Minggu, 16 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (48): Kampong Andrea Hirata di Gantung, Hindia Belanda; Orang Indonesia Diantara Belanda v Jepang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Andreas Hirata tekenal di Indonesia, sastrawan lahir di Gantung, pulau Belitung. Novelnya terkenal Laskar Pelangi. Namun yang menarik perhatian, nama Hirata sendiri, suatu marga orang Jepang. Adreas Hirata mendapat nama Hirata atas pemberian nama dari ibunya. Sehubungan dengan nama (marga) Hirata, nama ini cukup dikenal pada masa lampau, bahkan di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Nama Hirata juga ditemukan di Pangkal Pinang di pulau Bangka. Di kampong saya juga pada era Hindia Belanda ada nama terkenal, (marga) Tsukimoto.


Andrea Hirata Seman Said Harun atau lebih dikenal sebagai Andrea Hirata (lahir 24 Oktober 1967) adalah novelis Indonesia yang berasal dari Pulau Belitung, provinsi Bangka Belitung. Novel pertamanya adalah Laskar Pelangi yang menghasilkan tiga sekuel. Hirata lahir di Gantung, Belitung. Saat dia masih kecil, orang tuanya mengubah namanya tujuh kali. Mereka akhirnya memberi nama Andrea, yang nama Hirata diberikan oleh ibunya. Dia tumbuh dalam keluarga miskin yang tidak jauh dari tambang timah milik pemerintah, yakni PN Timah (sekarang PT Timah Tbk. Hirata memulai pendidikan tinggi dengan gelar di bidang ekonomi dari Universitas Indonesia. Meskipun studi mayor yang diambil Andrea adalah ekonomi, ia amat menggemari sains—fisika, kimia, biologi, astronomi dan sastra. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpacker. Sedang mengejar mimpinya yang lain untuk tinggal di Kye Gompa, desa di Himalaya. Setelah menerima beasiswa dari Uni Eropa, dia mengambil program master di Eropa, pertama di Universitas Paris, lalu di Universitas Sheffield Hallam di Inggris. Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari universitas tersebut dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai referensi ilmiah. Hirata merilis novel Laskar Pelangi pada tahun 2005. Novel ini ditulis dalam waktu enam bulan berdasarkan pengalaman masa kecilnya di Belitung. Ia kemudian menggambarkannya sebagai sebuah ironi tentang kurangnya akses pendidikan bagi anak-anak di salah satu pulau terkaya di dunia. Karya Andrea Hirata: etralogi Laskar Pelangi, Laskar Pelangi (2005), Sang Pemimpi (2006), Edensor (2007), Maryamah Karpov (2008) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Gantung kampong Andrea Hirata dan marga Hirata era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, Andrea lahir di desa Gantung, pulau Belitung dan nama Hirata cukup dikenal di masa lampau pada era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Gantung kampong Andrea Hirata dan marga Hirata era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kanmpong Andrea Hirata di Gantung, Marga Hirata era Hindia Belanda: Orang Indonesia Diantara Orang Belanda dan Orang Jepang

Dalam Peta 1724 belum ada nama Gantoeng di pulau Belitung. Yang ada di sekitar Gantoeng yang sekarang adalah nama Linggang (kini Lenggang). Pada masa ini nama (kampong) Lenggang adalah kampong Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Gantoeng sebagai kampong Andrea Hirata, pada masa ini berdekatan dengan kampong Lenggang. Lantas, kapan muncul nama kampong Gantoeng. Nama Linggang adalah nama sungai (lihat Javasche courant, 11-03-1846).


Pada Peta 1856 di pulau Belitung nama Linggan diidentifikasi sebagai Linggang. Dalam hal ini nama Linggang sebagai kampong diduga sebagai kampong lama, nama kampong yang menjadi nama sungai. Nama Linggang menjadi nama district (lihat Nederlandsch Indie, 29-07-1859). Lalu bagaimana dengan nama Gantoeng? Pada Peta 1878 nama Gantoeng diidentifikasi sebagai nama kampong di sungai Linggang. Besar dugaan nama kampong Gantoeng telah menggantikan popularitas nama kampong Lenggang. Dalam hal ini ibu koat district Linggang berada di Gandoeng. Seperti disebut di atas kampong Lenggang dan kampong Gantoeng berdekatan di daerah aliran sungai Linggang.

