Selasa, 18 Juni 2019

Sejarah Jakarta (58): Sejarah Pasar Rebo dan Landhuis Tandjoeng Oost; Sejak Era VOC Jadi Pusat Perdagangan Jalur Oosternweg


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Pasar Rebo dan Land Tandjong Oost tidak bisa dipisahkan. Dua situs ini adalah situs kuno yang masih eksis hingga hari ini. Keberadaan dua situs ini haruslah dihubungkan dengan awal kolonialisasi Belanda di hulu sungai Tjiliwong. Dua situs ini saling melengkapi. Oleh karenanya untuk memahami dua situs ini tidak bisa dilakukan parsial, harus dipahami secara bersamaan.

Landhuis di land Tandjoeng Oost, 1930 (Peta 1901)
Artikel ini adalah rangkaian dari seri artikel sejarah tentang pasar di Batavia, Jakarta tempo doeloe. Artikel yang sudah diuploan adalah Pasar Mingu (Tandjong West), Pasar Senen (Weltevreden), Pasar Sabtu (Tanah Abang) dan Pasar Jumat (Simplicitas). Kini, tentang sejarah Pasar Rebo di Tandjoeng Oost (baca: Tanjung Timur). Dua artkel lagi akan menyusul yakni sejarah Pasar Kamis (Bekasi) dan sejarah Pasar Selasa (Tangerang).  Sebelum serial pasar ini sudah diuploan tujuh artikel tentang sejarah tempat kediaman Presiden, yakni: sejarah Menteng (Suharto); sejarah Kuningan (Habibie); sejarah Matraman (Barack Obama); sejarah Ciganjur (Gusdur); sejarh Kebagusan (Megawati) dan sejarah Cikeas (SBY). Tentu saja sejarah tempat tinggal Sukarno (Istana Rijswijk).  

Sejarah Pasar Rebo tidak berdiri sendiri. Ada  tiga pasar sekunder di selatan Batavia, yakni Pasar Rebo di jalur perdagangan bagian  timur (Oosternweg), Pasar Jumat di bagian barat (Westernweg) dan Pasar Minggoe di bagian tengah (Middenweg). Tiga pasar ini terhubung dengan dua pasar utama di pusat kota yakni Pasar Senen di Weltevreden dan Pasar Sabtu di Tanah Abang. Dua pasar penting di sayap adalah Pasar Kamis di Bekasi yang terhubung dengan Pasar Senen dan Pasar Selasa di Tangerang yang terhubung dengan Pasar Sabtu di Tanah Abang. Tujuh pasar ini adalah pilar-pilar utama yang menopang konfigurasi jaringan perdagangan di Batavia tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Landhuis Tandjoeng Oost di Oosternweg

Pasar Tandjong Oost didirikan pada tahun 1762. Itu dicatat  di dalam buku Aardrijkskundig en statistisch woordenboek van Nederlandsch Indie yang terbit tahun 1869. Disebutkan ‘De marktplaats te Tandjong Oost werd reeds den 2 Julij 1762 opgerigt’. Pada tahun 1762, pasar Tandjong Oost dapat dikatakan sebuah pasar yang baru. Pasar ini adalah pasar swasta, pasar yang didirikan oleh pemilik tanah partikelir (land) Tandjong Oost. Pasar ini dibuka setiap hari Woensdag dan kelak pasar ini disebut Pasar Rebo.

Lukisan asli Cornelis Chastelein di Serengseng (le Bruyn, 1706)
Cornelis Chastelein membeli lahan dari Anthonij Paviljon di dekar benteng (fort) Noordwijk. Tampaknya Chastelein tidak puas dengan kondisi tanah land Paviljon, lalu membeli lahan baru di Sering Sing (Srengseng) pada tahun 1695. Berita kesuksesan Chastelein mengusahakan pertanian di Srengseng mengundang seorang pelukis terkenal berasal dari Prancis, Corneille le Bruyn pada tahun 1706. Dua tahun sebelumnya (1704) Chastelein menemukan lahan yang lebih baik (landgoed) dan membukan land di Depok. Chastelein juga mengajak le Bruyn ke lahan yang baru dibuka di Depok. Corneille le Bruyn tinggal di Srengseng selama dua minggu. Sebelum pulang, le Bruyn sempat melukis beberapa lukisan. Lukisan yang indah di land Srengseng dipamerkan le Bruyn di Eropa. Lukisan land Srengseng tersebut adalah lukisan terawal yang tetap dapat ditemukan hingga pada masa ini.

Sebelum Cornelis Chastelein membuka lahan di Srengseng, di sisi barat sungai Tjiliwong sudah lebih dahulu dibuka dua lahan paling subur yakni di land di Tjinere dan Tjitajam oleh sersan St Martin. Sementara dua land terjauh dari Batavia di sisi timur sungai Tjiliwong adalah land Tjililitan dan di sisi barat sungai Tjiliwong di land Matraman. Akses St Martin ke Tjinere dan Tjitajam melalui jalan darat dari barat melalui Tanah Abang dan Kebajoran. Cornelis Chastelein mengakses land Serengseng melalui timur via Meester Cornelis ke land Tjililitan. Dari land Tjililitan melalui sungai ke Srengseng dan Depok. Menjelang kematian, Cornelis Chastelein menjual land Srengseng dan mewariskan land Depok kepada para pekerjanya pada tahun 1714.

Pada tahun 1734 anak almarhum Cornelis Chastelein yakni Anthonij Chastelein, yang diduga lahir di land Anthonij Paviljon menjual land Paviljon (lokasinya landhuis kini di jalan Pejambon). Pembelinya adalah Justinus Vinck dan mulai membangun landhuis di sisi timur landhuis lama yakni di sekitar RSPAD yang sekarang. Pada masa inilah Justinus Vinck mendirikan pasar yang disebut Pasar Vinck yang dibuka setiap hari Senin. Land Paviljon atau land Vinck dibeli oleh Jacob Mossel, Gubernur Jenderal VOC (1750-1761) dan membangun villa mewah tetap berada di landhuis Vinck. Kawasan hunian Mossel ini kemudian lebih dikenal sebagai Weltevreden. Gubernur Jenderal yang baru Petrus Albertus van der Parra (1761-1775) membeli Weltevreden dari Jacob Mossel dan kemudian van der Parra memperkaya Weltevreden menjadi hunian paling spektakuler.

Kapan land Tandjong Oost dibuka tidak diketahui secara pasti. Informasi yang ada adalah pasar Tandjong Oost didirikan pada tahun 1762. Itu berarti keberadaan land Tandjong Oost jauh sebelum ini. Seperti disebutkan land Tjililitan sudah ada di era Cornelis Chastelein (awal 1700). Setelah itu pembukaan land baru makin lama makin jauh ke hulu sungai Tjiliwong. Pada saat Gustaaf Willem baron van Imhoff menjadi Gubernur Jenderal (1743-1750) membangun villa di hulu sungai Tjiliwong tahun 1745 tepat berada di dekat benteng (fort) Padjadjaran (kini area Istana Bogor). Untuk mendukung keberadaan villa, pengembangan pertanian Imhoff mulai meningkatkan jalan dan meningkatkan bendungan Katoelampa serta membuat kanal lebih jauh ke hilir di sisi jalan Batavia-Buitenzorg. Saat inilah terbentuk land-land baru. Itu semua bermula dari adanya jalan dan kanal. Lahan yang kurang subur menjadi lahan subur yang baru. Sisi timur sungai Tjiliwong mulai bersaing dengan sisi barat sungai Tjiliwong. Pada dekade inilah diduga kuat land Tandjong Oost terbentuk.

Gubernur Jenderal Petrus Albertus van der Parra setelah memiliki land Weltevreden juga membuka (membeli) land baru di utara land Tjinere dan di barat land Ragoenan. Land ini dinamakan land Simplicitas. Petrus Albertus van der Parra juga membuka (membeli) land baru di Tjimanggies. Land Tandjong (Oost) berada diantara land lama di Tjililitan dan land baru di Tjimanggis.    

Land Tandjong Oost diduga kuat lebih dahulu terbentuk jika dibandingkan dengan land Tandjong West (dua land ini hanya dipisahkan oleh sungai Tjiliwong). Dikatakan begitu karena land Tandjong West adalah lahan kering (seperti halnya Srengseng). Pemilik land Tandjoeng West pada tahun 1754 adalah Jan Andries Duurkoop tahun 1754. Saat itu Duurkoop memiliki sebanyak 400 budak. Jan Andries Duurkoop bukan pemilik pertama. Jan Andries Duurkoop di land Tandjong West mengusahakan peternakan (ranch). Jumlah sapi yang diusahakan sebanyak  4.000 ekor untuk produksi susu.

Ranch di land Tandjoeng Oost (1772)
Jika land Tandjong Oost terbentuk karena adanya pembangunan kanal di era van Imhoff (1745) dan keberadaan land Tandjong West diketahui tahun 1754, maka land Tandjong Oost terbentuk setelah tahun 1745 dan jauh sebelum tahun 1754. Setelah terbentuknya land Tandjoeng West maka nama land Tandjong Oost yang sebelumnya bernama land Tandjong (saja) mulai dibedakan dengan manambahkan penanda spasial (Oost en West).

Keberadaan pasar Tandjong Oost menjadi strategis karena posisinya berada di tengah antara Pasar Bidara Tjina (Pasar Meester Cornelis) dengan Pasar Tjiloear (Buitenzorg). Dengan demikian di sisi timur sungai Tjiliwong (Oosternweg) sudah terdapat empat pasar, yakni: Pasar Senen di Weltevreden, Pasar Bidara Tjina di Meester Cornelis, Pasar Tjiloear di Buitenzorg dan Pasar Tandjong (Oost).

Siapa pemilik pertama land Tandjoeng Oost tidak diketahui secara jelas. Siapa pemilik berikutnya juga tidak diketahui. Kepemilikan land cenderung bersifat jangka pendek (semasa hidup). Hal ini karena pemilik meninggal atau kembali ke Eropa/Belanda. Namun ada beberapa land yang kepemilikannya bertahan lama karena diteruskan oleh ahli warisnya apakah istri atau anak-anaknya dan bahkan cucunya.

Land Tandjoeng Oost kemudian diketahui telah diakuisisi oleh Gubernur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777). Seperti pendahulunya van der Parra, Riemsdijk juga memiliki beberapa land. Selain land Tandjong Oost, Riemsdijk juga pemilik land Antjol. Land Tandjong Oost kemudian diteruskan oleh anaknya, Daniel Cornelis van Riemsdijk.
      
Keluarga Ament di Land Tandjoeng Oost

Pemerintah Hindia Belanda menggantikan VOC pada awal tahun 1800an. Pemerintah di bawah Gubernur Jenderal Daendles (1808-1811) mulai mengkonsolidasi lahan-lahan antara Batavia dan Buitenzorg dengan membuat program pengembangan pertanian dengan cara irigasi baik di sisi timur maupun sisi barat sungai Tjiliwong.

Kanal yang sudah dibuat sejak era VOC di sisi timur sungai Tjiliwong ditingkatkan agar mampu mengairi pencetakan sawah baru dan agar lebih terpenuhi kebutuhan air bagi perkebunan-perkebunan. Sungai Tjikeas, sungai Tjipinang dan sungai Soenter dibendung di arah hulunya lalu dialirkan ke kanal ke arah Tjimanggis dan Tandjoeng Oost agar lebih optimal dengan debit air yang tinggi.

Pada tahun 1811 kekuasaan Belanda diambil alih oleh Inggris. Selama pendudukan Inggris program Daendels tidak sepenuhnya diteruskan. Inggris tidak banyak berbuat karena hanya singkat dan pemerintahan masih tahap konsolidasi. Kekuasaan kembali diambilalih Belanda pada bulan Agustus 1816.

Pada penghujung era pendudukan Inggris, pemilik land Tandjoeng West adalah Nicolaas Janssen. Ini terlihat dalam deklarasi yang dimuat pada surat kabar Java government gazette, 25-05-1816. Disebutkan Janssen memiliki lima land yang terpisah, salah satu adalah land Tandjoeng. Empat land lainnya yang ukurannya lebih kecil adalah land Srengseng dan land Tanah Baroe plus dua land yang terdapat di sekitar Kalibata (Tanah Agoeng). Keterangan land Tandjong adalah sebagai berikut. Dua bidang lahan yang terpisah disatukan dan dibuat menjadi satu, yang disebut Tandjong, West en Dregterland (baca: Tandjoeng Oost dan Tandjoeng West lahan kering). Lahan ini memilik rumah besar yang terbuat dari batu, budak, bangunan pekerja, dua istal besar (kuda), bangunan kusir, bangunan tempat kereta, dua bangunan para mandor, lumbung besar (padi), gilingan padi, tiga kandang sapi, sebuah pasar dan bangunan untuk kongsi Cina, bangunan permainan yang berada di barat ke selatan  yang berbatasan dengan sungai besar (Tjiliwong) di barat; sementara bidang lahan lainnya di tiga persil lahan hingga ke timur di sisi sungai besar (Tjiliwong) yang berbatasan di barat dan selatan Kalibata dan utara dengan lahan orang lain. Land Tandjoeng West tampaknya telah diakuisi Janssen dari ahli waris Jan Andries Duurkoop yakni istrinya Johanna Adriana Christina. Lahan ini sempat diusahakan anak mereka sebelum diakusisi oleh Janssen. Pada surat kabar yang sama (Java government gazette, 25-05-1816), Nicolaad Janssen akan menjual land Tandjoeng West, lahan kering Srengseng, land Tana Baroe plus dua persil lahan lainnya yang berada di selatan Batavia dan di sebelah barat Goote Rivier (sungai besar Tjiliwong). Lalu siapa yang membeli land Tandjong Oost yang dijual Nicolaas Janssen tidak diketahui.

Pada tahun 1821, Ament produsen gula di Cheribon membeli land Tandjong Oost senilai f150.000 dari Daniel Cornelis van Riemsdijk. Tidak diketahui mengapa land Tandjoeng Oost dijual keluarga van Riemsdijk? Besar dugaan karena untuk memudahkan pembagian warisan. Kebetulan pembelinya berasal dari keluarga yang terbilang harmonis. Setelah Ament pensiun, land ini kemudian diteruskan oleh anaknya, Ament Jr.

land Tandjoeng Oost dan ladn Tjiboeboer pada masa kini
Land Tandjong Oost berdampingan dengan land Tandjoeng West dan hanya dipisahkan oleh sungai. Tampaknya tidak ada jembatan penghubung antara dua land ini di atas sungai Tjiliwong. Berdekatan tetapi terpisah. Ini dapat dipahami karena kedua land ini memiliki orientasi yang berbeda. Land Tandjoeng Oost berada di jalur jalan pos trans-Java Daendels antara Batavia dan Buitenzorg. Secara ekonomi land Tandjoeng Oost berkembang dan nadi perdagangan sehari-hari mengarah ke Batavia via Meester Cornels. Sebaliknya land Tandjong West berkembang di luar eknnomi perdagangan di jalan kuno Padjadjaran-Soenda Kalapa. Karena itu landheer Tandjong West mendirikan pasar di sisi jalan kuno (kelak disebut Pasar Minggoe). Arus perdagangan dari Buitenzorg ke Batavia menuju Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang.

Pada tahun 1847 Ament Jr menambah luas lahannya dengan membeli land Tjiboeboer. Saat itu land Tjiboeboer dieksekusi pemerintah dan lalu dijual ke publik. Oleh karena land Tjiboeboer menempel ke land Tandjoeng Oost di selatan diduga menjadi alasan utama Ament Jr membeli dan mengintegrasikannya dengan land Tandjong Oost. Pada tahun 1870 Land Tandjong Oost dan Land Tjiboeboer akan disewakan sehubungan dengan keluarga Ament Jr (terdiri dari tujuh anak) yang akan pindah ke Eropa dan menetap di Brussel.

Selama di Eropa, salah satu anak dari landheer Ament Jr yakni ECC Ament mengikuti pendidikan di perguruan tinggi. Pada tahun 1873 EEC Ament menyelesaikan studi bisnis di Antwerp. Usian ECC Ament saat itu 27 tahun dan kemudian dilanjutkan studi bisnis selama satu tahun di London.

Setelah beberapa lama keluarga Ament Jr kembali ke Hindia Belanda. Sementara ayahnya kembali mengusahakan land Tandjong Oost dan land Tjiboeboer, ECC Ament memulai karir di Tjiloear. Setelah Ament Jr pensiun kemudian menetap di Batavia, ECC Ament pada tahuh 1878 diserahkan untuk mengurus sebagai Administrateur di land Tjiboeboer, sedang kakaknya Tjalling Ament diangkat sebagai Administrateur land Tandjong Oost.

Pemilik land Tjilodong dan land Tjibinong West, pemilik land Tapos dan pemilik land Kranggan adalah keluarga Kijdsmeir (tuan tanah terkenal pemilik land Tjiampea). Salah satu putra Kijdsmeir menikah dengan salah satu putri dari Ament, pemilik land Tandjong Oost (dan land Tjiboeboer). Oleh karena itu keluarga Ament dan keluarga  Kijdsmeir berkerabat dekat. Perahu di Tandjoeng Oost, 1890

Tjalling Ament yang mengusahakan gula di Tandjong Oost ternyata kurang berhasil dan memilih pindah ke Chirebon (pulang kampong). Sejak kepergian Tjalling, pada tahun 1883 Land Tandjong Oost dan land Tjiboeboer berada di bawah kepengurusan ECC Ament. Saat inilah land Tandjong Oost dibangun irigasi dengan memanfaatkan kanal.

ECC Ament (1928)
Edouard Corneille Collett Ament yang lahir tanggal 11 Juli 1856 di Chirebon meninggal tahun 1935 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-11-1935). EEC Ament Jumat pagi pukul 10 pagi dimakamkam di tempat pemakaman dari rumah duka di pemakaman keluarga di dalam perkebunan Tjiboeboer. Edouard Ament meninggalkan seorang istri bernama Maria Suermondt dan meninggalkan empat orang anak, yaitu, tiga putra dan seorang putri, semuanya masih hidup. Putra sulungnya (Daniel Cornelis Ament nama yang sama dengan ayahnya), sudah sejak tahun 1928 aktif mengelola, sebagai generasi keempat di dua land tersebut

Land Tandjoeng Oost adalah land yang sangat baik dengan sistem irigasi yang sangat memadai. Keluarga Ament telah memiliki land Tandjoeng Oost lebih dari saru abad sejak Ament Sr hingga generasi keempat Daniel Cornelis Ament. Land Tandjoeng Oost yang satu manajemen dengan land Tjiboeboer, juga memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik land lainnya di sisi timur sungai Tjiliwong seperti land Tjilodong dan land Tjibinong West, land Tapos dan land Kranggan.

Makam Ament Sr di land Tandjoeng Oos (1930)
Dua keluarga ini (Ament dan Kijdsmeir) cukup kuat di sisi timur sungai Tjiliwong. Dua keluarga ini boleh dikatan adalah sisa pedagang-pedagang VOC. Keluarga Eropa/Belanda yang lainnya tidak mampu bertahan lama. Posisi mereka digantikan oleh orang-orang Tionghoa seperti di land Tjimanggis, land Tjilengsi, land Tjibaroesa di sisi timur sungai Tjiliwong. Orang-orang Tionghoa lainnya di sisi barat sungai Tjiliwong meliputi land Tandjong West, land Lenteng Agoeng, land Tjinere, land Ragoenan dan land Simplicitas. Tidak hanya itu, juga di land-land lain di wilayah lainnya.

Pasar Tandjoeng Oost Pasar Rebo: Salak Tjondet

Kapan nama pasar Tandjoeng Oost yang buka pada setiap hari Woensdag disebut Pasar Rebo? Sejak kapan persisnya tentu sulit diketahui. Di dalam berita surat kabar nama Pasar Rebo muncul kali pertama, paling tidak pada tahun 1899 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-04-1899). Sudah barang tentu sebutan Pasar Rebo jauh sebelum berita itu. Nama hari pasar menjadi nama pasar diduga mengkristal dari kemudahan publik secara tepat untuk mengidentifikasi pasar. Hal seperti ini sebelumnya telah terjadi di pasar yang lainnya.

Pasar Rebo (Peta 1901)
Nama Pasar Jumat (ditulis Pasar Djoemahat) sebagai pengganti nama Pasar Simplicitas kali pertama muncul pada tahn 1882 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-03-1882). Sementara nama Pasar Minggoe sebagai pengganti nama Pasar Tandjoeng West sudah formal pada tahun 1873 ketika pengoperasian kereta api Batavia-Buitenzorg dimulai. Nama Pasar Minggoe menjadi salah satu stasion/halte yang dibangun. Dalam iklan jadwal kereta api pada bulan Januari 1873 sudah dinyatakan halte Pasar Mienggoe. Sedangkan nama Pasar Senen (ditulis Pasar Senin) diberitakan pada tahun 1854 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-07-1854). Dalam sebuah lukisan Johannes Rach 1772 menulis Pasar Weltevreden dengan Pasar Snees, namun penulisan dengan ‘snees’ sulit diterjemahkan apakah maksunya ‘senen’ atau sebutan orang Cina dengan penulisan ‘snees’.

Pada Peta 1901 nama Tandjoeng Oost sudah secara eksplisit diidentifikasi sebagai Pasar Rebo. Pasar ini berada di sisi barat jalan poros Batavia-Buitenzorg. Dari pasar ini jalan menuju landhuis Tandjoeng Oost. Di luar area pasar terlihat persawahan dan perkebunan. Antara pasar dan jalan raya diidentifikasi sebagai kanal irigasi (yang sumber utamanya dari bendungan Katoelampa). Pada sisi selatan jalan menuju landhuis terlihat sebuah bangunan permanen. Bangunan ini diduga sebagai tempat tinggal penjaga. Juga terlihat sebuah jalan di luar area pasar yang diduga jalan alternatif (dari arah Batavia) khusus ke landhuis.

Jalan pada masa kini di Pasar Rebo (Peta 1901)
Pasar Rebo mengikuti garis perkembangan alamiahnya di jalan poros sisi timur sungai Tjiliwong antara Batavia dan Buitenzorg (Oosternweg). Di utara terdapat pasar Bidara Tjina di Meester Cornelis, di selatan terdapat Pasar Tjimanggis. Ada dua pasar yang cukup dekat secara geografis dengan Pasar Rebo yakni Pasar Minggoe dan Pasar Tjilengsi, tetapi Pasar Rebo secara ekonomi (pedagangan) tidak terhubunga. Pasar Minggoe mengikuti arah perkembangan alamiahnya di sisi barat sungat Tjiliwong dari Buitenzorg ke Weltevreden (Pasar Senen) dan Tanah Abang; sedangkan Pasar Tjilengsi mengikuti arah perkembangannya di sisi timur sungai Tjikeas dan sungai Tjilengsi antara Tjibinong dengan Bekasi (di dekata pantai utara). Secara ekonomi tidak ada jalan/jembatan penghubung antara Pasar Rebo dengan Pasar Minggoe dan Pasar Tjilengsi. Memang ada jembatan bambu di atas sungai Tjiliwong dekat dengan Pasar Minggu, tetapi itu hanya sekadar jalan pintas bagi pejalan kaki dari kampong Condet di land Tandjoeng Oost yang ingin berbelanja ke Pasar Minggoe (di land Tandjong West). Pada era pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda (1950an) dibangun jalan dan jembatan dari sisi timur ke sisi barat sungai Tjiliwong. Jalan tol sendiri baru dibangun tahun 1990.

Land Tandjoeng Oost adalah land yang sudah terbentuk sejak lama. Lantas apa yang menjadi keutamaanya ketika land Tandjoeng Oost dibentuk. Land Tandjong West di tetangga terdekatnya terkenal sebagai land pertenakan (ranch), bahkan disebut Frisia di Timur (sebagaimana dilukiskan oleh Josh Rach pada tahun 1772). Satu yang penting bahwa land Tandjoeng Oost adalah land pertanian penting di sisi timur sungai Tjiliwong karena sudah terbentuk irigasi sejak lampau, bahka sejak era Gubernur Jenderal van Imhoff (1743-1750). Sungai Soenter dibendung di arah hulu dan airnya dialirkan melalui kanal ke Tjimanggis dan Tandjoeng Oost.

Land Tandjoeng West memiliki persoalan sendiri. Produktivtas lahan dengan hanya mengandalkan usaha peternakan tidak akan maksimal. Pada tahu 1830 ada upaya dari pemilik land Tandjong West untuk mengembangkan lahannya yang luas menjadi lebih produktif (tidak hanya peternakan). Upaya tersebut adalah membangun irigasi. Caranya dengan membendung sitoe Babakan dan mengalirkan airnya melalui kanal ke land Tandjoeng West. Kanal ini melalui di bawah stasion Lenteng Agoeng yang sekarang. Kanal ini tidak hanya menguntungkan land Tandjoeng West tetapi juga menghidupkan kembali land marjinal Srengseng yang kering menjadi lahan yang subur dengan berpengairan baik (dari kanal sitoe Babakan yang sebagian dialihkan ke Srengseng di depan IISIP yang sekarang). Sejak adanya kanal irigasi ini, land Tandjoeng West berkembang pesat. Pasar land Tangjoeng West yang doeloe sangat kecil sudah mampu mengimbangi kinerja Pasar Rebo.

Land Tandjoeng Oost berdekatan Makassar (Peta 1901)
Sebelum ada Pasar Minggoe (dan Pasar Simplicitas di land Pondok Laboe), arus perdagangan dari sisi barat sungai Tjiliwong dari arah hulu mengarah ke pasar Tandjoeng Oost. Bahkan sebelum ada pasar Paroeng dan Pasar Pondok Terong di land Tjitajam, arus perdagangan mengalir ke pasar Tandjoeng Oost. Hanya ada dua jembatan penyeberangan di atas sungai Tjiliwong sejak era van Imhoff yakni di jembatan Kwitang di Weltevreden dan jembatan Tjilioer di Buitenzorg (kini jembatan Warung Jambu). Satu jembatan kecil di atas sungai Tjiliwong terdapat di land Srengseng. Jembatan yang terbuat dari bambu ini berada di titik dimana lebar sungai sangat sempit. Jembatan inilah yang menjadi penghubug antara wilayah sisi barat sungai Tjiliwong dengan sisi timur sungai Tjiliwong menuju pasar di Tandjong Oost (melalui kampong Tjidjantoeng). Pada era pemerintah Hindia Belanda jembatan ini diringkatkan dengan menggunakan kabel telefraf (untuk menggantikan bahwan bambu). Jembatan ini pada masa kini masih eksis yang menuruf Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan mirip dengan jembatan Indiana Jones.

Land Tandjoeng Oost yang memiliki irigasi yang baik menjadi salah satu land yang terbaik. Hasilnya dapat diduga. Pemilik land Tandjoeng Oost (keluarga Ament) menjadi sangat makmur di selatan Batavia. Land Tandjoeng Oost tidak hanya menghasilkan beras yang banyak (surplus), juga penghasil komodiri yang lainnya, seperti kelapa. Seperti halnya di land Simplicitas, di land Tandjoeng Oost juga ditemukan perkebunan kulit manis. Satu hal yang dimiliki oleh land Tandjoeng Ooost tetapi tidak dimiliki oleh land lainnya adalah perkebunan salak.

Landhuis Tandjoeng Oost, 1930
Lahan-lahan ‘parsalakan’ ini terdapat di sejumlah persil lahan di land Tandjoeng Oost. Berdasarkan Peta 1901 terindentifikasi lahan parsalakan di kampong Tengah (dekat dengan jalan poros); kampong Tjondet Batoe Ampar dan kampong Tjondet Bale Kambang. Itu baru di land Tandjoeng Oost. Lahan parsalakan juga ditemukan di land tetangga di land Makassar (sekitar Taman Mini yang sekarang). Saat itu hanya ada dua wilayah di Hindia Belanda yang menghasilkan produksi salak secara masif yakni land Tandjoeng West dan Onderdistrict Angkola di Afdeeling Mandailing en Angkola Residentie Tapanoeli (kini Padang Sidempuan). Angkola adalah kampong halaman teman saya, Sibatang Kayu Harahap yang sudah sejak lama menjadi warga Condet Bale Kambang.  

Landhuis Tandjoeng Oost, Riwayatmu Kini

Suatu penanda navigasi terpenting pada masa lampau pada suatu kawasan tanah partikelir (land) adalah keberadaan landhuis (rumah pemilik land). Saat itu wilayah administratif terkecil adalah land dimana di dalamnya terdapat kampng-kampong. Landhuis dapat dikatakan sebagai hoofdplaat (ibukota) di sudah wilayah sekitar. Land partikelir adalam lahan otonom yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaan landheer (pemilik lahan). Land boleh dikatakan negara di dalam negara. Pemerintah tidak pernah mengintervensinya. Oleh karena itu, penduduk yang tinggal di suatu land harus tunduk pada kebijakan landheer. Para penduduk yang menggarap lahan atau menyewa lahan memberikan nilai sewa kepada landheer. Kemakmuran suatu land tercermin dari kondisi landhuis.

Landhuis Tandjoeng Oost dan Pasar Rebo (Peta 1901)
Pasar yang didirikan oleh pemilik land, bukan pasar pemerintah tetapi digolongkan sebagai pasar swasta. Landheer memungut retribusi dari pedagang yang berdagang di pasar. Bahkan ada landherr yang memungut retribusi orang yang melintas di suatu kawasan land (terutama ada jalur perlintasan seperti jembatan bambu atau penyeberangan sungai dengan kano). Semua penerimaan retribusi ini menjadi milik landheer. Terhadap penerimaan landheer ini pemerintah mengenakan pajak sebesar nilai tertentu atau persentase tertentu dari total penerimaan landheer dari kegiatan pasat. Mengapa pemerintah memungut pajak keberadaan pasar yang dimiliki oleh swasta (landheer)? Itu karena ada publik disitu para pedagang atau pembeli yang berasal dari wilayah di liar land.    

Lokasi landhuis ini berada di sebelah barat pasar yang berada di jalan poros (Batavia-Buitenzorg) yang dihubungkan oleh jalan yang baik (kini jalan TB Simatupang). Jalan ini dibuka diduga sehubungan dengan pendirian pasar pada tahun 1754. Sedangkan jalan utama menuju landhuis sendiri justru dari arah utara tegak lurus dari land Tjililitan (kini jalan Condet Raya). Dua jalan lainnya merupakan jalan ekoniomi di dalam land (yang ke timur kini jalan Tengah dan yang ke barat ke jalan utama land (jalan Condet Raya) adalah jalan Masjid yang sekarang. Sedangkan jalan yang ke selatan juga adalah jalan ekonomi di dalam land menuju kampong Tjidjantoeng (kini jalan Kesehatan).

Jalan menuju area landhuis di land Tandjoeng Oost, 1930
Jika mengikuti arah alamiah posisi landhuis, landhuis dibangun berdasarkan jalan yang sudah ada dari land Tjililitan (jalan Conder Raya yang sekarang). Bangunan yang pertama dibangun adalah bangunan yang menghadap ke utara (ke arah land Tjililitan). Ini menjelaskan bahwa keberadaan land lebih dulu ada jika dibandingkan dengan pembangunan jalan poros (pada era van Imhoof: 1743-1750). Pada era Cornelis Chastelein (1695-1714) untuk mengakses land miliknya di land Srengseng dan land Depok berangkat dari (pelabuhan sungai) di land Tjililitan. Boleh jadi dalam hal ini land Tandjong (Oost) justru kali pertama diakses dari sungai (seperti halnya land pendahulu Srengseng). Setelah eksis land Tandjong Ooost baru dibangun jalan akses dari land Tjililitan melalui jalan Condet Raya yang sekarang. Keterangan ini telah menambah penjelasan bahwa land Tandjong (Oost) terbentuk jauh sebelum adanya jalan poros. Itu berarti sekitar awal tahun 1700an (setelah Cornelis Chastelein membuka land di Srengseng tahun 1695 dan land Depok tahun 1704). Sementara jalan poros Batavia-Buitenzorg di dekat Pasar Rebo baru dibangun pada tahun 1745. Seperti biasanya jalan utama menuju dan mendekati landhuis dibuat cukup lebar dan di dua sisi ditanami pohon peneduh. Untuk sekadar tambahan landhuis Tjililitan berada di jalan Dewi Sartika yang sekarang, masuk dari lampu merah ke arah sungai (jalan Kalibata yang sekarang adalah terusan jalan landhuis Tjililitan).

Denah landhuis Tandjoeng Oost (Peta 1901)
Landhuis Tandjong Oost ini juga ada bangunan yang berada di belakang bangunan utama. Bangunan bagian belakang ini menghadap ke selatan. Besar dugaan bangunan bagian belakang ini dibangun untuk menjadi ruang istirahat yang memanfaatkan view sungai dan view gunung Salak di kejauhan. Bangunan bagian belakang ini menempel dengan bagunan tengah yang menghadap ke utara. Bagian tengah ini menjadi bangunan utama. Bangunan utama ini diapit oleh dua bangunan sayap yang berada di sebelah kiri dan sebelah kanan bangunan utama. Pada sisi bangunan sayap sebelah kiri ke arah sungai Tjiliwong terdapat bangunan yang diduga bangunan untuk para mandor atau boleh jadi bangunan dapur. Sebuah bangunan terpisah di arah timur bangunan sayap timur adalah bangunan untuk para mandor atau pekerja. Persis di belakang bangunan ini terdapat pemukiman bagi para pekerja.

Bangunan bagian belakang landhuis Tandjoeng Oost, 1930
Di seberang jalan di depan landhuis terdapat sejumlah bangunan bisnis. Seperti baiasanya land memiliki bangunan gudang, bangunan lumbung dan bangunan para penjaga, bangunan untuk istal dan bangunan untuk garasi kereta. Satu yang penting di area bisnis ini pada pojok jalan sisi jalan ke utara terdapat sebuah bangunan penggilingan padai (rijstpelmolen). Area penggilingan padi ini cukup luas, lapangan sekitar penggilingan ini diduga lantai penjemuran padi. Kebutuhan air untuk penggilingan ini berasal dari kanal irigasi yang bersumber dari bendungan sitoe Tjidjantoeng melalui kampong Gedoeng (hulunya dari sungai Tjiketjil). Bendungan dan kanal ini diduga sudah ada sejak era VOC. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, kanal (yang bersumber dari bendungan Tjidjantoeng) diperkuat oleh air dari kanal gede di sisi jalan poros (bersumber dari bendungan Katoelampa di hulu sungai Tjiliwong). Kanal irigasi di land Tandjoeng Oost ini saluran utamanya melalui kampong Tengah yang kemudian diintegrasikan dengan sungai kecil ke hilir menuju land Tjililitan (memotong jalan Condet Raya) di sisi barat jalan Dewi Sartika yang sekarang. Sungai kecil yang debit airnya diperkuat air kanal (kanal bendungan sitoe Tjidjantoeng dan kanal bendungan Katoelampa) jatuh (disalurkan) ke sungai Tjiliwong.

Penampakan landhuis dapat diperhatikan pada foto yang dibuat pada tahun 1930. Bangunan atau gedung tengah dan dua bangunan sayap terkesan sangat bagus dan mewah. Ketiga bangunan ini dan juga bangunan bagian belakang semuanya berlantai dua. Jalan yang tampak berada di depan bangunan utama adalah jalan penghubung ke arah pasar (Pasar Rebo). Jalan ini kini dikenal sebagai jalan TB Simatupang. Sedangkan jalan ini yang memotong jalan utama dari landhuis ke arah land Tjililitan yang membentuk persimpangan kini lebih dikenal sebagai persimpangan lampu merah antara jalan Condet Raya dan jalan TB Simatupang.

Pada masa kini bangunan landhuis ini masih eksis, namun tidak terawat karena hanya tinggal puing bekas kebakaran yang pernah terjadi pada tahun 1985. Sebelum terbakar bangunan eks landhuis ini digunakan sebagai asrama polisi. Tidak jauh di arah utara asrama polisi ini dibangun lapangan militer (RINDAM JAYA). Pada awal era pengakuan Indonesia dan era pemerintahan RIS area wilayan Pasar Rebo (land Tandjoeng Oost) menjadi pusat militer (markas TNI di selatan Djakarta di sisi timur sungai Tjiliwong).

Demikianlah sejarah panjang Pasar Rebo secara singkat. Pasar Rebo di land Tandjoeng Oost adalah cikal bakal penamaan wilayah di era RI menjadi nama kecamatan (Kecamatan Pasar Rebo).


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

9 komentar:

  1. Bicara tentang landhuis Tandjoeng Oost,sebelum terbakar di tahun 1985 saya masih ingat sering ada kegiatan peringatan kemerdekaan tujuhbelas agustusan seperti lomba lomba warga kelurahan Gedong di tempat itu (saya warga kelurahan Gedong) dan di lantai dua gedung tua itu Ibu saya almarhum pernah ikut kegiatan belajar menjahit yang diselanggarakan oleh warga kelurahan Gedong.
    Disebut diatas ada jalan yang dibangun menuju kampoeng tjidjantoeng sekarang menjadi jalan kesehatan bagaimana rutenya itu? apakah masuk ke arah mall cijantung sekarang terus ke selatan melewati markas kopassus terus hingga ke kawasan sekitar setu pedongkelan sekarang? kalau iya berarti jembatan dekat kolam renang kopassus sekarang dibuat jaman itu? (kalau lihat dari konstruksidan pengerjaannya itu bisa diduga buatan Belanda) bagaimana sejarah kemunculan intaslasi militer seperti Rindam, Kopassus, Denzipur terus ke selatan hingga Mako Brimob. Teman saya yang ayahnya dulunya RPKAD sekarang disebut kopassus wilayang asramanya dulu adalah bekas perkebunan karet, sehingga pernah ada sebutan "cijantung karet" itu berarti Land Tanjoeng Oost juga di beberapa wilayahnya pernah ada perkebunan karet? terima kasih.

    BalasHapus
  2. Saya jadi penasaran dengan bagaimana kondisi daerah Kampong Tengah, Balekambang, Batu Ampar, dan Makassar kala dikuasai partikelir Belanda.

    Sejarah yang saya tau hanya adanya keberadaan datuk asal Makassar beserta budak atau tentaranya yang menetap di Kampong Makassar, dan sang datuk membangun rumah (bale) didekat sungai Tjiliwoeng, dengan jalan setapak yang dibangun dengan batu yang terhampar.

    Namun, dari hal-hal itu, saya tidak menemukan alasan disebut Kampong Tengah, dan juga apa perkebunan yang ada di Tjondet selain salak.
    Saya orang Condet, tepatnya Kp. Tengah, dan orang tua dan tetangga saya yang sudah berumur tidak ingat adanya pohon salak di daerah saya.

    Ditambah lagi, saya pernah mendengar cerita tentang adanya peternakan Belanda yang menjadi asal usul Jl. Peternakan didepan Polsek Ciracas, dan kawasan Hek yang katanya namanya berarti "pagar". Jika ada waktu, saya ingin mendengar detail mengenai dua hal ini. Terima kasih, pak

    BalasHapus
  3. Sdr/Pak Adi, pada waktunya nanti akan saya upload sejarah Makassar. Sejarah Makassar juga terbilang tua di Batavia (seperti halnya sejarah Makassar di Poelo Gadoeng dan di Tangerang). Saya sekarang masih di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa. Sejarah Makassar akan menambha pemahaman tentang sejarah Pasar Rebo dan Pondok Gede. Artikel Tjililitan juga belum sempat diupload. Pada suatu waktu semua wilayah akan tercakup dalam serial Sejarah Jakarta ini. Seperti biasanya, saya hanya menulis berdasarkan data dan keterangan yang ada buktinya (seperti peta, surat kabar sejaman, majalah dan buku-buku berbahasa Belanda dan bahasa Inggris, lukisan dan sebagainya).
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik, pak terima kasih juga atas usaha bapak menulis semua blog ini.
      Saya juga ingin tahu mengenai peta-peta belanda tahun 1900an yang bapak gunakan. Bapak pernah memberitahu di subblog lain kalau bapak dapat semua peta dari website perpustakaan universitas Leiden, tetapi saat saya buka, saya tidak mendapat akses.
      Kalau boleh pak, saya ingin meminta foto peta jakarta timur, selatan, dan depok untuk koleksi pribadi, pak.
      Bapak bisa kirimkan ke email saya di adi.abdillah@ui.ac.id

      Terima kasih lagi, pak

      Hapus
    2. Sdr Adi, peta-peta tersebut dapat diakses oleh umum secara langsung. Segera akan saya kirimkan peta-peta tersebut via email.
      NB.Sdr Adi, kita dapat bertemu kapan saja. Saya sering mampir untuk ngopi di kantin/cafe Dermaga FMIPA, biasanya habis mengajar sekitar pukul 14

      Hapus
  4. Bagus sekali artikelnya pak, kesini karena ada tugas kuliah tentang pembuatan ecomuseum disekitaran rumah. Namun terlepas dari itu saya juga bisa belajar mengenai asal muasal tempat lahir dan besar saya, terima kasih pak....

    BalasHapus
  5. Sejarah kampung gedongnya juga dong pa

    BalasHapus
  6. TERIMA KASIH BANYAK!!!

    Nunggu kisah pabrik susu di seputaran Pasar Rebo... susu bendera, indomilk, khongguan... dll...

    Misteri kemungkinan adanya kerajaan/semacam pemerintahan lokal di daerah condet, (mungkin di era yg lebih tua dari era Tandjoeng Oost)...
    dengan adanya nama seperti Bale Kambang, Jalan Pangeran, jalan Dermaga, jalan Batu Alam/Jaya... dll...

    BalasHapus
  7. mohon di jabarkan juga pak, kisah Tuan Tanah Cibubur, Pangeran Achmad Bolonson, yang mempunyai sebagian tanah Tanjung West (perbatasan depok - bogor - bekasi - cibubur cileungsi) dan tertera di akta surat tanah Eigendom Verfounding 5658, dimana pada tahun 1975 Tanjung Oost mewakili sebagai penggarap sebagian tanah tersebut namun di zaman sekarang banyak yang mengaku ngaku tanah tanjung west-pangeran achmad bolonson tersebut di punyai oleh tanjung oost.. Slm..

    BalasHapus