian besar wilayah mancanegara kulon, selanjutnya tanggal 1 November 1830 de Sturler dilantik sebagai Residen Banyumas pertama. Dalam beslit 18 Desember 1830, karesidenan Banyumas diperluas dengan dimasukkannya Distrik Karangkobar (Banjarnegara, terletak di dekat Dieng), pulau Nusakambangan, Madura (sebelumnya termasuk wilayah Cirebon, sekarang termasuk dalam wilayah Wanareja, Cilacap) dan Karangsari (sebelumnya termasuk wilayah Tegal) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pemerintahan di Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, perkembangan pemerintahan secara formal (legal hukum) di wilayah Banyumas baru dimulai di awal era Pemerintah Hindia Belanda. Era dinasti raja (kerajaan) masa lalu, era re-publik Indonesia masa kini. Lalu bagaimana sejarah pemerintahan di Banyumas era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (9): Populasi Penduduk Banyumas: Asal Usul Penduduk Asli dan Peradaban di Banyumas dari Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Setiap wilayah memiliki populasi penduduk. Setiap populasi penduduk memiliki asal-usul sendiri. Setiap penduduk asli memiliki perkembangan peradaban sendiri. Namun yang sulit dijawab seberapa tua penduduk asli, bagaimana perkembangan peradabannya dari masa ke masa. Tentu saja ada warga pendatang yang melebur dengan penduduk asli yang kemudian membentuk populasi penduduk baru dengan peradaban yang lebih baru. Demekian selanjutnya hingga kehadiran orang Eropa/Belanda.

 

Jawa Banyumasan (Ngoko: Wong Jawa Banyumasan; Krama: Tiyang Jawi Toyajenean, Indonesia: Orang Jawa Banyumasan) adalah etnis Jawa di Jawa Tengah bagian barat. Sedikit berbeda budaya, bahasa dan karakter dari etnis Jawa umumnya, lebih dikenal dengan sebutan wong ngapak (logatnya yang ngapak). Wilayah yang mengitari gunung Slamet dan sungai Serayu, dipimpin oleh keluarga Wiryodiharjo. Wilayah Banyumasan terdiri dari eks karesidenan Banyumas yang meliputi; Cilacap, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Walaupun terdapat sedikit perbedaan (nuansa) adat-istiadat dan logat bahasa, tetapi secara umum daerah-daerah tersebut dapat dikatakan "sewarna", yaitu sama-sama menggunakan Bahasa Jawa Dialek Banyumasan. Pada awal masa kerajaan Hindu-Buddha, wilayah Banyumasan pengaruh Kerajaan Tarumanagara di barat dan Kerajaan Kalingga di timur dengan Sungai Cipamali sebagai batas alamnya. Singkatnya jelang berakhir kejayaan kerajaan Pajang dan berdirinya Kesultanan Mataram (1587), Adipati Wargo Utomo II menyerahkan kadipaten Wirasaba ke saudara, lalu membentuk kadipaten baru Banyumas menjadi Adipati pertama dengan gelar Adipati Marapat.Setelah pusat kadipaten dipindahkan ke Sudagaran kadipaten-kadipaten di wilayah Banyumasan tunduk pada Mataram.tetapi masih memiliki otonomi dan penduduk Mataram menyebut wilayah Mancanegara Kulon (antara Bagelen (Purworejo) sampai Majenang (Cilacap) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah populasi penduduk Banyumas? Seperti disebut di atas, wilayah Banyumas adalah wilayah peradaban tua. Namun seberapa tua sulit diketahui secara pasti. Yang jelas asal usul penduduk asli Banyumas adalah perkembangan peradaban Banyumas itu sendiri dari masa ke masa. Lalu bagaimana sejarah populasi penduduk Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 28 Maret 2023

Sejarah Banyumas (8): Tradisi Temurun di Wilayah Banyumas; Adat Istiadat Arsitektur Sastra Musik Tarian Wayang dan Lainnya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Tradisi adalah kebudayaan dalam skala mikro pada wilayah yang terbatas. Sebagaimana bahasa, tradisi juga diturunkan (secara turun temurun). Tradisi yang turun temurun di wilayah eks Residentie Banjoemas yang dapat dibedakan di wilayah budaya Jawa dan di wilayah budaya Sunda. Ini mengindikasikan (ke)budaya(an) Banyumasan bersifat khas. Tradisi khas secara turun temurun.

 

Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah (akarnya percampuran budaya Jawa dan Sunda). Diantara seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas antara lain: Wayang kulit gagrag terdapat dua gagrak (gaya), yakni Gragak Kidul Gunung dan Gragak Lor Gunung. Wayang kulit gragak bernapas kerakyatannya. Begalan, seni tutur tradisional pada upacara pernikahan. Musik tradisi Banyumas memiliki kekhasan dengan musik Jawa lainnya, di antaranya: Calung, alat musik terbuat potongan bambu melintang dan dimainkan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan gamelan Jawa, terdiri gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang. Ada juga Gong Sebul karena bunyi dikeluarkan mirip gong tetapi dimainkan cara ditiup terbuat bambu ukuran besar, Aransemen musikal disajikan berupa gending-gending Banyumasan. Kenthongan (tek-tek), alat musik potongan bambu diberi lubang memanjang disisinya dimainkan cara dipukul pakai tongkat kayu. Kenthongan dimainkan dalam kelompok sekitar 20 orang dilengkapi dengan bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Bongkel, peralatan musik tradisi sejenis angklung,terdiri empat bilah berlaras slendro. Tarian khas Banyumasan antara lain: Lengger, tarian dua perempuan di tengah pertunjukkan hadir seorang penari laki-laki, yang diiringi musik calung. Sintren, tarian laki-laki mengenakan baju perempuan, melekat pada kesenian ebeg. Aksimuda, kesenian bernapaskan Islam berupa silat yang digabung dengan tari-tarian; Angguk, dan Aplang. Buncis, paduan musik tarian diiringi angklung. Ebeg, kuda lumping diiringi gamelan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah tradisi turun menurun di wilayah Banyumas? Seperti disebut di atas, budaya atau tradisi turun temurun di wilayah eks Residentie Banyumas berbeda dengan tradisi di wilayah budaya Sunda dan di wilayah budaya Jawa. Tradisi turun termurin antara lain adat istiadat, arsitektur, sastra, musik, tarian, wayang dan lainnya. Lalu bagaimana sejarah tradisi turun menurun di wilayah Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (7): Bahasa di Wilayah Budaya Banyumas; Dialek "Banyumasan" di Batas Budaya Sunda-Jawa di Pantai Selatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Bahasa menunjukkan bangsa, dialek mengindikasikan suku. Seperti halnya bahasa Batak, bahasa Jawa juga memiliki dialek-dialek. Salah satu dialek bahasa Jawa adalah bahasa/dialek Baanyumasan. Dialek Banyumasan ini tersebar luas di eks Residentie Banjoemas antara lain: Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Gumelar, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara, Wonosobo, Sumpiuh, Kebumen dan Gombong. Wilayah bahasa ini berada diantara batas buda Sunda dan Jawa di pantai selatan Jawa.

 

Bahasa Jawa Banyumasan, Basa Panginyongan atau Basa Ngapak adalah satu dialek bahasa (Jawa) dituturkan di wilayah eks-Keresidenan Banyumas (Jawa Tengah) plus di kecamatan Lakbok, kabupaten Ciamis (Jawa Barat). Bahasa ini merupakan bahasa digunakan mayoritas Orang Jawa pada peradaban Jawa lama. Disebutkan sebagai bagian dari bahasa Jawa, bahasa Banyumasan mengalami perkembangan: abad ke 9-13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno; abad ke 13-16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan; abad ke 16-20 berkembang menjadi bahasa/dialek Banyumasan (terpisah jauh dengan dialek wetan dan tengah). Perkembangannya dipengaruhi kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang melahirkan tingkatan bahasa atas status sosial. Namun pengaruh budaya feodal tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan. Masih banyak kosakata bahasa Jawa Kuno di dalam bahasa Banyumasan. Itulah sebabnya berbeda mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar. Sementara itu ada 4 dialek utama bahasa Jawa di bagian barat: Wilayah Utara (Tegalan), Wilayah Selatan (Banyumasan), Wilayah Cirebon - Indramayu (Dermayonan) dan Banten Utara. Dialek Banyumasan dituturkan, antara lain di Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Gumelar, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara Wonosobo, Sumpiuh, Kebumen dan Gombong. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah bahasa di wilayah budaya Banyumas? Seperti disebut di atas di wilayah eks Residentie Banjoemas terdapat dialek bahasa yang kini dikenal bahasa/dialek Banyumasan. Secara khusus dialek Banyumasan ini berada di batas budaya Sunda dan Jawa di pantai selatan Jawa. Lalu bagaimana sejarah bahasa di wilayah budaya Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 27 Maret 2023

Sejarah Banyumas (6): Harimau Jawa di Wilayah Banyumas Tempo Doeloe; Apakah Ada Sisa Badak di Lereng Gunung Slamet?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Harimau. Dalam hal ini harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Harimau Jawa sudah sejak lama dilaporkan punah. Namun yang menyisakan pertanyaan, seperti halnya di (pulau) Bali, apakah di hutan-hutan Jawa masih ada yang tersisa? Bagaimana dengan harimau di wilayah Banyumas? Apakah pernah eksis dan sejak kapan punah? Yang jelas harimau Indonesia hanya tersisa di pulau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Harimau dalam hal ini harus dibedakan dengan macan (macan tutul, macan hitam atau jaguar).


Warga Windunegara, Banyumas, Digemparkan oleh Kemunculan Macan. Purwokerto. Kampas. 5 Januari 2022. Seekor harimau diduga muncul perkebunan warga di Banyumas. Warga Grumbul Kepetek, desa Windunegara, kecamatan Wangon, kabupaten Banyumas digemparkan diduga macan. Salah seorang warga melihat macan berwarna cokelat kehitaman. ”Kemarin pukul 15.00 saat cari rumput, ada bayangan warnanya cokelat meloncat ke parit. Saya mendekat, lalu bunyi mengaum suara macan,” kata Tawin (41), warga desa. Sosok hewan besar itu ukurannya sebesar kambing. Tawin bersama kedua orangtuanya. ”Suaranya besar sekali, saya sangat ketakutan dan gemetar,” kata Jariyah (64) ibunda Tawin. Lokasi macan sekitar 1 Km dari permukiman, di lereng bukit sengon dan jati, di bawahnya tanaman singkong, kacang tanah, dan burus. Perangkat desa bersama TNI dan Polri mengecek. Sekitar 100 M di atas parit tempat Tawin melihat sosok macan itu, terdapat jejak yang diduga kaki macan diameter sekitar 10 cm. ”Kemarin ada beberapa jejak, sekarang tinggal satu, lainnya sudah tergerus hujan,” tutur Tawin. Sementara itu, Sugeng mengatakan, pada periode 2000-2002, warga di desanya juga pernah melihat sosok macan di kawasan perbukitan. Tahun 2020, ada warga mendengar auman macan dan ditemukan jejak kaki. Pemerhati konservasi Munawar Kholis, mengatakan, harimau Jawa sudah punah, yang tinggal macan tutul, memiliki dua jenis warna, kuning totol hitam dan hitam semua. Diperkirakan yang muncul di Wangon adalah macan tutul (htttp//:kompas.com).

Lantas bagaimana sejarah harimau Jawa di wilayah Banyumas tempo doeloe? Seperti disebut di atas, harimau Jawa dianggap telah punah. Namun tetap saja ada yang masih mempertanyakan apakah masih ada yang tersisa. Bagaimana dengan keberadaan harimau di wilayah Banyumas pada masa lalu. Juga pernah muncul isu apakah ada sisa badak di ketinggian gunung Slamet? Lalu bagaimana sejarah harimau Jawa di wilayah Banyumas tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (5): Gajah di Pulau Jawa di Wilayah Banyumas, Mengapa Punah? Gajah Indonesia Hanya Tersisa di Sumatera


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Gunung Gajah, sebagaimana dalam artikel sebelum ini, tidaj hanya menarik, juga menjadi penting untuk diperhatikan. Mengapa? Banyak nama geografis di pulau Jawa disebut gunung gajah, tetapi semuanya hanya terletak di wilayah Jawa bagian tengah. Lalu apakah di pulau Jawa pada masa lampu terdapat gajah, dan gajah-gajah itu hanya ditemukan di wilayah Jawa bagian tengah? Gajah termasuk hewan purba, yang mana di Indonesia kini hanya tersisa di pulau Sumatra.


Gajah Jawa (Elephas maximus sondaicus) diusulkan Paules Edward Pieris Deraniyagala tahun 1953, berdasarkan ilustrasi ukiran pada monumen Buddha candi Borobudur. Dia mengira gajah Asia (Elephas maximus) memang pernah ada di pulau Jawa tetapi telah punah. Fosil gajah Asia telah ditemukan pada endapan Pleistosen di Jawa. Kapan gajah punah di Jawa tidak terjawab. Kronik Cina mencatat bahwa raja-raja Jawa menunggangi gajah, dan Jawa mengekspor gading ke Cina. Ada kemungkinan bahwa gajah di Jawa pada masa pengaruh Hindu didatangkan dari India. Sebuah tradisi di bagian timur laut Kalimantan menyatakan bahwa gajah Kalimantan yang saat ini hidup di alam liar disana adalah keturunan gajah dari Jawa yang dihadirkan oleh "Raja Jawa" kepada Rajah Baguinda dari Sulu pada akhir abad ke-14. Tradisi lain menyatakan gajah diberikan kepada Sultan Sulu oleh East India Company tahun 1750. Fernando, et al., menemukan bahwa gajah-gajah di Kalimantan terisolasi secara genetik dari populasi gajah Asia lainnya selama 300.000 tahun, menyimpulkan bahwa gajah di Kalimantan adalah asli. Earl of Cranbrook, dkk. menyimpulkan bahwa introduksi baru-baru ini dari Jawa, masuk akal untuk asal usul gajah Borneo. Jika gajah Kalimantan adalah keturunan dari gajah Jawa, apakah gajah Jawa juga secara genetik berbeda dari populasi gajah Asia lainnya. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah gajah di pulau Jawa di wilayah Banyumas, mengapa punah? Seperti disebut di atas keberadaan gajah di pulayu Jawa terus menjadi perhatian dan terus menunggu penyelidikan lebih lanjut. Apakah dalam hal ini populasi gajah pernah eksis di wilayah Banyumas? Yang jelas populasi gajah masa kini di Indonesia hanya tersisa di Sumatera. Lalu bagaimana sejarah gajah di pulau Jawa di wilayah Banyumas, mengapa punah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 26 Maret 2023

Sejarah Banyumas (4): Apakah Pulau Hilang Ada di Wilayah Banyumas? Pulau Besar Nordra Canibaz di Selatan Nusa Kambangan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Secara geomorfologis wilayah pulau Jawa masa ini diduga kuat berbeda pada masa lampau. Pulau Jawa bentuknya lebih ramping tempo doeloe. Juga diduga banyak wujud pulau telah menghilang. ada yang menyatu dengan daratan dan ada pulau yang mengalami abrasi hebat sehingga menghilang. Pertanyaannya: apakah ada pulau yang benar-benar hilang di wilayah Banyumas? Dalam Peta 1750 diidentifikasi pulau Nordra Canibaz tepat berada di selatan pulau Nusa Kambangan.  


Nusakambangan adalah sebuah pulau di Jawa Tengah lebih dikenal tempat terletaknya beberapa Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Secara geografis, pulau masuk dalam wilayah administratif kabupaten Cilacap tercatat pulau terluar Indonesia. Dari pelabuhan Wijayapura Cilacap ke pelabuhan Sodong di pulau lima menit. Pulau Nusakambangan sebagai cagar alam. Kayu plahlar (Dipterocarpus litoralis) hanya ditemukan di pulau. Secara tradisional, penerus dinasti Kesultanan Mataram sering melakukan ritual di pulau. Di bagian barat pulau, sebuah gua ada semacam prasasti peninggalan zaman VOC. Di ujung timur, di atas bukit karang, berdiri mercu suar Cimiring dan benteng kecil peninggalan Portugis. Nusakambangan tercatat sebagai pertahanan terakhir dari tumbuhan wijayakusuma yang sejati. Dari sinilah nama pulau ini berasal: Nusakambangan, yang berarti "pulau bunga-bungaan". Di pulau semula ada 9 buah lapas tetapi kini hanya tinggal Lapas Batu (dibangun 1925), Lapas Besi (dibangun 1929), Lapas Kembang Kuning (tahun 1950), dan Lapas Permisan (tertua, dibangun 1908). Lima lainnya Nirbaya, Karang Tengah, Limus Buntu, Karang Anyar, dan Gleger, telah ditutup. Wilayah selatan pulau dengan pantai berkarang berombak besar. Wilayah utara menghadap Cilacap terdapat kampung-kampung nelayan sepanjang hutan bakau, antara lain Laut dan Jojog. Pada masa ini penghuni pulau hanya para narapidana dan pegawai Lapas. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau hilang di wilayah Banyumas, apakah betul ada? Seperti disebut di atas dalam Peta 1750 diidentifikasi pulau besar pulau Nordra Canibaz di tepat berada di selatan pulau Nusa Kambangan. Bagaimana eksistensinya masa kini? Lalu bagaimana sejarah pulau hilang di wilayah Banyumas, apakah betul ada? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (3): Gunung Slamet di Jawa Tengah; Wilayah Banjoemas Diantara Gunung Tegal - Pulau di Pantai Selatan Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Secara geomorfologis, diduga gunung (api) Slamet yang menyebabkan perubahan permukaan tanah di wilayah Banjumas (antara gunung Slamet dan pantai selatan Jawa). Hal itu yang menyebabkan gunung Slamet menjadi penting dalam sejarah wilayah Banyumas. Gunung Slamet, gunung tertinggi kedua di Jawa adalah gunung khas di Jawa. Sebelum dikenal sebagai nama gunung Slamet, nama yang dikenal adalah gunung Tegal.


Gunung Slamet adalah sebuah gunung berapi kerucut tipe A yang berada di Jawa Tengah. Gunung Slamet memiliki ketinggian 3.432 M tertinggi kedua setelah Semeru terletak di antara 5 kabupaten (Banyumas, Purbalingga, Brebes, Tegal dan Pemalang). Gunung Slamet suhu paling dingin di Jawa curah hujan tahunan paling tinggi di Indonesia. Kawah IV masih aktif di kaki gunung terletak kawasan wisata Baturraden 15 km dari Kota Purwokerto. Pemandian air panas Guci berada di sisi utara di kabupaten Tegal. Gunung terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia pada Lempeng Eurasia di selatan Pulau Jawa. Retakan pada lempeng membuka jalur lava ke permukaan. Letusan diketahui sejak abad ke-19. Maret 2014 Gunung Slamet menunjukkan aktifitas dan statusnya menjadi Waspada. Pada bulan Agustus 1838. Junghuhn, Fritze, Holle dan Borst mendaki dari Moga sebelah utara. Dr. Holle menemukan kerangka badak di daerah berpasir di sebelah kawah. Junghuhn mendaki untuk kedua kalinya 19 Juni 1847 dari Priatin sisi timur-utara. J. Noorduyn menyebut nama "Slamet" relatif baru, pinjaman dari bahasa Arab. Ia mengemukakan yang disebut Gunung Agung dalam naskah Sunda petualangan Bujangga Manik adalah gunung Slamet, Gunung Slamet memiliki cerita legenda turun temurun. Nama slamet diambil dari bahasa Jawa yang artinya selamat. Menurut kepercayaan warga sekitar, bila Gunung Slamet sampai meletus besar maka Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah gunung Slamet gunung tinggi di Jawa Tengah? Seperti disebut di atas, gunung Slamet adalah gunung tertinggi kedua di Jawa dan memiliki karakteristik yang khas. Gunung Slamet diduga menjadi factor penting dalam perubahan geomorfologi di wilayah Banyumas, terutama wilayah antara gunung Tegal dan pantai selatan Jawa di pulau Nusa Kambangan. Lalu bagaimana sejarah gunung Slamet gunung tinggi di Jawa Tengah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 25 Maret 2023

Sejarah Banyumas (2):Geomorfologi Sungai Citandui dan Sungai Serayu di Banyumas; Gunung Slamet - Pulau Pantai Selatan Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Lain tempo doeloe, lain pula sekarang. Lain di zaman kuno, lain pula masa nanti. Tidak hanya populasi penduduk yang berubah, juga wilayah geografis juga berubah dari masa ke masa. Dalam narasi sejarah masa kini, tidak pernah dinarasikan sejarah geografi wilayah. Semuanya dianggap tetap (tidak berubah) dari zaman ke zaman; dari zaman megalitikum hingga ke zaman melenium. Membicarakan sejarah perubahan geografis, kita sedang berbicara tentang geomorfologis wilayah.


Letak Geografis. Wilayah kabupaten Banyumas terletak berada di barat daya propinsi Jawa Tengah (garis Bujur Timur 108.39 sampai 109.27 dan garis Lintang Selatan 7.15 sampai 7. 37). Batas-batas kabupaten Banyumas adalah: Sebelah utara: gunung Slamet, kabupaten Tegal dan kabupaten Pemalang; Sebelah selatan: kabupaten Cilacap; Sebelah barat: kabupaten Cilacap dan kabupaten Brebes; Sebelah timur: kabupaten Purbalingga, kabupaten Kebumen dan kabupaten Banjarnegara. Luas wilayah kabupaten Banyumas 1.327,60 Km2. Keadaan wilayah antara daratan dan pegunungan dengan struktur pegunungan sebagian lembah sungai Serayu, sebagian dataran tinggi dan hutan tropis di selatan lereng gunung Slamet. Pegunungan Slamet dengan ketinggian puncak 3.400 M dpl dan masih aktif. Kabupaten Banyumas memiliki iklim tropis basah terletak di antara lereng pegunungan jauh dari permukaan pantai/lautan (angin laut tidak begitu tampak). Tekanan rata-rata antara 1.001 mbs, dengan suhu udara berkisar antara 21,4-30,9 derajat Celsius. (https://www.banyumaskab.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi wilayah Banyumas, sungai Citandui dan sungai Serayu? Seperti disebut di atas, wilayah geografis Banyumas hanya dideskripsikan apa yang bisa dilihat dan dirasakan pada masa kini. Tentu saja itu tidak cukup. Analisis geomorfologis dapat memperkaya pemahaman masa kini terhadap situasi dan kondisi geografi pada masa lampau. Geomorfologis wilayah Banyumas antara gunung Slamet dan pulau-pulau di pantai selatan Jawa. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi wilayah Banyumas, sungai Citandui dan sungai Serayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyumas (1): Banyumas, Nama Kuno Sungai Serayu? Kota Banyumas Masa Lampau dan Kota Purwokerto Masa Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Nama Banyumas adalah satu hal. Kota Banyumas tempo doeloe hal lain lagi. Nama kota Banyumas kini menjadi nama kecamatan Banyumas dan nama kabupaten Banyumas. Namun kini ibu kota kabupaten Banyumas tidak lagi di Banyumas tetapi di Purwokerto. Mengapa? Itu hal lain lagi. Yang ingin diperhatikan dalam hal ini adalah asal usul nama Banyumas dan pertumbuhan dan perkembangan kota Banyumas tempo doeloe.


Kabupaten Banyumas adalah wilayah kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibu kotanya adalah Kota Purwokerto (bahasa Banyumasan: Purwakerta). Kabupaten Banyumas berbatasan kabupaten Brebes di utara; kabupaten Purbalingga, kabupaten Banjarnegara, dan kabupaten Kebumen di timur, serta kabupaten Cilacap di sebelah selatan dan barat. Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah terdapat di ujung utara wilayah kabupaten (puncak 3.400 M dan masih aktif). Banyumas merupakan wilayah budaya Banyumasan, diantara barat Jawa dan timur Sunda dengan bahasa dialek Banyumasan (ragam tertua bahasa Jawa yang cukup berbeda dengan dialek standar bahasa Jawa ("dialek Mataraman"). Masyarakat dari bahasa dan daerah lain kerap menjuluki "bahasa ngapak" karena ciri khas bunyi /k/ yang dibaca penuh pada akhir kata merupakan sisa sisa peninggalan Bahasa Jawa Kuno (berbeda dengan dialek Mataram yang dibaca sebagai glottal stop). Secara geografis kabupaten Banyumas antara daratan dan pegunungan terdiri sebagian lembah sungai Serayu dan sebagian pegunungan dan hutan tropis di lereng selatan Gunung Slamet (kabupaten Banyumas 54,86 % berada 0–100 M dpl dan 45,14 % berada 101 m–500 M dpl. Kata Banyumas berasal banyu dan mas: banyu berarti "air", mas berarti "emas". Banyumas sebagai suatu wilayah pemerintahan, terbentuk pada abad ke-16 (masa Sultan Hadiwijaya Kesultanan Pajang). Merujuk pada cerita-cerita rakyat setempat, yakni Babad Pasir (atau Babad Pasirluhur) dan Babad Banyumas, sebelumnya wilayah Banyumas merupakan bagian dari Kadipaten Pasirluhur dan Kadipaten Wirasaba. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama Banyumas, nama kuno sungai Serayu? Seperti disebut di atas, sebelum kota Purwokerto tumbuh dan berkembang, kota Banyumas adalah ibu kota. Awalnya sebagai ibu kota district lalu ibu kota residentie. Kota Banyumas menjadi masa lampau dan kota Purwokerto menjadi masa kini. Lalu bagaimana sejarah nama Banyumas, nama kuno sungai Serayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 24 Maret 2023

Sejarah Malang (62): Dr Widjoyo Nitisastro Lahir di Malang, Dosen - Pendiri Lembaga Demografi di FEUI 1964; Ekonom Terkenal


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Di gedung Nathanael Iskandar FEUI, di kampus UI Depok, di sisi kanan pintu masuk kantor/gedung Lembaga Demografi terdapat plakat: Lembaga Demografi FEUI didirikan tahun 1963 oleh Widjoyo Nitisastro. Hampir setiap saya masuk ke kantor/Gedung Lembaga Demografi itu saya melihat nama itu. Di lembaga inilah awal mula saya bekerja di bidang penelitian hingga pada akhirnya menemukan jalan dalam penyelidikan sejarah (ekonomi dan bisnis). Widjoyo Nitisastro adalah seorang panutan


Prof. Dr. Widjojo Nitisastro (lahir di Malang 23 September 1927 –meninggal di Jakarta 9 Maret 2012) dikenal sebagai arsitek utama perekonomian Orde Baru. Ia sempat menjabat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional 1971-1973 dan Menko Ekuin sekaligus Kepala Bappenas 1973–1978 dan 1978–1983. Widjojo berasal dari keluarga pensiunan penilik sekolah dasar. Ayahnya aktivis Partai Indonesia Raya (Parindra), yang menggerakkan Rukun Tani. Ketika pecah Revolusi Kemerdekaan, duduk di kelas I SMT (setingkat SMA) di Santo Albertus, Malang. Widjojo bergabung dengan pasukan pelajar TRIP. Ia nyaris gugur di daerah Ngaglik dan Gunung Sari Surabaya. Seusai perang, Widjojo mengajar di SMP selama 3 tahun, kemudian melanjutkan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) dan mengkhususkan pada demografi. Masih menjadi mahasiswa di FEUI, bersama seorang ahli dari Canada Prof. Dr. Nathan Keyfiz, Widjojo menulis buku berjudul "Soal Penduduk dan Pembangunan Indonesia". Kata pengantarnya ditulis Mohammad Hatta. Hatta menulis, "Seorang putra Indonesia dengan pengetahuannya mengenai masalah tanah airnya, telah dapat bekerja sama dengan ahli statistik bangsa Canada. Mengolah buah pemikirannya yang cukup padat dan menuangkannya dalam buku yang berbobot." Buku ini sangat populer di kalangan mahasiswa ekonomi. Widjojo lulus dengan predikat Cum Laude. Widjojo kemudian berkuliah di University of California at Berkeley. Ia lulus pada tahun 1961 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Widjoyo Nitisastro lahir di Malang, dosen dan pendiri Lembaga Demografi FEUI? Seperti disebut di atas, Widjoyo Nitisastro memulai pendidikan tinggi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dia sangat terkenal, bahkan sejak mahasiswa. Pada era Orde Baru dikenal sebagai ekonom terkenal. Lalu bagaimana sejarah Widjoyo Nitisastro lahir di Malang, dosen dan pendiri Lembaga Demografi FEUI? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Malang (61): Kwee Djie Hoo, Arek Malang Menjadi Konsul Negara RIS 1950 di Hong Kong; Chung Hwa Hui di Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Siapa Kwee Djie Hoo? Tampaknya tidak ada yang peduli, kecuali keluarganya. Siapa Kwee Djie Hoo? Sejarahnya kurang terinformasikan. Apa pentingnya Kwee Djie Hoo? Yang jelas Kwee Djie Hoo adalah seorang arek Malang, yang sebelum menjadi konsul jenderal Indonesia di New York (1957-1960) dan duta besar di Belanda (1955-1957), menjabat sebagai konsul jenderal di Hingkong. Kwee Djie Hoo adalah seorang ekonom yanfg pernah studi di Belanda.


Pribumi pertama yang kuliah di Belanda adalah Raden Kartono (abang RA Kartini) yang datang ke Belanda pada tahun 1896. Lalu kemudian menyusul Radjieon Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun 1905. Pada saat jumlah mahasiswa pribumi di Belanda tahun 1908 sebanyak 15 orang, Soetan Casajangan (kelahiran Padang Sidempoean) berinisiatif mendirikan organisasi mahasiswa yang diberi nama Indische Vereeniging (Perhimpinan Hindia). Soetan Casajangan menjadi ketua pertama (kepengurusan pertama) dengan sekretaris Raden Soemito (lulusan HBS Semarang). Pada tahun 1911 jumlah mahasiswa Cina sekitar 14 orang, Be Tiat Tjong (kelahiran Probolinggo) berinisiatif mendirikan organisasi mahasiswa Cina asal Hindia yang diberi nama Chung Hwa Hui. Ketua Chung Hwa Hui kemudian digantikan oleh Li Tjwan Ing (1914-1915). Dalam hal ini Yap Hong An menggantikan Li Tjwan Ing yang menjadi pimpinan delegasi mahasiswa Cina di dalam Kongres Mahasiswa Hindia 1917 yang dipimpin oleh HJ van Mooo. Pada saat kongres inilah mahasiswa-mahasiswa pribumi yang diwakili pembicara Dahlan Abdoellah, Sorip Tagor Harahap dan Goenawan Mangoenkoesoemo meminta forum agar mereka (mahasiswa pribumi) disebut orang Indonesia (Indonesier). Sejak inilah nama Indonesia digunakan sebagai indentitas (bangsa) Indonesia (hingga ini hari). Sebagaimana diketahui kemudian, HJ van Mook kelak sebagai Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (NICA).

Lantas bagaimana sejarah Kwee Djie Hoo arek Malang menjadi Konsul Negara RIS di Hong Kong? Seperti disebut di atas, sejarah Kwee Djie Hoo kurang terinformasi. Oleh karena itu sebagai bagian dari sejarah menjadi Indonesia narasi Kwee Djie Hoo perlu ditulis dan juga sejarah Chung Hwa Hui di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Kwee Djie Hoo arek Malang menjadi Konsul Negara RIS di Hong Kong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 23 Maret 2023

Sejarah Malang (60): "NKRI Harga Mati" di Malang; Oh. Persatuan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia Tidak Bisa Diubah Lagi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Apa arti NKRI harga mati? Tentu saja itu tampak sebagai slogan saja. Tapi sesungguhnya lebih dari itu. Ada banyak kisah yang terjadi di belakangnya. Lalu sejak kapan slogan NKRI harga mati muncul. Itu satu hal. Yang jelas slogan NKRI harga mati hingga ini hari masih eksis. Dalam hubungan ini siapa yang membutuhkan slogan NKRI harga mati tersebut?


Satu Abad NU di Sidoarjo, Bupati Malang: NKRI Harga Mati Pertahankan Indonesia. 07 Februari 2023. Sidoarjo. Suarajatimpost. Puluhan ribu warga nahdiyin dari seluruh Indonesia hadir memenuhi Stadion Gelora Delta Sidoarjo untuk memperingati resepsi puncak peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU), Selasa (7/2/2023). Dengan mengusung tema 'Merawat Jagat Membangun Peradaban' yang dihadiri langsung Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin, mantan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Panglima TNI, Kapolri, sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Maju, serta KH. Miftachul Akhyar (Rais Aam Pengurus Besar NU), KH. Yahya Colil Staquf (Ketua Umum PBNU). Bupati Malang, H.M Sanusi, bersama Wakil Bupati Malang, Didik Gatot Subroto serta sejumlah Forkopimda Kabupaten Malang turut menghadiri resepsi Puncak Peringatan Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU). Sanusi mengatakan, peringatan Satu Abad NU bertujuan membela NKRI serta era kebangkitan, kebersamaan, persatuan dan kesatuan bangsa. ''Peringatan Satu Abad NU ini merupakan era kebangkitan dan kebersamaan serta persatuan dan kesatuan para umat untuk membela Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga dalam Satu Abad NU ini NKRI harga mati untuk mempertahankan Indonesia agar mampu terus membawa keberlanjutan kehidupan bagi generasi muda ke depan," kata Bupati Malang kepada Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Kabupaten Malang. (https://www.suarajatimpost.com/)

Lantas bagaimana sejarah NKRI harga mati di Malang? Seperti disebut di atas NKRI harga mati seakan terkesan hanya slogan semata saja, tetapi ada kisah-kisah di belakangnya, termasuk kisah di wilayah Malang. Persatuan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa diubah lagi seperti era RIS? Lalu bagaimana sejarah NKRI harga mati di Malang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.