Minggu, 20 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (483): Pahlawan Indonesia–Upaya Peningkatan Pendidikan di Jawa;Medan Perdamaian dan Boedi Oetomo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Soetan Casajangan dan Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon mendirikan Studiefond di Belanda tahun 1911. Dalam satu pertemuan Indische Vereeniging tahun 1913, yang mana Soetan Cassajangan akan kembali ke tanah air, Soetan Casajangan berharap agar dana Studiefond lebih dialokasikan untuk pengiriman guru-guru pribumi studi ke Belanda. Namun itu ditentang oleh RM Noto Soeroto yang lebih menginginkan untuk bantuan siswa-siswa prubumi yang melanjutkan studi ke universitas di Belanda.

Tentu saja Soetan Casajangan berhak mengutarakan pendapat itu sebelum kembali ke tanah air bulan Juli 1913. Soetan Casajangan berinisiatif mendirikan Studiefond dan juga yang bekerja untuk fundraising. Boleh jadi pendapat keduanya berbeda, karena keduanya datang dari arah yang berbeda. Soetan Casajangan adalah seorang guru yang berangkat studi keguruan ke Belanda, sedangkan Noto Soeroto lulusan sekolah Eropa (HBS) yang melanjutkan studi ke universitas (non keguruan). Soetan Casajangan ingin lebih banyak guru pribumi yang berkualitas, sedangakan Noto Soeroto ingin lebih banyak insinyur, dokter, advocaat dan sebagainya. Dalam hal ini keduanya benar. Namuan yang mana yang menjadi prioritas. Itulah yang menjadi perbedaannya.

Lantas bagaimana sejarah upaya peningkatan pendidikan di Jawa? Seperti disebut di atas, perbedaan pendapat antara Soetan Casajangan dan RM Noto Soeroto soal alokasi dana yang terkumpul dalam Studifond, sesungguhnya persoalan yang terus berulang sejak 50 tahun sebelumnya. Lalu bagaimana sejarah upaya peningkatan pendidikan di Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (482): Pahlawan Indonesia - Boedi Oetomo dan Perjuangan Nasional;Mengapa Budi Utomo Balik Arah?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Kekeliruan dalam (penulisan) narasi sejarah yang cenderung terjadi akibat penggunaan Hukum Bilangan Besar dapat diperbaiki sekalipun yang digunakan adalah Hukum Bilangan Kecil. Boedi Oetomo awalnya didirikan dengan Hukum Bilangan Besar tetap terkooptasi oleh sejumlah pihak yang sebenarnya minoritas. Namun kemudian yang terjadi adalah reaksi. Saat inilah para pengurus Boedi Oetomo menyadari telah terjadi kekeliruan. Boedi Oetomo harus melakukan reformasi besar-besaran (kembali ke kittah Mei 1908)..

Pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air api udara" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya. Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik dalam pergerakan orang-orang pribumi. Berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatra, Jawa, Sulawesi maupun Maluku. Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa, sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.  (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Boedi Oetomo berbalik arah dan mengikuti barisan perjuangan nasional? Seperti disebut di atas, Boedi Oetomo yang awalnya bervisi nasional tetapi kemudian bergeser menjadi bervisi kedaerah, namun dalam perkembanganya mulai muncul suara-suara para reformis. Lalu bagaimana sejarah Boedi Oetomo berbalik arah dan mengikuti barisan perjuangan nasional? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.