District Linggang dengan ibu kota di Gantoeng menjadi penting. Hal ini karena kampong Gantoeng di district Linggang dijadikan sebagai wijk pertambangan bagi orang Cina (lihat Bataviaasch handelsblad, 08-06-1881). Disebutkan di wilayah Asisten Resident (Afdeeling) Billiton di Gantoeng, ibu kota distrik pertambangan Linggang akan menjadi wijk bagi orang Cina.

 

Pada Peta 1883 nama Gantoeng yang diidentifikasi sebagai nama kanmpong, yang berada di jalan laintas antara Dendang dan Manggar (juga wilayah kampong Linggang). Dua kota ini sejak awal pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di pulau Belitung dijadikan masing-masing sebagai ibukota distrik. Namun dalam perkembangannya district Linggang dengan ibu kota di Gantoeng dilikuidasi dan dilebur ke district Manggar. Oleh karena itu kampong Gantoeng dan kampong Linggang sama-sama masuk wilayah district Manggar, dan di dalam peta nama Gantoeng yang didientifikasi (sebagai kampong yang menjadi lebih besar dari kampong Linggang). Meski demikian, nama Linggang tetap lestari, tidak lagi sebagai nama distrik tetapi sebagai nama sungai.

Sebagaiman di berbagai wilayah di Hindia Belanda, dimana populasi orang Cina cukup banyak dapat dijadikan sebagai wijk (wek) dengan peraturan pemerintah. Artinya, selain wilayah/area orang pribumi, lingkungan (wijk) untuk orang Eropa dan orang timur asing khususnya orang Cina diatur dalam satu wijk dengan peraturan (yang meliputi batas-batas area). Seperti disebut di atas, pada tahun 1881 kampong/kota Gantoeng telah ditetapkan sebagai wijk. Namun berdasarkan Peta 1883 Gantoeng tidak diidentifkasi sebagai ibu kota district.


Besar dugaan district Linggang dengan ibu kota Gantoeng telah dilikuidasi. Kampong/kota Gantoeng, kampong Linggang dan kampong-kampong lainnya kemudian disatukan dengan district Manggar (Peta 1883) Pada Peta 1897 nama Gantoeng hanya diidentifikasi sebagai kampong (bukan lagi ibu kota district). Pada Peta 1918 nama yang diidentifikasi di eks wilayah district Linggang adalah (kampong) Linggang. Tampaknya nama sungai Linggang telah turut membantu eksistensi nama kampong Linggang (tentu saja berdekatan dengan nama kampong Gantoeng). Singkat kata: pada peta 1945 hanya ada nama kampong Gantoeng. Tampaknya nama kampong Linggang muncul sesaat pada tahun 1918, kemudian kalah popular lagi dengan nama kampong Gantorng.

Di masa lalu, di district Linggang, area pertambangan timah dibukan pertama kali pada tahun 1861. Awalnya dimulai di dua area (lembag) di Maranteh dan Garam. Area terakhir dibuka di area Gatal tahun 1886 dan kemudian terakhir sekali di buka di area Danau pada tahun 1897. Dari 64 area dibuka hanya sebanyak 26 area yang secara keekonomian menghasilkan (produksi) bagi perusahaan besar Billiton Mij. Di area-area lain di luar 26 area tersebut menjadi kawasan pertambangan rakyat.


Seperti disebut di atas, pada tahun 1881 kampong Gantoeng dijadikan wijk bagi orang Cina, area tambang terdekat dari wijk ini yang menjadi konsesi (area) Bill. Mij., adalah area Selinsing. Tidak jauh dari Selinsing ini adalah area-area Seloemar (Selemar besar, Selemar ketjil dan Seloemar Panjang).

Nama kampong Gantoeng tampaknya nama kampong baru, jauh lebih tua dari nama kampong Linggang. Nama kampong Linggang diduga berasal dari zaman kuno (era Hindoe-Boedha) yang diduga awalnya Bernama kampong Lingga. Nama kampong Gantoeng sebagai nama kampong baru diduga berasal dari zaman baru? Nama Gantoeng juga ditemukan di Jawa. Nama Gantoeng diduga tidak ada kaitannya dengan kata gantung pada masa ini. Nama Gantoeng, sebagaimana nama Linggang hanyalah sebagai nama tempat, oleh karena termasuk nama lama, sulit diketahui artinya pada masa ini.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Orang Indonesia Diantara Orang Belanda dan Orang Jepang: Parada Harahap dan Mohamad Hatta ke Jepang (1933)

Nama Hirata asal kampong Gantoeng di (pulau) Belitung adalah satu hal, nama Hirata sebagai salah satu marga Jepang adalah hal lain. Nama marga Hirata di Indonesia pada era Hindia Belanda sudah eksis, bahkan di Pangkal Pinang, pulau Bangka juga ada nama marga Hirata yang cukup dikenal. Sementara itu, hubungan antara Belanda, Indonesia (baca: Hindia) dan Jepang sangat dekat satu sama lain, bahkan secara historis, namun interaksinya bersifat satu sama lain benci tapi rindu.


Ada hubungan erat antara Belanda dengan Hindia, bahkan setua hubungan antara Belanda dan Jepang. Hubungan antara Jepang dan Indonesia baru muncul belakang. Orang Belanda pertama datang ke Hindia Timur (tiba di Banten) pada tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, suatu ekspedisi pertama Belana di ke timurt (1595-1597). Salah satu ekspedisi berikutnya, pelaut-pelaut Belanda mencapai Jepang di bawah pimpinan Jacob Mahu dan Simon de Cordes yang berangkat pada tahun 1598 dari Belanda dengan armada 5 kapal, mereka musim dingin di selat Magelhean, kehilangan 4 kapal, sehingga hanya kapal Liefde di bawah komando Kapten Quakernaeck yang menurunkan jangkar di pulau Kiushyu pada tanggal 19 April 1600. Setelah itu, membuka jalan bagi navigasi pelayaran perdagangan Belanda ke Jepang. Insinyur Belandalah yang mengajari Jepang untuk membangun kapal dan membangun pertanian di Jepang. Seperti kita lihat nanti, Belanda benci kepada Jepang, tetapi Jepang tidak benci kepada Belanda. Yang diinginkan Jepang adalah Indonesia. Masalah inilah yang menimculkan kebencian Belanda kepada Jepang, karena Belanda tidak ingin melepaskan Indonesia. Akhirnya perang yang terjadi, Jepang menduduki Indonesia 1942 (dan semua orang Belanda diinternir), sementara pemimpin Indonesia bergandengan tangan dengan Jepang (sebab jauh sebelum itu, pada tahun 1933 tujuh revolusioner Indonesia ke Jepang yang dipimpin oleh Parada Harahap, termasuk di dalamnya Mohamad Hatta).

Nama (marga) Hirata paling tidak diberitakan pada tahun 1875. Tidak di Indonesia (Baca: Hindia Belanda), juga tidak di Belanda. Nama Hirata tersebut diberitakan di Jerman (lihat Provinciale Noordbrabantsche en 's Hertogenbossche courant, 09-11-1875). Disebutkan di Heidelberg, dua orang Jepang, Tuan Hirata dan Tuan Yraawaki, dipromosikan menjadi Doktor Filsafat. Mereka terutama berfokus pada ilmu-ilmu politik. Mereka akan segera kembali ke tanah air mereka untuk memasuki dinas negara. Pelajar Jepang lainnya, seorang dokter, bertunangan dengan seorang wanita muda yang bersedia mengikutinya ke timur (Jepang).


Dalam sejarahnya, tidak pernah ditemukan seorang nama Jepang di Belanda. Orang Jepang studi ke Eropa umumnya ke Jerman. Sebaliknya, orang Cina umumnya studi ke Belanda dan Inggris dan jarang ke Jerman. Orang Cina asal Hindia Belanda pertama studi ke Belanda adalah anak seorang kapten Cina di Banda (lulus insinyur tahun 1887). Pada tahun ini juga seorang pribumi lulus sarjana pemerintahan di Belanda Bernama Ismangoen dari Jogjakarta. Namun siswa pertama yang studi ke Belanda (studi kependidikan) asal Hindia Belanda adalah Sari Nasoetion alias Willem Iskander berangkat tahun 1857 dan lulus dengan akta guru tahun 1960. Pada tahun 1962 Willem Iskander mendirikan sekolah guru di (afd.) Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli (sebagai sekolah guru yang ketiga di Hindia Belanda). Setelah Ismanoeng, orang Hindia Belanda kedua studi pendidirikan tinggi (universitas) di Belanda adalah Raden Kartono, berangkat tahun 1896. Raden Kartono adalah abang dari RA Kartini. Mahasiswa kedua studi Pendidikan tinggi di Belanda adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (1903). Soetan Casajangan adalah pendiri Perhimpoenan Indonesia (nama sebelumnya Indische Vereedining) 1908. Soetan Casajangan, Raden Krtono dan Husein Djajadiningrat membuat statuta Indische Vereeniging. Husein Djajadiningrat adalah pribumi pertama bergelar doctor (1913). Sebelumnya Raden Kartono dan Soetan Casajangan sama-sama lulus sarjana pada tahun 1911. Seperti halnya pribumi, orang-orang Cina asal Hindia Belanda semakin banyak studi ke Belanda dan pada tahun 1910 mendirikan organisasi sejenis Indische Vereeniging dengan nama Chung Hwa Hui.

