Minggu, 16 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (49): Situasi dan Kondisi Era Perang Kemerdekaan Indonesia di Bangka dan Belitung; Apa yang Terjadi?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah batas berakhirnya semua bentuk penjajahan di Indonesia. Demikian juga yang berlaku di Bangka dan Belitung. Ketika Kerajaan Jepang takluk kepada Sekutu/Amerika Serikat, orang-orang Belanda menginginkan kembali berkuasa di Indonesia. Perang antara orang Indonesia (Republiken) dan orang Belanda (NICA) tak terhindarkan. Apa yang terjadi di Bangka dan Belitung?


Setelah kemerdekaan RI dikumandangkan 17 Agustus 1945, rupanya Belanda tak puas dengan hasil kemerdekaan yang diikrarkan dimana-mana. Berdasarkan buku sejarah perjuangan kemerdekaan RI di Bangka Belitung, dengan penulis Husnial Husin Abdullah itu menyebutkan bahwa di Kabupaten Belitung misalnya, tentara Belanda sempat mendarat ke pulau Belitung (Belitung dan Beltim), tanggal 21 Oktober 1945. Melalui kapal perang Belanda HMS Admiral Tromp berlabuh dan mendaratkan lebih kurang dua kompi tentara di Kota Tanjungpandan. Para tentara Belanda itu dibawah pimpinan Kolonel Stam dan wakilnya serdadu NICA dibawah pimpinan Mayor Textor dan Letnan Laut Soesman. Ketika mendarat di Tanjungpandan, pasukan Belanda menduduki tempat tempat penting seperti kantor polisi, kantor kawat, kantor pemerintahaan lainnya serta melakukan penjagaan ketat di tempat yang dipandang perlu. Tiba-tiba, Bendera merah putih yamg terpancang di Depan Hoofdwatcht (rumah jaga polisi) di tengah pasar kota Tanjungpandan (juga Gardu Listrik UPT BEL) mereka turunkan. Dan kemudian mereka gantikan dengan bendera Belanda. Kejadian ini cukup menyinggung perasaan rakyat Belitung. Sayangnya, karena persediaan senjata serta alat logistik lainnya tidak ada sama sekali maka rakyat Belitung bersama tokoh-tokoh pejuang-pejuang Belitung ketika mencari waktu yang tepat untuk melakukan gerakan perlawanan. Atas kejadian tersebut, malam tanggal 21 Oktober 1945, melalui para pengurus PNI mengelar rapat kilat di rumah Jupri Sulaiman, Gang Buntu Kampung Ujung untuk membicarakan bagaimana sikap dan tindaka terhadap pendaratan tentara NICA itu. Alhasil, rapat diputuskan dengan kesimpulan, untuk memberi kabar secepatnya kepada presiden RI tentang pendaratan tentara NICA di Belitung. Selanjutnya, sambil menunggu perintah dari pusat, pemerintah dan rakyat disini harus menjaga keamanan jangan sampai terganggu dan rakyat tidak boleh bertindak secara sendiri-sendiri (https://www.trawangnews.com/)

Lantas bagaimana sejarah situasi dan kondisi pada masa perang kemerdekaan Indonesia di Bangka dan Belitung? Seperti disebut di atas, perlawanan dan perang terjadi di seluruh Indonesia. Dalam hal ini apa yang terjadi di Bangka Belitung? Lalu bagaimana sejarah situasi dan kondisi pada masa perang kemerdekaan Indonesia di Bangka dan Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (48): Kampong Andrea Hirata di Gantung, Hindia Belanda; Orang Indonesia Diantara Belanda v Jepang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Andreas Hirata tekenal di Indonesia, sastrawan lahir di Gantung, pulau Belitung. Novelnya terkenal Laskar Pelangi. Namun yang menarik perhatian, nama Hirata sendiri, suatu marga orang Jepang. Adreas Hirata mendapat nama Hirata atas pemberian nama dari ibunya. Sehubungan dengan nama (marga) Hirata, nama ini cukup dikenal pada masa lampau, bahkan di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Nama Hirata juga ditemukan di Pangkal Pinang di pulau Bangka. Di kampong saya juga pada era Hindia Belanda ada nama terkenal, (marga) Tsukimoto.


Andrea Hirata Seman Said Harun atau lebih dikenal sebagai Andrea Hirata (lahir 24 Oktober 1967) adalah novelis Indonesia yang berasal dari Pulau Belitung, provinsi Bangka Belitung. Novel pertamanya adalah Laskar Pelangi yang menghasilkan tiga sekuel. Hirata lahir di Gantung, Belitung. Saat dia masih kecil, orang tuanya mengubah namanya tujuh kali. Mereka akhirnya memberi nama Andrea, yang nama Hirata diberikan oleh ibunya. Dia tumbuh dalam keluarga miskin yang tidak jauh dari tambang timah milik pemerintah, yakni PN Timah (sekarang PT Timah Tbk. Hirata memulai pendidikan tinggi dengan gelar di bidang ekonomi dari Universitas Indonesia. Meskipun studi mayor yang diambil Andrea adalah ekonomi, ia amat menggemari sains—fisika, kimia, biologi, astronomi dan sastra. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpacker. Sedang mengejar mimpinya yang lain untuk tinggal di Kye Gompa, desa di Himalaya. Setelah menerima beasiswa dari Uni Eropa, dia mengambil program master di Eropa, pertama di Universitas Paris, lalu di Universitas Sheffield Hallam di Inggris. Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari universitas tersebut dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai referensi ilmiah. Hirata merilis novel Laskar Pelangi pada tahun 2005. Novel ini ditulis dalam waktu enam bulan berdasarkan pengalaman masa kecilnya di Belitung. Ia kemudian menggambarkannya sebagai sebuah ironi tentang kurangnya akses pendidikan bagi anak-anak di salah satu pulau terkaya di dunia. Karya Andrea Hirata: etralogi Laskar Pelangi, Laskar Pelangi (2005), Sang Pemimpi (2006), Edensor (2007), Maryamah Karpov (2008) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Gantung kampong Andrea Hirata dan marga Hirata era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, Andrea lahir di desa Gantung, pulau Belitung dan nama Hirata cukup dikenal di masa lampau pada era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Gantung kampong Andrea Hirata dan marga Hirata era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.