Rabu, 06 April 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (516): Pahlawan Indonesia–Hoesein Djajadiningrat di Leiden ; Indische Vereeniging dan Boedi Oetomo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Hoesein Djajadiningrat adalah tokoh penting di Baravia berasal dari keluarga di Banten. Kedekatan geografis Batavia dan Banten memungkinkan generasi muda Banten tidak mengalami kesulitan dalam menemukan sekolah di Batavia. Di satu sisi pendidikan di Banten tertinggal, tetapi kedekatan dengan Batavia, para pemuda Banten tidak pernah kekurangan dan kesulitan mendapatkan pendidikan. Salah satu pemuda Banten yang bersekolah di Batavia adalah Hoesein Djajadiningrat.

Prof. Dr. Husein Jayadiningrat bernama asli Pangeran Ario Hussein Jayadiningrat, (8 Desember 1886 – 12 November 1960). Lahir dari pasangan R. Bagus Jayawinata (R. Bagoes Djajawinata), wedana yang kemudian menjadi bupati Serang yang berpikiran maju, dan Ratu Salehah yang berasal Cipete Serang. Kakak Husein, Pangeran Ahmad Djajadiningrat, yang meneruskan jejak ayahnya menjadi bupati di Serang dan Hasan yang menjadi tokoh Sarekat Islam yang cukup berpengaruh di Jawa Barat pada masa awal pergerakan nasional. Husein merupakan salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Ketika masih remaja, melihat bakat dan potensi yang dimiliki Husein, Snouck Hurgronje menyekolahkan Husein ke Universitas Leiden hingga meraih gelar doktor dengan disertasinya berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten dan mendapat predikat cumlaude dari promotornya Snouck Hurgronje. Disertasi Husein telah membuka jalan bagi penelitian tentang historiografi Indonesia sehingga ia pun dikenal pula sebagai “bapak metodologi penelitian sejarah Indonesia”. Dialah pribumi Indonesia pertama yang menjadi guru besar. Husein lulus tahun 1899 dari HBS, kemudian meneruskan studinya di Leiden selama lima tahun (1905-1910). Selama satu tahun (Mei 1914 sampai April 1915) tinggal di Aceh untuk belajar bahasa Aceh dalam rangka mempersiapkan kamus bahasa Aceh. Kamus tersebut selesai digarap dengan bantuan Teuku Mohammad Nurdin, Abu Bakar Aceh, dan Hazeu dengan judul Atjeh-Nederlandsch Woordenboek (1934). Pada tahun 1919 Husein menjadi pembina surat kabar bulanan Sekar Roekoen yang berbahasa Sunda yang diterbitkan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen. Selain itu ia pun menerbitkan Pusaka Sunda, majalah berbahasa Sunda yang membahas tentang kebudayaan Sunda. Pada tahun yang sama ia juga mendirikan Java Instituut dan sejak tahun 1921 menjadi redaktur majalah Djawa yang diterbitkan oleh lembaga tersebut bersama sama dengan Raden Ngabehi Poerbatjaraka. Tahun 1924 ia diangkat diangkat menjadi guru besar di Rechtshoogeschool te Batavia. Tahun 1935 dan 1941 diangkat menjadi anggota Dewan Hindia. Bertahun-tahun pernah menjadi konservator naskah (manuskrip) di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Hoesein Djajadiningrat? Seperti disebut di atas, Hoesein Djajadiningrat memulai pendidikan di Batavia, melanjutkan studi ke Belanda dan berkarir di Batavia. Selama di Belanda aktif dalam Indische Vereeniging saat mana Boedi Oetomo tumbuh dan berkembang di Jawa. Lalu bagaimana sejarah Hoesein Djajadiningrat? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (515): Pahlawan Indonesia-Batavia Kota Pendidikan; KW III School - Daftar Lengkap Sekolah di Batavia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Batavia adalah pusat perjuangan bangsa Belanda (sejak era VOC). Di Batavia juga kemudian menjadi pusat perjuangan (bangsa) Indonesia. Para pejuang Indonesia banyak yang berkiprah di Batavia. Para pejuang itu sebagian bersekolah di Batavia. Salah satu sekolah dimana lahir para pejuang Indonesia adalah sekolah kedokteran pribumi Docter Djawa School. Meski demikian, para pejuang Indonesia ada juga yang memulai pendidikan di sekolah-sekolah berbahasa Belanda seperti Koning Willem III School dan Prins Hendrik School.

Koning Willem III School te Batavia disingkat KW III School adalah pendidikan menengah umum yang pertama kali didirikan pemerintah Hindia Belanda di Batavia pada tanggal 15 September 1860. Nama sekolah ini diambil dari nama raja Belanda kala itu, yakni Koning (raja) Willem III. Sekolah KW III berada di lokasi yang sekarang ditempati Perpustakaan Nasional Indonesia di Jalan Salemba Raya. Berdasarkan Besluit Gouverneur Generaal 5 Juni 1859 Nomor 11 dibentuk komisi, Mr. A. Prins diangkat sebagai Ketua Kehormatan Collegie van Curatoren van het Gymnasium Willem III; sebagai Kurator antara lain  T Ament. Pada tahun yang sama Pemerintah telah menyetujui usulan Kommissie van Curatoren voor het Gymnasium Willem III untuk membeli rumah almarhum Pierre Jean Baptiste de Perez untuk lokasi sekolah tersebut. Pada tanggal 13 September 1860 diadakan ujian masuk dengan hasil cukup memuaskan, 37 orang lulus dari 45 calon siswa. Pada tanggal 15 September 1860 Gymnasium Willem III dibuka dengan masa studi tiga tahun. Direktur KW III School yang pertama adalah Dr. S. A. Naber. Berdasarkan Besluit Gouverneur Generaal 21 Agustus 1867 Nomor 1, Gymnasium Willem III dibagi menjadi dua bagian: Bagian A: Hoogere Burgerschool (HBS) dengan masa studi 5 tahun yang dimaksudkan agar setelah selesai pendidikan ini dapat melanjutkan ke perguruan tinggi; Bagian B: masa belajar selama 3 tahun, setelah menyelesaikan pendidikan ini dimaksudkan agar siswa dapat melanjutkan ke pendidikan lanjutan perwira, pegawai negeri, atau pendidikan perdagangan dan kerajinan di Delft, Belanda. Walaupun ditingkatkan menjadi HBS 5 tahun namun sebutan Gymnasium Willem III tetap digunakan hingga tahun 1900an menjadi Koning Willem III School. Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942, sekolah ini ditutup. Gedungnya dipergunakan untuk Pertahanan Sipil Belanda. Setelah Belanda menyerah, Jepang menggunakannya. Demikian juga saat sekutu mengalahkan Jepang, gedung ini dipakai oleh tentara sekutu. Tahun 1949, setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, gedung KW III sempat menjadi markas kesatuan TNI Batalyon Kala Hitam. Kemudian beralih menjadi kantor dan perumahan Jawatan Kesehatan TNI AD. Pada awal 1987, bekas lokasi sekolah KW III tersebut direnovasi dan dipergunakan untuk Perpustakaan Nasional Indonesia. Pada tanggal 11 Maret 1989, secara resmi kompleks tersebut dibuka.(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Batavia kota pendidikan? Seperti disebut di atas, satu sekolah penting pada masa awal di Batavia adalah sekolah menengah (HBS) Koning Willem III School. Namun tidak boleh dilupakan sebelum KW III S dibuka  1860 sudah ada sekolah menengah untuk pribumi di bidng kedokteran yang kemudian dikenal Docter Djawa School. Lalu bagaimana sejarah asal-usul Batavia sebagai kota pendidikan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.