Orang Jepang dengan nama marga Hirata di Hindia Belanda diberitakan (iklan) pada tahun 1889 (lihat berBataviaasch nieuwsblad, 04-07-1889). Disebutkan Toko van Japansche Curiositeiten. M. HIRATA & Go. Agent C. NAGAYAMA. Noordwijk, Passar Bahroe No. 7. Nama Hirata lainnya muncul pada tahun 1910 dengan kapal ss van Noort dari Singapoera tiba di Batavia (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-08-1910). Kapal Jepang Tokushima Maru yang dinakhodai S Hirata tiba di Semarang (lihat De locomotief, 12-08-1918). Soerang Jepang Taro Hirata, eigenaar van toko „Sakura" di bandoeng (lihat De Preanger-bode, 02-10-1918). Itulah beberapa orang Jepang di Hindia Belanda dengan marga Hirata dari ribuan orang Jepang di Hindia Belanda.


Pada tahun 1918 Parada Harahap, pemimpin redaksi surat kabar berbahasa Melayu di Medan, Benih Merdeka berhasil membongkar jaringan prostitusi asal Singapoera hotel-hotel bintang di Medan. Wanita muda yang dipekerjakan dalam seks komersil tersebut adalah Wanita-wanita Jepang. Berita yang dimuat di surat kabar Benih Merdeka menjadi heboh dan kemudian mendapat apresiasi dari konsulat Jepang di Medan. Apa yang menjadi motif Parada Harahap membongkar itu, tidak diketahui secara pasti. Yang jelas setahun sebelumnya Parada Harahap membongkar kasus poenali sanctie dalam kasus kuli asal Jawa di perkebunan-perkebunan. Apakah Parada Harahap kenal baik dengan seorang Jepang di kampongnya di Padang Sidempoean bernama Tsukimoto, pedagang Jepang yang telah lama bermukim di Padang Sidempuan. Tsukimoto pemiliki perusahaan J. Tsukimoto & Co. Tsukimoto sangat terkenal di Padang Sidempuan dengan nama tokonya ‘Toko Japan’. Catatan: konsulat Jepang selain di Medan juga ada di Soerabaja.

Parada Harahap adalah salah satu tokoh jurnalistik pribumi yang begitu dekat dengan orang-orang Jepang. Setelah sempat mendirikan surat kabar berbahasa Melayu di Padang Sidempeoan, Sinar Merdeka (1919-1922) pada tahun 1923 Parada Harahap hijrah ke Batavia dengan mendirikan surat kabar berbahasa Melayu, Bintang Hindia. Pada tahun 1925 Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi pertama dengan nama Alpena, dimana sebagai editor diangkat WR Soepratman (kelak dikenal sebagai pembuat lagu Indonesia Raya).


Pada tahun 1926 dengan surat kabar baru Bintang Hindia, Parada Harahap mengkampanyekan agar muncul surat kabar berbahasa daerah. Ir Soekarno yang baru lulus di THS Bandoeng, yang belum lama mendidikan studi klub di Bandoeng kerap mengirimkan tulisan ke Bantang Timoer. Parada Harahap, sekretaris Sumatranen Bond menginisiasi pendirikan federasi orgnanisasi kebangsaan Indonesia (PPPKI) tahun 1927 setelah pendirian Perhimpoenan Nasional Indonesia (PNI) di Bandoeng yang dipimpin Ir Soekarno (dimana sebagai ketua PPPKI adalah MH Thamrin dan sekretaris Parada Harahap). Parada Harahap juga adalah pembina Kongres Pemuda 1926 dan Kongres Pemuda 1928. Kongres Pemuda 1926 ketua adalah Mohamad Tabrani (seorang pemuda pemimpin redaksi surat kabar Hindia Baroe dan wakilnya Bahder Johan (ketua Jong Sumatranen Bond). Kongres Pemuda 1928 ketua Soegondo (PPPI, ondebouw PPPKI), sebagai sekretaris Mohamad Jamin (ketua Jong Sumatranen Bond) dan sebagai bendahara Amir Sarifoeddin Harahap (ketua Jong Batak) dimana ketiganya mahasiswa Rechthoogeschool yang dekannya Prof Husein Djajadiningrat. Setelah Kongres PPPKI kedua di Solo tahun 1929, Ir Soekarno ditangkap polisi Belanda. Lalu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang diketuai oleh Mr Sartono dimana Ir Soekarno sebagai pembinan dibubarkan. Lalu pada tahun 1931 Mr Sartono, mendirikan organisasi politik yang baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo) yang mana sebagai ketua afdeeling Batavia Amir Sjarifoeddin Harahap dan ketua afdeeling Soerabaja Mohamad Jamin. Ir Soekarno masuk Partindo (sementara Mohamad Hatta (mantan ketua PI di Belanda) masuk Partai Pendidikan Nasional Indonesia).

Gerakan politik orang Indonesia semakin gencar pada tahun 1932 dan semakin krisis, lalu pada tahun 1933 semua surat kabar pribumi yang dianggap radikal dibreidel, termasuk surat kabar Bintang Timoer di Batavia, Fikiran Rakyat yang dipimpin Ir Soekarno di Bandoeng, Pewarta Deli di Medan (pimpinan Abdoellah Loebis) serta Soeara Oemoem di Soerabaja (pimpinan Dr Soetomo). Puncak krisis pergerakan para revolusioner Indonesia ditangkapnya kembali Ir Soekarno. Ketika ada desas desus Ir Soekarno akan diasingkan, Parada Harahap mengambil langkah radikal memimpin tujuh revolusioner berangkat ke Jepang pada tanggal 1 November 1933.


Tujuh revolusioner yang dipimpin Parada Harahap ke Jepang, termasuk diantaranya Abdoellah Lubis (pemimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan). Pemimpiu redaksi Pewarta Deli adalah Dajamaloedin alias Adingero (abang dari Mohamad Jamin). Djamaloedidin sendiri sebelumnya pemimpin redaksi Bintang Timoer di Batavia (pimpinan Parada Harahap). Dalam rombongan ini juga termasuk Panangian Harahap, pemimpin redaksi Bintang Timoer (adik Parada Harahap); Selain Mohamad Hatta (akademisi) juga turut serta guru di Banodeng Dr Sjamsi Widagda, doktor ekonomi lulusan Rotterdam yang menjadi salah satu pimpinan PNI di Bandoeng. Rombongan tersebut Kembali ke tanah air dan tiba di Tandjoeng Perak Soerabaja dengan kapal Panama Maru pada tanggal 14 Januari 1934, pada hari yang sama Ir Soekarno diasingka ke Flores berangkat dari Tandjong Priok. Di Soerabaja disambut oleh Dr Soetomo, kepala rumah sakit Soerabaja dan Radjamin Nasoetion, pejabat bea cukai di Tandjoeng Perak yang juga menjadi anggota dewan kota (gemeenteradd) Soerabaja. Setelah semingu di Soerabaja, yang lain kembali ke kota masing-masing, Parada Harahap, Mohamad Hatta dan Panangian Harahap Kembali ke Batavia. Tidak lama kemudian Parada Harahap dan Mohamad Hatta ditangkap. Parada Harahap ditangkap karena provokasi ke Jepang, namun konsulat Jepang memberikan kesaksian, Parada Harahap dibebaskan. Sementara Mohamad Hatta ditangkap karena artikel yang menghasut di majalah Daoelat Rakjat (organ partainya) enam bulan sebelumbnya. Akhirnya, Mohamad Hatta diasingkan ke Digoel (tetapi kemudian dipindahkan ke Banda).

Pers pribumi dibungkam, para tokoh revolusioner ditangkap dan ada yang diasingkan. Dua pemimpin revolusioner muda Mohamad Jamin dan Amir Sjarifoeddin Harahap ditangkap dan akan diasingkan karena dalih hasutan menentang otoritas pemerintah. Namun Prof Husein Dajajadiningrat membela, karena alasan masih mahasiswa dan tengah menyiakan tesis. Selamat dia pemimpin muda. Dalam beberapa tahun, Gerakan politik mememilih dengan jalan halus. Organisasi kebangsaan Boedi Oetomo dilebur dengan Partai Bangsa Indonesia (PBI) di Soerabaja pimpinan Dr Soetomo dan Radjamin Nasoetion. Fusi dua organisasi ini membentuk parai baru dengan nama Partai Indonesia Raya (Parindra) dimana sebagai ketua terpilih Dr Soetomo. Parada Harahap dan MH Thamrin juga ikut bergabung dengan Parindra. Sementara itu diantara orang-orang Jepang juga melakukan gerakan yang sama dengan para pejuang Indonesia, diantaranya Isampu Hirata.


Het volksdagblad: dagblad voor Nederland, 23-03-1938: ‘Surat kabar Indonesia berada di tangan Jepang. Di Semarang di Jawa Tengah sebuah surat kabar Indonesia telah berpindah tangan, demikian juga nama asli surat kabar tersebut Daja Oepaja di bawah pimpinan Sjamsoedin dan Dr. Roezin. Roezin, kini berganti nama menjadi "Sinar Selatan". Pemimpin surat kabar adalah Tsuda seorang Jepang dan Pemimpin Redaksi adalah Isampu Hirata juga seorang Jepang, sedangkan posisi Pemimpin Redaksi Pelaksana diisi oleh MS Dirdjo’. Sementara Gerakan Indonesia yang penting adalah pemindahan Ir Soekarno dari Flores ke Bengkoeloe. Permintaan pemindahan itu sempat ditolak pemerintah, tetapi dua anggota Volksraad MH Thamrin dan Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon memprotes pemerintah. Permintaan itu lalu dikabulkan. Dalam pemindahan itu terlibat Dr Soetomo dan Radjamin Nasurion di Soerabaja, Parada Harahap dan MH Thmrin di Soerabaja, Mr Gele Haroen Nasution di Telok Betoeng dan Mr Egon Hakim Nasution di Padang (keduanya advokat, sarjana hukum lulusan Belanda).

Gerakan orang Jepang juga datang dari negara Jepang. Pada tahun 1938 sebuah pesawat Belanda dalam penerbangan patroli di dekat Billiton menemukan sebuah kapal motor Jepang, yang bersembunyi di bawah keadaan mencurigakan di perairan teritorial. Pada tanggal tanggal 14 Mei (Reuter). Hirata, presiden perusahaan industri Kaiyo, akan segera berangkat dengan 300 pekerja Jepang untuk memulai pengoperasian pulau Spratley. pulau-pulau yang baru saja dianeksasi oleh Jepang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-05-1939). Sebagaimana diketahui sebelumnya Jepang telah melakukan invasi di pantai timur Tiongkok (Manchuria). Aneksasi pulau Spratly (pulau yang dipersengketakan antara Prancis dan Inggris) menjadi cara mendekati Hindia Belanda.


Rencana invasi Jepang ke Hindia Belanda, semakin bereskalasi. Orang-orang Belanda di Hindia Belanda mulai resah. Satu poin yang membujuk dari Pemerintah Hindia Belanda adalah mencabut ordonasi kuli bagi geolong pribumi (sementara ordonasi bagi tenaga keraja Cina di Bangka dan Belitung tetap dipertahankan. Gelombang Gerakan Indonesia menemukan bentuknya pada tahun 1941 dengan terbentuknya Majelis Rakyat Indonesia (MRI, pendahulu bentuk MPR/DPR Indonesia). Salah satu ketua MRI adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap.

Bagaimana dengan situasi dan kondisi di Bangka Belitung? Seperti di daerah lain yang jauh dari pusat pergerakan di Jawa, tidak banyak isu yang muncul. Namun ada satu isu di Pangkal Pinang, Bangka seorang pedagang Jepang dipailitkan oleh pemerintah setempat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-06-1941). Disebutkan S Hirata, handelende onder het merk Osama en wonende te Pangkalpinang, residentie Bangka en Billiton dipailitkan. Tidak disebut alasannya apa. Tampanyanya nama marga Hirata sudah menyebar di seluruh Hindia Belanda, tidak hanya di Jawa, juga di Medan, Pangkal Pinang dan kota lainnya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Orang Jepang Berjuang dalam Perang Kemerdekaan Indonesia: Hirata alias Kosim di Soekaboemi

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar