Minggu, 23 Desember 2018

Sejarah Kota Ambon (5): A. Th. Manusama, Penulis Terkenal Mangangkat Nama Tokoh Multatuli; Sutan Casajangan di Ambon 1918


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini

Selain JH Wattimena, satu lagi tokoh penting dari Ambon yang namanya tidak tercatat dalam Sejarah Ambon adalah A. Th. Manusama. JH Wattimena cukup banyak meninggal jejak dalam pendidikan, A. Th. Manusama, sebaliknya justru banyak meninggalkan banyak tulisan. Dari tulisan-tulisanya, A. Th. Manusama adalah seorang nasionalis (lambat laun berseberangan dengan pemerintah Hindia Belanda).    

Bataviaasch nieuwsblad, 11-11-1916
Dalam penulisan sejarah, pemilahan dan pemilihan nama tokoh kerap memunculkan kontroversi. Salah pilah akan menghilangkan domain; salih pilih akan mengalami trade-off. Dalam penulisan sejarah nasional satu hal digelumbungkan sementara yang lain dikerdilakn. Sejarah seharusnya mendeskripsikan apa adanya secara proporsional: Tidak memilih apa yang disuka, tetapi menulis sesuai bobotnya. Apakah ini yang menyebabkan nama A. Th. Manusama tidak dikenal dalam sejarah nasional maupun sejarah lokal?  
.
Pada masa ini nama A. Th. Manusama hanya dikaitkan dengan roman Njai Dasima. Kiprah A. Th. Manusama tidak hanya itu, A. Th. Manusama adalah seorang tokoh masa lampau yang memiliki bobot tersendiri. Siapa A. Th. Manusama? Sulit menemukannya. Untuk itu, artikel ini akan mendeskripsikannya. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

A. Th. Manusama Mengangkat Nama Multatuli (1916)

Tidak ada orang pribumi yang membericarakan Multatuli, tiba-tiba A. Th. Manusama menulis tentang keberadaan Multatuli di Ambon. A. Th. Manusama menulis artikel di surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, 11-11-1916 dengan judul Multatuli op Ambon. A. Th. Manusama menulis, Multatuli sebagai hakim yang adil. Para orang tua di Ambon menyebut Edward Douwes Dekker menyebutnya sebagai Toean Magistraat Dekker daripada sekadar Toean Asisten Residen. A. Th. Manusama mencatat, di dalam peradilan, Edward Douwes Dekker tidak dapat dibeli, pejabat yang bersih dan tidak dapat dipengaruhi oleh kaum borjuis.

Edward Douwes Dekker diangkat sebagai Asisten Residen di Ambon pada tahun 1851. Asisten Residen (biasanya) adalah ketua pengadilan penduduk pribumi (Landraad). Namun tidak lama di Ambon, Asisten Residen Edward Douwes Dekker jatuh sakit dan kembali ke Belanda dengan status cuti sakit. Pada tahun 1860 Edward Douwes Dekker menulis novel berjudul Max Havelaar dengan nama samaran Multatuli. Novel ini menjadi gempar di Belanda dan di Hindia Belanda. Novel ini menyorot kekejaman dan ketidakadilan oleh orang-orang Belanda di Hindia terhadap penduduk. Nama Multatuli inilah yang kemudian ditulis A. Th. Manusama untuk menggambarkan sosok Asisten Residen Edward Douwes Dekker di Ambon dalam memori kolektif penduduk Ambon sebagai Toean Magistraat Dekker. Edward Douwes Dekker meninggal di Jerman, 1887.       

Namun apa yang membawa A. Th. Manusama mengangkat nama Multatuli ke permukaan tidak begitu dijelaskan. Uraiannya dalam artikel, seakan menceritakan ada persoalan yang mendasar di Ambon yang tengah terjadi. Suatu persoalan yang penyelesaiannya (boleh jadi) hanya dapat dilakukan dengan memanggil kembali figur Multatuli di Ambon yang telah sejak lama menjadi memori kolektif penduduk di Ambon. A. Th. Manusama menjadi ‘penyambung lidah’ penduduk Ambon.  

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar