Senin, 06 September 2021

Sejarah Makassar (66): Orang Bajo, Madura di Sumenep; Sebaran Suku Bajo Nusantara, Bahasa Bajo Setua Bahasa Etnik Melayu

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini 

Orang Bajo bukanlah orang asing di Nusantara. Orang Bajo dapat dikatakan salah satu penduduk asli. Orang Bajo pada masa kini masih ada yang tertinggal karena masih ada yang terpencil dalam dunia peradaban baru di tengah laut. Mereka secara tradisi mengisolasi diri dalam perjalanan waktu. Namun demikian, orang Bajo dapat dikatakan penduduk asli nusantara yang telah memiliki kebudayaan tinggi di zaman kuno. Orang Bajo berbahasa Bajo yang mirip bahasa Melayu mengindikasikan bahasa Bajo setua bahasa Melayu Keutamaan orang Bajo sejak zaman kuno di nusantara hingga ini hari karena kemampuan mereka dalam navigasi pelayaran perdagangan, Orang Bajo adalah pelaut-pelaut ulung di masanya, tetapi pada era teknologi kelautan (dari Eropa) orang Bajo kini, seakan parkir di dalam arus navigasi pelayaran Indonesia,

Orang Bajo berbahasa Bajo terdapat di berbagai wilayah di Indonesia. Meski disebut dengan nama generik sebagai Orang Bajo, sejatinya orang-orang Bajo memiliki asal-usul yang berbeda. Hal ini juga sama dengan Orang Melayu yang berbahasa Melayu juga terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, juga memiliki asal-usul yang berbeda. Seperti bahasa Melayu, bahasa Bajolah yang menyatukan penduduk asli Indonesia yang sangat piawai di lautan sejak zaman kuno disebut dengan nama tunggal sebagai Orang Bajo. Pada masa ini Orang Bajo sudah lebih banyak hidup di daratan dan telah mampu mengejar ketertinggalannya dari etnik lainnya. Orang Bajo kini tersebar di berbagai wilayah seperti Malaysia, Sabah, pulau-pulau di Filipina, Sulawesi, Nusantara dan Jawa.

Lantas bagaimana sejarah Orang Bajo di Jawa, khsusnya Madura di Sumenep? Seperti disebut di atas Orang Bajo tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Meski Orang Bajo terbilang penduduk asli yang memiliki kepiawaian dalam navigasi pelayaran sejak zaman kuno dan berbahasa Melayu, tetapi sejarah Orang Bajo kurang terinformasikan. Sejarah Orang Bajo sendiri baru mulai diperkenalkan JN Vosmaer sejak 1831 di teluk Kendari. Lalu bagaimana sejarah Orang Bajo di Sumenep Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Makassar (65): Bahasa Tolaki di Semenanjung Tenggara Sulawesi; Bahasa Buton di P Buton, Bahasa Muna di P Muna

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Makassar dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya di provinsi Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat), provinsi Sulawesi Tengah dan provinsi Sulawesu Utara (termasuk Gorontalo), di provinsi Sulawesi Tenggara juga terdapat ragam bahasa. Secara umum ragam bahasa di provinsi Sulawesi Tenggara terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama, yaitu Bungku-Tolaki yang terdiri dari bahasa-bahasa Wawonii, Kulisusu, Moronene dan Tolaki. Kelompok kedua, yaitu Muna-Buton yang terdiri dari Busoa, Kambowa, Muna, Wolio, Cia-Cia dan Wakatobi. Penutur bahasa kelompok bahasa Bungku-Tolaki umumnya terdapat di (daratan) Semenanjung Tenggara Sulawesi dan penutur bahasa kelompok Muna-Buton di pulau-pulau selatan semenanjung.

Secara umum penutur bahasa Tolaki tersebar di tujuh kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tenggara yang meliputi Kota Kendari, kabupaten Konawe, kabupaten Konawe Selatan, kabupaten Konawe Utara, kabupaten Kolaka, kabupaten Kolaka Utara dan kabupaten Kolaka Timur. Penutur bahasa Tolaki disebutkan berawal dari dari kerajaan Konawe di wilayah tradisi pegunungan Mekongga (Wikipedia). Salah satu raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo (delapan hari). Kota Kendari yang kini menjadi ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara terdiri dari penduduk dengan ragam bahasa. Secara umum ragam bahasa di Kota Kendari adalah Tolaki sebesar 36 persen, Muna (19 persen), Buton (26%), Moronene (10%) dan Wawonii (9%). Penduduk asli Kota Kendari berasal dari penutur bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki sendiri secara khusus memiliki beberapa dialek seperti dialek-dialek Mekongga, Konawe, Nawoni, Moronene, Kalisus dan Kabaena.

Lantas bagaimana sejarah bahasa Tolaki? Seperti disebut di atas penutur bahasa Tolaki terbilang besar dan tersebar luas khususnya di wilayah (daratan) semenanjung tenggara pulau Sulawesi. Penduduk penutur bahasa Tolaki juga disebut sebagai penduduk asli di Kota Kendari (ibu kota provinsi). Lalu bagaimana sejarah bahasa Tolaki dan penduduk di semenanjung tenggara Sulawesi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.