*Untuk melihat semua artikel Sejarah Diaspora dalam blog ini Klik Disini
Pada masa ini banyak diaspora Indonesia di Australia
karena alasan studi dan bekerja. Namun bukan itu yang dimaksud. Orang Indonesia
di Australia keberadaannya sudah lama ada, bahkan sejak era VOC. Para migran
asal Indonesia terus berlanjut hingga masa Pemerintah Hindia Belanda. Bagaimana
bisa? Yang jelas sebelum keberadaan orang Inggris di Australia, sudah menjadi
wilayah perdagangan orang Belanda.
Australia, dengan nama resmi Commonwealth of Australia, negara di belahan bumi selatan yang terdiri dari daratan utama benua Australia, pulau Tasmania, dan berbagai pulau kecil seperti di Samudra Hindia. Sejarah Australia sendiri dimulai penjelajah Belanda, Willem Janszoon, mencapai Australia tahun 1606. Pada tahun 1770, penjelajah Inggris, James Cook mencapai Australia di Sydney. Lalu Inggris mendirikan koloni penjara pada 7 Februari 1788. Hingga permulaan abad ke-19, Australia masih dikenal sebagai Nieuw-Holland, nama yang pertama kali diberikan oleh penjelajah Belanda, Abel Tasman, pada tahun 1644. Nama Australia baru kemudian dipopularkan oleh penjelajah Matthew Flinders, sejak tahun 1804. Gubernur Lachlan Macquarie menetapkan nama Australia tahun sebagai pengganti Nieuw-Holland tahun 1817. Pada tahun 1824, Kantor Angkatan Laut mengadopsi nama Australia. Pada pertengahan abad ke-19, ditemukan tambang emas di Australia sehingga para imigran berdatangan (Wikipedia).
Lantas bagaimana sejarah orang Indonesia di Australia di masa lalu hingga ke masa kini? Seperti disebut di atas, Australia sudah dikenal di Indonesia bahkan sejak era VOC. Salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah keberadaan pulau Cocos, pulau Natal, kota Darwin di daratan benua Australia. Lalu bagaimana sejarah orang Indonesia di Australia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Orang Indonesia di Australia
di Masa Lalu hingga ke Masa Kini; Pulau Cocos, Pulau Natal dan Kota Darwin
Setelah kehilangan Amerika, dimana Amerika memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1776, Inggris mengalihkan wilayah koloni baru ke Hindia Timur. Ini bermula dengan penguasaan wilayah Bengkoelen di pantai barat Sumatra. Setelah kepulangan dari Pasifik tahun 1772, James Cook di dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1774 merekomendasikan pemerintah kerajaan Inggris untuk membuat koloni baru di pantai timur Australia. Orang Belanda di Batavia yang sudah sejak lama menjadikan Nieuw-Holland sebagai wilayah perdagangan, molohok.
Pada tahun 1779 skuadron Inggris di Calcutta direlokasi ke Bengkoelen. Boleh jadi hal itu dimaksudkan untuk menjaga Australia yang belum lama diokupasi Inggris sebagai wilayah koloni baru. Lalu lintas kapal-kapal Inggris yang intens antara India dan Australia via Bengkoelen menyebabkan pulau Cocos dan pulau Natal di selatan Jawa adakalanya digunakan Inggris sebagai persinggahan kapal-kapal Inggris. Pulau Cocos dan pulau Natal sendiri sudah lama menjadi persinggahan kapal-kapal VOC/Belanda dari Afrika Selatan ke Batavia. Dalam perkembangannya diketahui Inggris mengokupasi pulau Penang di Selat Malaka. Praktis orang Belanda di Hindia Timur dalam posisi terjepit. Pada tahun 1795 Prancis mengusai Belanda, keluarga kerajaan melarikan diri ke Inggris. Eskalasi politik di Eropa berimbas di Hindia Timur, yang mana pada tahun 1811 angkatan laut Inggris menyerang Batavia dan kemudian menguasai Jawa sepenuhnya. Gubernur Jenderal Daendels di bawah kekuasan Prancis menyerah. Kemenangan Inggris atas Prancis di Eropa, kerajaan Belanda dipulihkan dan demikian juga Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan pada tahun 1816. Inggris hanya tersisa di Bengkoelen. Namun tidak lama kemudian Inggris mengokupasi pulau Singapoera pada tahun 1819. Pada tahun 1824 diadakan perjanjian Traktat London dimana Malaka yang dikuasai Belanda dipertukarkan dengan Brengkoelen yang dikuasai Inggris. Sejak inilah muncul wilayah yang disebut The Straits Settlement yang terdiri dari pulau Penang, pulau Singapoera, wilayah Malaka dan pulau-pulau disekitarnya. Inggris yang semakin menguat di Singapoera kemudian mengokupasi Laboehan di pantai utara Borneo yang membuka jalan bagi Inggris menguasaai wilayah Borneo Utara.
Wilayah yang dikuasai Belanda sejak awal begitu luas, satu per satu digrogoti Inggris yang dimulai di Sumatra (Bengkoeloe) dan kemudian di pantai timur (benua) Australia. Lantas bagaimana dengan pulau Cocos dan pulau Natal?
Javasche courant, 11-09-1828: ‘SCHEEPSBERIGTEN. BATAVIA. Aangekomen. Sept. 8—stoom-boot Pan der rapellen, F. W. E. Lange, van Samarang den 6den September, passagiers: luitenants A. de Koe, VV. A. Hojel en P. C Kern. Sept. 9—brik Johanna Maria, B. Oziemblowskij, van Indramajoe den 8sten september. —schoener Molukko, J. Clunes, van Cocos-Eiland den 15 augustus, passagiers: de heeren G. Monslo en W Hevenston’. Javasche courant, 12-10-1836: ‘SCHEEPSBERIGTEN. STRAAT-SUNDA. Oct. 5— Eng. schip Hortensia, W. A. Reed, van Sinkapoera den 18den september, naar Liverpool. — dito brik Argo, J Belling, van Batavia den 2den october, naar Cocos-Eiland, Oct. 7 —Amerika schip Annacvan, E. M. Kathbone, van Liverpool, naar Canton, passagiers, de heeren H. E- en N. Canij, en Livingston’. Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 13-08-1851: ‘Kolonien. Vervolg van het door de Staats-Courant medegedeelde overzigt van den handel op Java en Madura over 1850. AANTOONING van den Invoer op Java en Madura van den Oosterteken Archipel in het jaar 1850— Eetwaren van Sumatra's Westkutt ƒ5619, Palembang eo Banca ƒ29743, Bormo ƒ36160, Celebes ƒ5579, Molukkos ƒ893, Riouw ƒ3260, Singapore ƒ3622, Balie ƒ148783, Bima ƒ4473, Linga ƒ1496, Sumbawa ƒ14613, Cocos-eiland ƒ8000, Sandelhout-eiland ƒ80, Poeloelaut ƒ570’. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-10-1857: ‘Aangekomen Schepen te Batavia. Datum October. 7. Vlag Nedeerlands Indiesch. Stoom. Brik. Namen der Schepen JC Ross. Gezagvoerder. JGC Ross. Van Cocos eiland. Datum 4 okt. Agenten Adam en co.
Kepulauan Cocos atau Keeling diambilalih oleh
Inggris pada tahun 1857. Penyitaan pulau Cocos oleh Inggris telah menjadi heboh
diantara orang Belanda. Ini untuk yang keberapa kali orang Belanda menangisi
kehilangan harta milik mereka. Kejadian yang
pertama terjadi pada tahun 1770an ketika Pemerintah Kerajaan Inggris menetapkan
Australia (pantai timur) sebagai wilayah koloni baru.
Nederlandsch Indie, 10-07-1857: ‘Kepulauan Cocos atau Keeling. Informasi pribadi yang diterima melalui surat terakhir menyatakan bahwa Inggris telah menguasai Kepulauan Cocos: maksud dari tindakan ini dikatakan telah dinyatakan secara beragam. Kami tidak bermaksud menunda-nunda laporan resmi, tetapi tetap ingin menyampaikan beberapa informasi mengenai pulau-pulau tersebut sekarang, dengan maksud, jika laporan-laporan ini dikonfirmasi, maka masalah ini dapat dipertimbangkan dari sudut pandang yang sebenarnya dan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan peristiwa ini untuk menuduh pemerintah (kita) melakukan kelalaian yang tidak dapat dimaafkan dalam masalah ini. Kepulauan Cocos atau Keeling, kemungkinan besar ditemukan oleh Kapten Inggris Keeling pada tahun 1689, menurut sumber lain pada tahun 1608, diberi nama berdasarkan nama penemunya atau berdasarkan pohon kelapa, satu-satunya tanaman penting di kepulauan tersebut. Jumlah mereka tiga puluh dua, yang sebagian besar memakai nama Inggris, yang diberikan oleh Tuan Hare dan Tuan Ross, yang telah mendirikan beberapa pabrik untuk memproduksi minyak kelapa di pulau-pulau ini tiga puluh tahun yang lalu. Sir Edward Belcher, yang mengunjungi pulau-pulau ini pada tanggal 23 Juli 1846, mengatakan hal berikut tentang pulau-pulau tersebut*. Keeling Islands, tepatnya noname, tampaknya telah mendengar Hiscuvere pada tahun 1608. Kapten. William Keeling, bekerja di Perusahaan Hindia Timur, suatu organisasi Molucca atau Spice Islands berada di jalur semula dari pelayanan ini. Pulau-pulau ini ditemukan di sana. Pada tahun 1823, Alexander Hare, seorang Inggris, yang pengejarannya bersifat sangat sembrono, yaitu menguasai Island di Keeling Selatan, menuntunnya ke sebuah lembaga Melayu, termasuk seraglio. Pada tahun 1826 Tuan. J. C. Ross, yang sebelumnya adalah nakhoda kapal dagang, menetap di salah satu kelompok di sebelah timur, dan mendapati orang-orang Melayu di Hare dalam kondisi seperti budak, melakukan desersi; Keluhan mereka terhadap Hare adalah bahwa mereka kehilangan wanita-wanita mereka, sementara Hare berada di sebuah pulau terpisah, yang mana mereka tidak diberi akses. Lalu mereka menetap di Ross dan menguasai pulau-pulau. Selama kurun waktu itu, pasar malam tampaknya berjalan lancar. Orang Melayu menangkap ikan, beternak babi dan unggas untuk dikonsumsi oleh kapal-kapal yang singgah di pulau-pulau ini. Saya tentu berharap kediaman Kapten Ross, setelah dua puluh tahun berlalu, berada dalam kondisi yang layak. Namun, tempat itu tidak lebih besar dari rumah yang dapat dengan cepat dibangun dari perahu yang diselamatkan dari kapal yang karam, dan suram di luar imajinasi, yang sepenuhnya dinaungi oleh pohon-pohon kelapa, dan, sebagai tempat istirahat alami, nyamuk-nyamuk yang berkerumun. Perkampungan orang Melayu itu tentu saja lebih menarik. Di sana kami membeli sebuah pabrik yang sangat sederhana, tempat mereka menggiling kelapa untuk minyak, dan di setiap arah sekelompok ikan kecil ditangkap. Beberapa di antaranya dibeli, tetapi harganya, mengingat prolusinya cukup tinggi. Karena orang Melayu tidak berani mengambil risiko menjual komoditas mereka, saya menduga bahwa hasil produksi secara umum melewati tangan keluarga Ross. Bagian barat pulau terletak di Lintang Selatan 10° 5' 31”, Bujur Timur 96° 54'0” Var. 1° 23' BT, Kemiringan. — 38° 55'. Sebuah deskripsi tentang pulau-pulau ini oleh Tuan A. van der Jagt, mantan perwira angkatan laut, yang diambil dari sebuah laporan kepada Pemerintah Hindia Belanda tertanggal Desember 1829, yang termasuk dalam jilid ketiga belas karya Bataviaasch Societeit, menunjukkan kepada kita betapa tidak pentingnya pulau-pulau ini dalam hal apa pun. Uraian ini memuat beberapa pengamatan oleh Tuan Hare dan Ross, yang harus kami masukkan di sini. Setelah beberapa hari menyibukkan diri dengan memeriksa kepulauan itu, aku menemui Tuan Hare, yang menerimaku dengan keramahan yang tak biasa. Saya memanfaatkan ini untuk berbicara dengan penuh pertimbangan mengenai urusan Kepulauan Cocos, dan mengenai kepentingan komersial; untuk tujuan tersebut saya bertanya kepadanya apakah dia telah memberikan informasi tentang pendiriannya kepada pemerintah Inggris, konsul atau perusahaan dagang swasta, dan apakah, mengingat dekatnya dengan harta benda Hindia Belanda, juga ingin memperoleh perlindungan dari pemerintah itu, namun tidak sampai pada kepentingan apa pun, dan akhirnya, bahwa saya, yang berada di Batavia, telah diberitahu bahwa ada kapal perang Inggris di sana. Tuanku Hare menjawabku dengan sangat ramah, bahwa dia menyesal tidak dapat memberiku keterangan rinci tentang urusan Kepulauan Cocos, karena menurutnya, dengan berada di sini, aku dapat menyelidiki sendiri pulau-pulau itu; bahwa dia tidak pernah melakukan perdagangan apa pun, dan bahwa dia tidak memberi tahu siapa pun tentang keberadaannya di Kepulauan Cocos, kecuali saudaranya Le London dan seorang teman di Batavia; bahwa niatnya tidak lain adalah untuk mencari tempat bagi rakyatnya di sana dan dia diyakinkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menjalankan kekuasaan apa pun atas mereka, dan bahwa untuk tujuan itu tidak ada kesempatan yang lebih baik yang tersedia daripada Kepulauan Cocos or Keeling, terutama karena hal itu diketahui olehnya* adalah bahwa pulau-pulau tersebut tidak termasuk dalam batas-batas wilayah jajahan Hindia Belanda!); bahwa ia tetap berpendapat bahwa, karena pulau-pulau tersebut terletak di sekitar wilayah jajahan Belanda, maka pemerintah akan memiliki klaim paling wajar terhadap pulau-pulau tersebut, dan bahwa, jika Pemerintah Belanda menempatkan bendera di sana, bahwa hal ini akan menyenangkan baginya, tetapi, sebagai warga negara Inggris, ia tidak akan pernah melakukan upaya apa pun untuk melakukannya terhadap Pemerintah Belanda, dan tidak memerlukan perlindungan dari pemerintah tersebut; bahwa ia akan menulis lebih banyak kepada orang Belanda. Pemerintah Hindia telah menulis mengenai pentingnya kepulauan ini secara politis, dan karena itu yakin bahwa ia perlu menguraikan lebih lanjut mengenai hal ini; bahwa selama tinggal di Goede Hoop, ia telah meminta klarifikasi melalui perantaraan menteri Inggris, Mr. Canning di London, dari duta besar Inggris di Den Haag, di Jawa, namun belum ada permulaan mengenai hal ini, karena pemerintah Inggris terlebih dahulu ingin menyelesaikan beberapa masalah antara ia dan pemerintah Benggala; bahwa ia telah mendapat informasi bahwa mantan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen telah secara terbuka menyatakan bahwa perkara yang dituduhkan kepadanya itu timbul dari suatu kesalahpahaman, dan bahwa ia akan sangat senang apabila Pemerintah Belanda mengizinkannya datang ke Jawa dan menetap di Rembang, di mana ia masih memiliki tanah miliknya; bahwa tidak pernah ada kapal perang di Kepulauan Kokos, tetapi beberapa waktu yang lalu ia telah menerima informasi dari Batavia bahwa kapal perang Inggris Pandora akan datang mengunjungi Kepulauan Cocos. Akan tetapi, Tuan Hare berpendapat bahwa Laksamana Inggris di Madras tidak akan melanjutkan sebelum diminta melakukannya oleh seorang warga negara Inggris. Informasi yang diberikan oleh Tuan Ross adalah sebagai berikut: Tuan Ross tidak dapat memberi saya informasi yang lebih khusus mengenai kebun kelapa daripada Tuan Hare, kecuali bahwa kebun tersebut tidak menghasilkan apa pun kecuali kelapa, dan bahwa hasil tahunannya sekarang, jika ada cukup banyak orang untuk memeras minyak, akan menjadi 40 ton minyak; tetapi jika tanah dibersihkan dan pepohonan dijarang, hasilnya dapat diperkirakan mencapai 60 ton minyak per tahun; bahwa dia berpendapat bahwa hal ini akan memberikan pungutan yang cukup bagi pemilik tanah, tetapi akan menjadi beban bagi pemerintah; bahwa ia telah berupaya semaksimal mungkin untuk menanam padi, namun, karena tanahnya tidak cukup subur, ia tidak berhasil. Namun, ia berasumsi bahwa padi gunung dapat dibudidayakan dengan hasil yang lebih baik (walaupun ia belum melakukannya di masa lalu), karena tidak memerlukan terlalu banyak air; bahwa ia tidak menginginkan apa pun kecuali agar pemerintahan Belanda berdiri kokoh di sini, seraya menambahkan bahwa ia lebih suka berada di bawah kekuasaan Belanda daripada di bawah kekuasaan Inggris, dan bahwa niatnya adalah untuk pergi ke Jawa bersama saudaranya, bahkan untuk berbicara dengan pemerintah Hindia Belanda, tetapi karena penyakit istrinya, ia enggan meninggalkan keluarganya. Dari sini tampak bahwa urusan Kepulauan Cocos, hampir tiga puluh tahun lalu, telah dipertimbangkan dari semua sisi oleh Pemerintah. Seperti yang kami pahami, lokasi pulau-pulau tersebut telah diselidiki oleh para ahli, juga dari sudut pandang strategis, dan tidak ditemukan nilai apa pun. Karena itu, tidak akan mungkin untuk berbicara tentang kelalaian yang dapat dipersalahkan di pihak Pemerintah, yang dengan tidak menduduki pulau-pulau tersebut seharusnya membiarkan pulau-pulau tersebut dikuasai oleh Inggris, karena dari apa yang telah dikutip terlihat jelas bahwa Pemerintah telah mempertimbangkan dengan saksama untung ruginya masalah ini dan tidak jadi menduduki pulau-pulau tersebut, mungkin karena teringat kata-kata: qui trop embrasse, mal ètreint. Apa pun niat Inggris, kalau berita tentang pengambilalihan pulau-pulau ini benar adanya dan Pemerintah kita tidak berbuat apa-apa, waktu yang akan menjawab, apakah mereka ingin membangun depot batu bara di sana untuk kapal-kapal yang harus berlayar melalui Selat Sunda ke Cina, atau apakah mereka melihat di sana tempat persinggahan untuk telegraf bawah laut yang akan menghubungkan Ceylon dengan Australia. Tidak mungkin orang Inggris sekarang akan lebih memusatkan perhatian mereka pada harta milik kita daripada sebelumnya. n, dan mereka ingin mendekatinya dengan menduduki pulau-pulau ini; sekarang, ketika mereka sedang sibuk dengan pekerjaan, baik karena pemberontakan yang mengerikan di India masa penjajahan Inggris maupun karena perang dengan Cina’. *Pag. 193, Vol. II, van zijn werk: Narratire of the voyage of H. M. S. Samarang, during the years 1843-46. Comlon, 1848.
Kehilangan pulau Cocos bagi orang Belanda bagai nasi sudah jadi bubur. Tempo doeloe dianggap pemerintahnya tidak penting, tetapi orang Belanda bagaimanapun menyesalkannya. Seperti halnya tempo doleoe pulau Singapoera yang dianggap tidak penting kemudian ketika Inggris mengokupasinya orang Belanda menangisinya. Fakta bahwa pulau itu (secara geografis terletak hanya pada jarak beberapa ratus jam dari Jawa, dipahami masuk Kepulauan Hindia dan bahasa Belanda digunakan di pulau tersebut) namun otoristas pemerintah tak pernah kunjung datang, sebaliknya kini otoritas Inggris sudah berdiri di pulau Cocos. Seperti posisi strategis Singapoera, Inggris juga melakukan pengambilalihan kepemilikan kepulauan Cocos dilakukan dari Australia, dan dilakukan untuk menghubungkan pulau-pulau yang dimaksud dalam jaringan jalur kapal uap (Inggris). Dr Baron van Hoevell di Tweede Kamer terhadap hilangnya pulau Cocos menyudutkan pemerintah yang abai dan melihat adanya indikasi yang kuat pengaruh asing di Hindia Belanda terus berlanjut (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 22-04-1858).
Pembukaan jalur pelayaran kapal komersil antara Jawa (Batavia) dengan pantai timur Australia dimulai pada tahun 1865 (lihat Nieuwe Utrechtsche courant, 06-10-1865). Disebutkan jalur pelayaran kapal uap antara pulau Jawa, yang dimulai dari Batavia melalui Timor-Kupang dan Cape York ke Brisbane (Moreton Bay) di Queensland dan Sydney (Port Jackson) di New South Wales. Pulau Jawa, sebagai pusat perdagangan antara Cina dan pantai timur New Holland (baca: Australia). Catatan: Disebutkan sekitar 80 tahun yang lalu pemukiman pertama didirikan di Botany Bay, yang terdiri dari seorang gubernur dengan rombongan resminya, satu detasemen militer, dan 850 orang buangan dari kedua jenis kelamin; kini populasi Eropa sekarang diperkirakan telah mencapai 1.300.000 jiwa.
Pada tahun 1886 kepulauan Cocos atau Koeling, yang
terletak di selatan Jawa di Samudra Hindia, dimasukkan ke dalam wilayah
administrasi The Straits Settlement (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 08-02-1886). Disebutkan Singapura, 7 Februari 1886,
administrasi Kepulauan Keeling dipindahkan dari Ceylon ke Straits Settlements;
Kegubernuran Kepulauan Keeling telah dipindahkan dari Ceylon ke Straits
Settlements.
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-08-1859: ‘In lading liggende schepen te Batavia. Vlag Engelsch. Schip brik. Namen der Schepen JC Ross. Gezagvoerder. Ballard. Bestemming Cocos eiland. Agenten G. Wilson en Co’. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-06-1861: ‘Naar de Cocos-Eiland per Eng. schip Harriet, gez. Black, agt. Wilson eu co. 540 pik. rijst, 2 bn. drills, 2 coll. diversen, Wilson en co. 20140 ps. klappers. Aon boord gebleven lading den Cocos-Eilanden’. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 19-04-1862: ‘In lading liggende schepen te Batavia. Vlag Engelsch. Schip brik. Namen der Schepen Leven. Gezagvoerder. Ballard. Bestemming Cocos eiland. Agenten Wilson en Co’. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-10-1873: ‘Nederlandsch-Indie. BATAVIA, 7 OCTOBER. Telegram. Anjer, 7 Oktober. Gepasseerd de Engelsche bark Adelaïde, kaptein Seijffert, den 29en September van Cocos-eiland naar Batavia vertrokken’. Bataviaasch handelsblad, 01-11-1873: ‘Wanted: A CAPTAIN for the English barque Adeleide, regular trader to the Cocos or Keeling Islands; preference given to an Englishman. TIDMAN BALFOUR & Co’. Het vaderland, 05-06-1876: ‘Straat Sunda, 24 April. Gepasseerd: Mabel, Van Nooijen, v. Cocos-Eiland n. Batavia’. Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-05-1886: ‘Oud Anjer gepasseerd. 25 Mei. Eng. stoomer J G. C. Ross, van Batavia naar Cocos-eiland’.
Het vaderland, 19-10-1896: ‘Mengenai emigrasi penduduk asli dari Hindia Belanda ke daerah jajahan asing, sejak April 1895 Gubernur Jenderal telah berulang kali menggunakan kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan Pasal 5 dari ordonansi tanggal 9 Januari 1887 (Lembaran Negara Hindia Belanda No. 8) memberikan kewenangan untuk mengizinkan perekrutan penduduk asli untuk melakukan pekerjaan di luar Hindia Belanda dalam kasus-kasus khusus. Lima izin diberikan kepada Nugini Jerman, yaitu kepada Konsul Jenderal Kekaisaran Jerman di Batavia, untuk perekrutan orang Jawa sebanyak-banyaknya 400 orang untuk bekerja di perkebunan, dan 15 orang untuk bekerja sebagai pelaut, serta kepada perusahaan Heineken & Co. di Surabaya, untuk perekrutan 12 orang Madura beserta keluarga mereka untuk bekerja di lahan pertanian milik perusahaan Astrolabe di Stephansort, dan satu orang untuk menjadi penggembala sapi. Izin-izin lain yang disebutkan di atas masing-masing diberikan kepada agen produsen gula Australia yang didirikan di Batavia untuk merekrut maksimal 300 orang Jawa untuk bekerja di perkebunan gula di Queensland; kepada konsul sementara Prancis di Batavia, 'untuk perekrutan paling banyak 200 kuli Jawa yang ditujukan ke Kaledonia Baru; ke firma Horraten & Ca, juga di Batavia, untuk perekrutan orang Jawa sebanyak-banyaknya 30 orang untuk bekerja di Kepulauan Cocos dan kepada konsul Portugal, di Surabaya, untuk perekrutan 5 orang tukang kayu dan untuk pemerintah Timor Dilli dan dan 2 orang untuk Australia Barat’.
Lantas bagaimana sejarah pulau Natal sendiri? Pulau Cocos dan pulau Natal ditemukan oleh pelaut-pelaut Belanda secara tidak sengaja. Ini bermula satu kapal VOC/Belanda yang dipimpin Dirk Hartog membuka jalur navigasi tidak lazim pada tahun 1606 dari pulau Mauritius ke timur laut ke pantai barat Australia dan kemudian menuju ke barat laut di selat Sunda. Pada tahun 1626 pelaut Belanda dari Afrika Selatan lurus ke timur hingga menemukan pulau Saint Paul, yang seterusnya menuju ke timur laut ke selat Sunda. Pada jalur-jalur inilah berada pulau Cocos dan pulau Natal.
Johannes Vingboons pada tahun 1665 melukis kembali pulau Saint Paul. Tampaknya Vingboons sendiri telah mengunjungi pulau. Sesuai keterangan peta, Vingboons menyalin Eijland St. Paulo berdasarkan gambar (sketsa) yang dibuat pada tanggal 25 Desember 1626 oleh awak kapal Wapen van Delft. Ini mengindikasikan bahwa pulau ini sudah dikenal baik jauh sebelum Abel Tasman menyelidiki Laut Selatan (selatan Lautan Hindia) tahun 1642 dari Pulau Mauritius (timur Pulau Madagaskar). Sebelum pelaut Belanda menemukan pulau Eijland St. Paulo, tampaknya sudah dikunjungi pelaut-pelaut Portugis dari kota Natal di Afrika Selatan yang hal itulah mengapa pelaut-pelaut Belanda menyebutnya pulau dengan St. Paulo (setelah menjadi koloni Prancis hingga sekarang, pulau itu diidentifikasi dengan nama Saint Paul).
Sejak Inggris menjadikan pantai timur Australia
(Sidney) sebagai wilayah koloni baru pada akhir tahun 1770an yang kemudian disusul
di pantai barat Australia (Perth), jalur navigasi Inggris dari India via
Bengkoeloe menjadi terhubung ke Australia dimana kapal-kapal Inggris dapat
singgah di pulau Cocos dan pulau Natal.
Pada tahun 1821 kapal Belanda di lepas pantai pulau Christmas karam dihantam badai yang ditemukan kapal brik Jerman Souverign (lihat Bataviasche courant, 17-03-1821). Disebutkan kapal Belanda Arinus Marinus bulan Februari dipimpin kapten A Langeveld. sekitar 60 mil selatan Selat Sunda. Kapal brik Jerman tersebut menemukan empat mayat mengambang dan membawanya ke Batavia yakni tukang kayu Cerrit van Dam, pelaut David Hijsman, Jan Cornelis dan Cornelis van Neck. Disebutkan kapal Marinus mengangkat jangkar pada hari Minggu, 28 Januari lalu dari pelabuhan Batavia untuk tujuan Belanda hingga menemui badai. Banyak penumpang yang hilang, diantaranya pensiunan Kolonel Boins, J Thijfens seorang akuntan bersama istrinya; J Hommes dan putranya; J Matak bersama istri dan dua anak. Javasche courant, 19-04-1843: ‘Pada hari ini di laut, dekat Pulau Christmas, Dirk Jan Bulsing, yang saat itu menjabat sebagai komandan kapal itu, meninggal di atas kapal Belanda Lucie dan dimakamkan di sini pagi ini, dengan duka yang mendalam dari banyak teman dan kenalannya. Batavia, 11 April 1843. Rotterdamsche courant, 08-06-1844: ‘Menurut laporan dari Kapten J van Delft, saat memimpin kapal Belanda Johannes Marinus, setelah tiba di Amsterdam dari Batavia, dia menceritakan bertemu dengan sebuah kano di laut lepas pantai pulau Christmas, yang di dalamnya terdapat dua orang Hindia yang tersesat dari perahu mereka dan telah kehilangan semua pakaian dan makanan mereka, dan memohon kepadanya untuk menampung mereka, karena teman tertua mereka telah meninggal karena kekurangan makanan. Atas dasar rasa kemanusiaan, sang kapten pun menuruti permintaan mereka, memberi mereka pakaian dan merawat mereka di atas kapal, lalu membawa mereka ke Belanda. Menurut cerita orang-orang Hindia ini, mereka lahir di pulau Sulawesi, tetapi terakhir tinggal di Ampenan (pulau Lombok). Pulau Christmas, katanya, tidak berpenghuni, tetapi ada air tawar yang bagus’. Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 20-07-1848:’ Pulau Christmas sebenarnya tidak lebih dari sekadar gundukan pasir yang ditutupi hamparan karang; hamparan karang mengelilingi pulau pada jarak setengah panjang kabel, sejauh titik barat daya, di mana ombak nyata terbentuk di tepi pantai. Pulau ini terletak pada 2° lintang selatan dan 157° 30' bujur timur Greenwich, dan memiliki keliling 80 mil Inggris. Titik timur berada pada 1° 45' lintang selatan, 158° 40' bujur timur. Pulau ini terletak sangat rendah dan pada cuaca cerah jaraknya tidak lebih dari 16 mil Inggris dari di sisi lain arus yang sangat kuat mengalir ke tikungan yang dalam, dan sangat penting untuk tidak terbawa arus ke sana. Di sisi barat, di seberang pintu masuk laguna, terdapat tempat berlabuh yang baik dan aman pada kedalaman 10 hingga 30 depa. Pulau ini menghasilkan banyak ikan, kura-kura, dan sarang burung yang dapat dimakan, tetapi selain itu terdiri dari pasir, dengan beberapa kerang kayu dan kayu rendah, tetapi di pantai terdapat banyak pohon kelapa. Umumnya ada angin Timur Laut - Timur Tenggara, kecuali pada musim hujan, yang jatuh pada bulan Februari. Di pulau ini kapal penangkap ikan paus Inggris Briton kandas pada tanggal 30 Oktober 1833, dan tak lama kemudian kapal Chili Bernama Maria Helena, dan kapal Bremen Bernama Mozart dipimpin kapten Schilling, yang terakhir pada tanggal 7 Desember 1847, dengan 3.225 barel minyak, tetapi awak kapal dapat diselamatkan dan, setelah menghabiskan seminggu di pulau itu, dijemput oleh kapal Inggris HE Donnell yang dipimpin kapten Husseij. Ini mengindikasikan bahwa rute pelayaran dari Batavia ke Afrika Selatan melalui perairan antara pulau Christmas dan pulau Cocos. Pulau Christmas belum berpenghuni (sementara pulau Cocos sudah ada yang menghuni).
Seperti halnya pulau Cocos, secara historis pulau Christmas dapat diklaim sebagai milik Belanda. Pada tahun 1857 Inggris mengambilalih (menyita) pulau Cocos. Namun tidak ada upaya pemerintah untuk menguasai pulau Cocos. Di parlemen Belanda (Tweede Kamer) desakan anggota dewan untuk memprotes (mempersengkatan) pulau hanya dianggap pemerintah sebagai angin lalu.
Setelah kehilangan pulau Cocos, anggota dewan juga mendesak pemerintah untuk mengusasai pulau Christmas (lihat Nederlandsch Indie, 04-12-1857). Disebutkan bila kami boleh menyampaikan satu permintaan lagi, permintaan kami adalah agar anggota yang terhormat itu dapat dibujuk untuk menempatkan dirinya sebagai perwakilan kedaulatan Belanda di pulau Christmas, sebuah pulau yang dari jarak yang lebih dekat, ancaman bahaya yang sama mengancam kita seperti ancaman bahaya dari kepulauan Cocos. Bila perlu, ia juga dapat mengelola Paulus dan Amsterdam sebagai pos terdepan. Menurut pendapat kami, cara perlawanan yang dilakukan kepulauan Cocos sudah ketinggalan zaman, jika pernah dilakukan dengan cara apa pun selain oleh orang-orang bodoh. Perselisihan mengenai hal ini adalah, sedang, dan akan tetap menjadi ‘disputatio de lana caprina’. Setelah lama desakan anggota dewan untuk menguasai wilayah pulau Christmas tidak pernah diperhatikan pemerintah akhirnya Inggris menyita pulau Christmas (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 27-04-1888). Disebutkan Kepulauan Fanning dan Penshin serta pulau Christmas, yang baru-baru ini dianeksasi oleh Inggris. dimaksudkan untuk menyediakan bagi Negara itu sebuah titik di Pasifik Selatan yang dari sana ia dapat mengawasi tanpa diketahui pergerakan pesaing yang tidak diinginkan di wilayah tersebut. Di sisi lain diklaim bahwa aneksasi itu hanya dilakukan karena pulau-pulau ini kemungkinan akan menjadi stasiun penting bagi kabel telegraf Amerika-Australia di masa depan. Kepulauan Penrhijn padat penduduk dan dipenuhi hutan. Penduduknya pastilah orang-orang biadab yang haus darah. Pulau Christmas sebagian besar merupakan rumah bagi pohon kelapa. Di parlemen Amerika, aneksasi Inggris atas kepulauan ini ditentang. Suatu usul telah diajukan di sana, untuk memberi wewenang kepada Presiden Amerika Serikat untuk campur tangan dalam masalah ini, dan untuk memastikan, demi kepentingan Amerika Serikat, bahwa pulau-pulau tersebut akan tetap independen, dan bebas dari segala pengaruh Eropa.
Pulau Cocos atau Keeling dan pulau Christmas (pulau Natal) telah hilang dari wilayah Hindia Belanda. Seperti dikatakan Dr Baron van Hoevell (1858) itu semua karena kelalaian pemerintah. Orang-orang Inggris selalu membuka ruang untuk memperluas wilayah Inggris dan menggerogoti wilayah Belanda. Di masa lalu pemerintah telah mengusir orang Inggris di Tapanoeli yang mana kemudian James Brooke membuka ruang di pantai utara Borneo (Sarawak). Setelah kehilangan Pulau Cocos atau Keeling dan pulau Christmas (pulau Natal) pemerintah kemudian mengusir orang orang Inggris yang telah lama berada di Siak dan di Indragiri. Kemudian pemerintah juga telah mengusir orang Inggris di Lombok.
Sementara pulau Miangas dalam sengketa, anehnya Pemerintah
Hindia Belanda memberi kesempatan kepada negara asing untuk menggunakan
penduduk pribumi. Mungkin tidak terlalu bertentangan dengan peengiriman tenaga
kerja dari Jawa ke Suriname, tetapi memberikan izin untuk perekrerutan tenaga
kerja dari Jawa ke kepulauan Cocos menjadi suatu keputusan yang lebih aneh
lagi.
Sengketa pulau Miangas ini sempat berlarut-larut hingga badan Arbitrase di Eropa akhirnya memutuskan pada tahun 1915 bahwa pulau Miangas berada di bawah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana dengan pulau Sebatik, pulau Sipadan dan pulau Ligitan di lepas pantai timur pulau Kalimantan diantara Inggris, Belanda dan Amerika Serikat? Satu yang jelas kepulauan Natuna tidak pernah terusik oleh asing termasuk Inggris.
Seperti disebut di atas, kedua pulau, pulau Cocos
dan pulau Natal telah disita oleh oleh pemerintah Inggris. Pada tahun 1886 di kepulauan
Cocos atau Koeling didirikan otoritas pemerintahan Inggris. Lalu kemudian
menyusul tiga tahun kemudian di pulau Natal pada tahun 1889 otoritas pemerintahan
Inggris didirikan. Dengan demikian, pulau Cocos atau Keeling dan pulau
Christmas menjadi masa lalu pemerintahan Belanda, tetapi sebaliknya di kedua
pulau menjadi masa depan pemerintahan Inggris.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pulau Cocos, Pulau Natal dan
Kota Darwin: Kota-Kota Australia Terdekat ke Indonesia
Setelah perjanjian Traktat London 1824 dan terbentuknya wilayah The Straits Settlement (Penang. Malaka dan Singapoera), Inggris terus menggerogoti wilayah kekuasaan Belanda di pantai utara Borneo (terbentuknya wilayah Brunai, Sarawak dan Sabah). Seperti disebut di atas orang Belanda di Hindia Belanda kembali menangisi kehilangan wilayah lainnya yakni pulau Christmas dan pulau Cocos.
Sebelum Traktat London 1824, Inggris hanya memiliki Penang. Pada tahun 1819 Inggris mendapatkan wilayah kecil pulau Singapoera. Orang Belanda di Hindia Belanda sempat protes atas kehilangan Singapoera, tetapi segera bungkam karena Inggris mengklaim Belitung adalah miliknya. Hal itulah kemudian okupasi Inggris di Singapoera tidak ada lagi yang berisik. Dalam perjanjian Traktat London yang terpenting adalah pertukaran Bengkoeloe milik Inggris dengan milik Belanda di Malaka. Pertukaran ini tidak ada reaksi dari warga di kedua belah pihak. Perjanjian Traktak London 1824, meski tidak ada dalam isi perjanjian, tetapi secara tersirat telah mengunci bahwa seluruh wilayah (benua) Australia adalah milik Inggris. Pencapolokan pulau Cocos (1857) dan pulau Christmas, seperti yang disebut di atas adalah soal yang berbeda dari wilayah (benua) Australia.
Pulau Cocos dan pulau Christmas secara geografis
cukup jauh dari pantai selatan Jawa. Sementara daratan (benua) Australia begitu
dengan wilayah Hindia Belanda di pulau-pulau Nusa Tenggara seperti pulau Timor.
Seperti disebut di atas, daratan benua Australia sudah lama dikunci Inggris
sehingga tidak ada soal perselisihan (sengketa) dengan Hindia Belanda lagi.
Namun bagi Australia sendiri wilayah pedalaman masih berupa kotak pandora,
wilayah yang tidak/belum dikenal oleh orang Inggris sendiri. Lantas bagaimana
dengan wilayah pantai utara Australia yang berdekatan dengan wilayah Hindia
Belanda?
Pelaut pertama yang menelusuri pantai utara Australia adalah pelaut Belanda Abel Tasman pada tahun 1644. Pada tahun 1678, Jan van der Wall membuat peta detail pantai utara Australia dimana rata-rata kedalaman laut yang ditelusuri 9 m yang di cekungan-cekungan tertentu ditandai sebagai wilayah rawa. Sepertiga wilayah pantai utara ini (dari arah barat) ditelusuri oleh pelaut Belanda William Dampier tahun 1699. Berdasarkan hasil-hasil ekspedisi pelaut Belanda sejak era Abel Tasman, ahli kartografi Jacobus van der Schley, Jacques Nicolas Bellin dan Pierre d' Hondt pada tahun 1753 mempublikasikan peta benua Australia. Dalam pet aini nama-nama Belanda yang diidentifikasi di seluruh wilayah Australia. Wilayah Darwin yang sekarang ditandai di dalam peta sebagai Terra de Diemen (sesuai nama Gubernur Jenderal VOC/Belanda). Sementara pelaut Inggris Matthew Flinders menelusuri sepertiga pantai utara Australia (dari arah timur) pada tahun 1802. Praktis hanya Abel Tasman yang menelusuri sepenuhnya wilayah pantai utara Australia. Seperti disebut di atas, Inggris mengunci wilayah daratan (benua) Australia sejak 1824.
Nama Port Darwin pertama teridentifikasi di Australia adalah suatu pelabuhan di pantai selatan Australia (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1867). Bagaimana nama tersebut dinamai Darwin diduga ada kaitannya dengan nama besar Charles Darwin. Lalu bagaimana kemudian nama pelabuhan di pantai utara Australia disebut Port Darwin?
Wilayah benua Australia yang luas telah dibagi ke dalam wilayah-wilayah federal seperti New South Wales (Sidney), Victoria (Melbourne), South Ausralia (Adeleide), West Australia (Perth), East Australia/Queensland (Brisbane). Satu wilayah yang belum memiliki nama Northern Territory ditempatkan berada di bawah administrasi South Australia. Alexandra Land di tengah benua Australia membatasi dua wilayah utara/selatan ini.
Sebuah
perusahaan bernama Northern Territory Company di Adeleide didirikan dengan
tujuan untuk memperluas pemukiman di utara hingga ke pedalaman seluas 300.000
hektar. Mr Finnis yang memimpin ekplorasi itu gagal. Sementara itu, Northern
Territory Company telah menerima uang dari para pembeli lahan di Adeleide. Pemerintah
Australia Selatan mengirim pengelana terkenal Mac Kinlay ke utara yang
didampingi Mr Manton (sebagai pengganti Mr Finnis), dengan tugas menyelidiki
apakah Escape Cliffs di Sungai Adelaide merupakan tempat yang cocok untuk
pemukiman, dan, jika tidak, mencari tempat yang lebih baik. Karena tidak dianggap sesuai lalu Mac Kinlay dan tim 15 berangkat pada
tanggal 15 Januari 1866 untuk melakukan pelayaran penemuan yang lebih panjang,
yang diperkirakan berlangsung selama sekitar satu tahun. Mac Kinlay, pada tanggal 6 Juli 1866 kembali ke Adams Bay dengan tangan
kosong, mereka kehilangan semua kuda dan semua perlengkapan mereka yang
lengkap, memaksa mereka untuk membatalkan semua rencana penjelajahan daerah
pedalaman.
Mac Kinlay dan tim yang gagal, mereka kemudian mengalihkan perhatian mereka di teluk Adams, yang kemudian mengarah yang terletak lebih jauh ke barat daya, di mana sebuah sungai indah mengalir, yang diberi nama sungai Daly sesuai dengan nama Gubernur Australia Selatan saat ini. Menurut Mac Kinlay, Port Darwin adalah pelabuhan yang bagus, tetapi air minum harus diperoleh darinya selama sebagian tahun dan tanah di sekitarnya tidaklah yang terbaik. Mr Manton, dalam suratnya, lebih memilih Port Darwin, yang terletak sedikit di sebelah barat teluk Adams. di mana orang akan menemukan pelabuhan yang benar-benar aman, seperti yang dibutuhkan untuk ibu kota koloni baru. Mac Kinlay kembali ke Adelaide pada tanggal 26 September 1866. Mr Manton tetap tinggal bersama 25 orang lainnya yang tidak melakukan aktivitas apa pun di Escape Cliffs, menunggu keputusan lebih lanjut dari Pemerintah Australia Selatan di Adelaide. Kapal uap Eagle, yang dikirim untuk menjemput tim ekspedisi tersebut (Mac Kinlay), tiba di Adeledei pada tanggal 22 Desember. Peta 1863
Port
Darwin merujuk pada nama teluk yang disebut teluk Darwin. Bagaimana disebut
teluk Darwin tidak terinformasikan. Satu yang jelas bahwa di teluk itu sudah
ada pelabuhan yang kemudian dikenal sebagai Port Darwin. Lantas dimana tempat
pemukiman yang akan dijadikan ibu kota Northern Territory? Seperti kita lihat
nanti tempat itu disebut Palmerston (tidak jauh dari Port Darwin).
Di teluk Darwin belum ada orang Eropa, namun sudah ada tempat yang disebut pelabuhan di teluk Darwin (Port Darwin). Besar dugaan pemukim pertama di teluk ini adalah para nelayan, yang diduga menjadi tempat persinggahan para nelayan dan pedagangan yang berasal dari Indonesia (baca: Hindia Belanda). Dalam hal ini dapat dikatakan kearifan local para pelaut Indonesia, sengaja atau tidak sengaja telah memandu pemerintah Australia memilih pemukiman baru dan ibu kota Australia Utara di teluk Darwin (pilihan pertama pemerintah awalnya ditujukan ke teluk Adams kemudian ke daerah aliran sungai Daly). Pilihan teluk Darwin adalah alternatif terakhir.
Setelah ekspedisi Mac Kinlay, dan Mr Manton menunggu keputusan pemerintah
akhirnya Port Darwin ditetapkan sebagai ibukota dengan membangun pemukiman di tenggara
Port Darwin terletak di Emery Point tidak jauh dari Fort Hill, dengan memberi
nama Palmerston. Sejak inilah orang Eropa mulai bermukin di pantai utara
Australia. Sementara itu Pemerintah Australia Selatan
kembali mengirim ekspedisi dengan tujuan utama untuk melintasi wilayah pedalaman
Australia Selatan menuju ke pantai utara. Ekspedisi ini berhasil mencapai Port
Darwin di pantai utara pada bulan Mei 1869.
Nederlandsche staatscourant, 28-05-1869: ‘Pesan resmi diterima melalui telegraf dari Adelaide di London, yang menyatakan bahwa ekspedisi yang dikirim untuk melakukan survei di bagian utara daratan Australia yang hampir tidak dikenal, telah mencapai Port Darwin, dan telah menemukan di sana pelabuhan yang bagus, tanah yang bagus, air minum yang bagus, dan iklim yang sehat. “Itu adalah kabar baik,” kata Dedly News; Jika harapan yang dikemukakan itu terwujud, hal itu akan menjadi masalah penting bukan hanya bagi Australia, tetapi juga bagi dunia secara umum. Perluasan kolonisasi Eropa ke Australia Utara akan membuka wilayah baru bagi para emigran, pasar baru bagi produk-produk Eropa, sumber bahan mentah baru bagi industri Inggris, dan bahan makanan bagi rakyat Inggris’.
Untuk
membuka isolasi Port Darwin, Pemerintah Australia Selatan kemudian membangunan
jaringan kabel telegraf bawah laut dari kantor telegraf di Bangjoewangi (via Koepang)
ke Port Darwin. Kabel Banjoewangi-Port-Darwin selesai dibangun pada tahun 1871.
Oleh karena wilayah pedalaman sudah dirintis, sambungan jalur darat segera
menyusul dibangun. Todd dan Patterson membangun jalur telegraf dari Adelaide ke
Port Darwin selesai pada tanggal 22 Juni 1872. Dengan demikian komunikasi
telegraf pertama antara Adelaide dan seluruh Australia dengan dunia beradab tersambung.
Sebelum ekspedisi dan pembangunan jalur telegraf, tak seorang pun pernah melintasi Australia dari selatan ke utara. Kini bentangan raksasa sepanjang 2.880 km telah terbentang melalui daerah pedalaman yang sama sekali tidak dikenal, di mana orang-orang pribumi yang mereka temui belum pernah melihat atau mendengar tentang orang kulit putih. Karena lahan sama sekali tidak menghasilkan apa-apa, semua perbekalan untuk personel harus didatangkan dari Port Darwin dengan transportasi bersenjata. Ada 15 stasiun perantara antara Port Darwin dan Adelaide, yang jaraknya berkisar antara 60 hingga 230 mil Inggris. Catatan: Telegraf dimulai dari ujung utara Teluk Spencer di Port Augusta kota kecil.
Seiring
dengan pembangunan ibu kota Australia Utara, para investor mulai berdatangan.
Salah satu yang terpenting yang terinformasikan pertama adalah M Dillion Cox.
Bataviaasch handelsblad, 10-05-1872: Pesan berikut diambil dari surat kabar Queenslander 2 Maret dan tentu saja tidak penting bagi pecinta kuda. Tampaknya penunggang kuda yang terkenal, Mr Cox, tidak tinggal diam di Australia dan kita (Belanda) mungkin akan segera mengharapkan sekumpulan kuda yang bagus darinya, yang sangat mengetahui kebutuhan kita berkenaan dengan kuda. Queenslander berkata: Menurut telegram Peak Downs (Queensland), M Dillion Cox sedang dalam perjalanan melewati distrik ini dengan kuda-kuda untuk pasar-pasar Hindia melalui Port Darwin. Ia memberi tahu kita bahwa ia telah membeli peternakan kuda dari Kelman, karena peternakan kuda ini terkenal di seluruh Hindia dan sangat bernilai, dengan hak untuk menggunakan kuda itu di utara juga, Ia juga telah membeli peternakan kuda Colloary dan memiliki total 500 ekor dengan empat ekor kuda jantan ras murni. Dengan kuda betina dan jantan terbaik, ia akan membentuk sebuah peternakan kuda, yang ingin ia dirikan di dekat Palmerston (ibu kota Port Darwin) di bagian utara Australia. untuk membangun, di mana ia telah membeli sebidang tanah padang rumput yang luas dan indah. Ia yakin akan mendapatkan hasil yang baik, karena ia dapat dengan mudah mengangkut kuda-kuda dari pelabuhan itu ke bagian mana pun di Hindia Belanda maupun Hindia Inggris (India). Kami senang mendengar bahwa ini hanyalah permulaan dan bahwa Cox akan mengambil untuk kembali untuk melakukan pembelian ternak lainnya, (seperti sapi, dll.) segera setelah dia menyelesaikan masa yang panjang dan sulit. Ada lebih banyak orang yang akan mengikuti teladannya, sehingga kita dapat mengharapkan perdagangan yang cukup besar di bidang ini’. Peta 1896
Di Port
Darwin/Palmerston baru sedikit orang Eropa yang telah menetap (lihat Driemaal
den aardbol om! aardrijkskunde voor de volksschool in drie ineensluitende
leerkringen, 1873). Disebutkan juga bahwa hal yang sama juga di Port Augusta di
Teluk Spencer di selatan. Australia Utara saat ini masih berada di bawah
administrasi Australia Selatan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar