Sabtu, 09 November 2019

Sejarah Sukabumi (33): Si Jampang dan Si Pitung Asal Soekaboemi? Soekaboemi di Batavia dan Djampang di Soekaboemi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Ada dua tokoh yang kerap disebut pendekar di Batavia. Namanya Si Pitoeng dan Si Djampang. Pada masa ini Si Pitung disebut berasal dari Rawabelong, padahal Si Pitoeng berasal dari Soekaboemi. Juga pada masa ini disebut Si Djampang berasal dari Sukabumi, padahal Si Djampang berasal dari Djampang. Judul di atas sepintas tampak membingungkan. Tapi cara berpikirlah yang membuat kita bingung.

Si Pitung dan Si Jampang (sketsa, sumber internet)
Dalam penulisan sejarah, kesalahan sering terjadi. Sumber kesalahan yang kerap muncul berasal dari sumber lisan (cerita ke cerita turun temurun). Sumber tulisan lebih dapat diverifikasi karena buktinya dapat ditunjukkan. Yang jadi persoalan adalah sulitnya menemukan sumber tulisan menyebabkan menyebarnya sumber lisan. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejarah bukanlah cerita. Sejarah adalah fakta atau kejadian yang benar-benar terjadi (di masa lampau). Dalam upaya penulisan sejarah, perbaikan dapat dilakukan sejauh ditemukan sumber baru yang lebih andal (valid).

Lantas dari mana asal sebenarnya Si Jampang dan Si Pitung? Itulah pertanyaan intinya. Untuk mengurangi kesalahpahaman kita  tentang asal-usul dua tokoh di Tanah Betawi (Batavia) ini ada baiknya kita menelusuri kembali sumber-sumber tempo doeloe. Semoga penelusuran ini berhasil menjelaskan kebingungan yang ada.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Si Pitung dari Soekaboemi, Batavia

Pada tahun 1931 satu film diproduksi dengan judul Si Pitoeng dan diputar di bioskop (lihat De Indische courant, 29-06-1931). Film ini sejatinya mengangkat kisah nyata Si Pitoeng, namun karena diangkat ke layar putih, ceritanya diperkaya dengan unsur herois dan unsur keadilan. Oleh karena namanya sebuah film, film yang berbasis true-story yang ingin lebih menghibur penonton bergeser menjadi fiction. Dari film inilah diduga menjadi sebab persepsi tentang kisah nyata si Pitung mulai bergeser seperti yang diceritakan pada masa ini.

Film pertama tentang Si Pitung yang diproduksi pada tahun 1931 kini telah berusia 88 tahun yang lalu. Sementara saat film Si Pitung itu sendiri dibuat pada tahun 1931 kejadiannya sudah berlalu 39 tahun sebelumnya. Kasus Si Pitung benar-benar terjadi pada tahun 1892. Dalam film itu ceritanya telah bergeser dari fakta yang sebenarnya (fact menjadi fiction). Lalu sejak film itu ditonton khalayak umum hingga sekarang persepsi tentang Si Pitung telah bergeser lagi. Adakalanya disebut leganda yang diceritakan turun temurun.

Berita tentang Si Pitoeng kali pertama muncul pada tahun 1892. Surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, 08-08-1892 memberitakan bahwa kemarin penduduk pribumi ditangkap karena pencurian, Salikoen alias Pitoeng dari Soekaboemie dan Saidie serta Tong. Berita ini juga dilaporkan oleh surat kabar Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 08-08-1892. Salinan berita itu adalah sebagai berikut:

Bataviaasch nieuwsblad, 08-08-1892
Pitung, seorang pribumi dituduh mencuri, yang dilakukan beberapa waktu yang lalu terhadap Ny. DC di Kebon Djae--dan sejak buron hingga sehari sebelum kemarin kepala jaksa mengambilnya. Polisi Master Cornelis telah menyelidiki di kediaman Pitoeng di Soekaboemi, tetapi tanpa hasil. Polisi, yang tahu bahwa sesuatu harus ada di rumah, sekali lagi mengirim kepala dan wakil jaksa di sini, Raden Mas Prawira Diningrat dan Halied Ajoeb, dan wakil Schout Tanah Abang. Akhirnya mereka menemukan di bawah atap di dalam bambu f125.- dalam bentuk uang tunai. Tempat persembunyiannya bagus dan hanya penyelidikan yang cermat yang mampu mengungkapkannya. Selain itu pencurian di rumah Ny DC, Pitung juga dituduh terlibat dalam perampokan di (rumah) Hadjie Sapioedin di kampung Maroenda (Meester Cornelis).

Surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, 09-08-1892 memberitakan bahwa Pitoeng dapat ditangkap karena dia jatuh ke jerat. Asisten Residen di sini memerintahkan seorang mata-mata untuk membujuk Pitoeng agar membayar denda karena memiliki senjata api yang dimilikinya tanpa lisensi di kantor jaksa utama dan mereka ditangkap disana. Selanjutnya, enam orang dari Meester Cornelis telah mengakui Pitoeng sebagai pemimpin perampokan di rumah Hadji Sapaoedin di Meroenda. Pitoeng juga mengakui pistol yang dimiliki berasal dari pencurian yang dilakukan di rumah Mr. F di land Grogol.

Kepada mata-mata yang ditugaskan untuk menjerat Pitoeng telah diberi hadiah sebesar f100 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-08-1892). Sidang terhadap kasus Pitoeng segera dilakukan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-11-1892). Disebutkan bahwa pengadilan (landraad) telah mendakwa Pitoeng karena melakukan pencurian di rumah Ny DC berupa barang-barang senilai f188. Pengadilan ini seharusnya diadakan kemarin harus ditunda hingga saat ini karena saksi-saksi Ussin, Ketjiel dan Resam tidak hadir di persidangan. Selanjutnya dalam persidangan kasus Pitoeng yang dilakukan di pengadilan di Bekasi mereka yang merampok lebih dari dua orang diancam dengan hukuman mati (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 20-12-1892). Disebutkan mereka yang merampok di malam hari dengan menggunakan senjata tersebut adalah Drachman, Moedjeran, Salihoen alias Pitoeng, Merais, Gering dan Djii karena merampok di rumah Hadji Sapioedin di Meroenda.

Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-04-1893 memberitakan bahwa dua dari enam pembunu yang dihukum mati, hari ini melarikan diri dari penjara di Meester Cornelis. Nama mereka adalah Pitoeng dan Djiie dan mereka telah melakukan pembunuhan di Bekasi dengan empat orang lainnya. Sejumlah uang f300 telah dijanjikan untuk yang mendapatkan mereka.

Dalam pemberitaan esoknya diketahui bahwa Djii diketahui di Depok tadi malam (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-04-1893). Disebutkan Pitoeng mungkin telah disembunyikan di kampung Soekaboemi (Kebajoran) karena memiliki banyak kerabat yang kaya sementara tidak dilakukan untuk Dji-ie yang berasal dari kampung yang sama karena dianggap seorang pemabuk. Sel tempat Pitung dipenjara berada di dekat gerbang depan penjara; pembukaan yang dibuatnya dekat dengan pintu. Kami sudah mengumumkan kemarin bagaimana mereka lolos. Dari dinding mereka melompat dan menyeberang kali dengan berenang. Itu bukan upaya pertama Pitoeng untuk melarikan diri. Ketika dia pertama kali melakukannya lima atau enam minggu yang lalu, dia ditangkap; seorang putra sipir menemukannya dan segera memngabari ayahnya. Ada desas-desus bahwa pelarian Pitoeng dibantu teman-temanya dengan menyuap staf penjara. Dalam beberapa hari kemudian telah ditahan sebanyak 64 orang karena dituduh telah ikut membantu pelepasan Pitoeng dan Djii dari sel mereka (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-04-1893). Sehubungan belum ditemukannya Pitoeng telah dinaikkan harga dari f300 menjadi f400 kepada siapa yang berhasil menangkapnya (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-04-1893).

Beberapa waktu kemudian Pitoeng diketahui berada di Kebajoran (lihat Bataviaasch handelsblad, 16-05-1893). Disebutkan Pitoeng hari ini ada yang melihatnya sedang mandi di sungai dan memberitahunya ke petugas. Lalu si petugas memanggis untuk menyerahkan, tetapi Pitoeng menjawab akan bersedia menyerah segera setelah berpakaian. Petugas polisi itu menunggu di sisi kali, tetapi ketika dia siap dengan itu dan penjaga itu ingin meraihnya, Pitung mengambil pistol dengan mana dia berbalik mengancam akan menembak penjaga jika dia menyentuhnya. Dengan todongan senjata api petugas itu diminta kabur dan kesempatan itu digunakan Pitoeng untuk melarikan diri (dengan membawa pistol itu).

Tiga hari kemudian Pitoeng diberitakan melakukan aksinya (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-05-1893). Disebutkan di Rawah Lindoeng, Tanah Uludjani (Kebajoran). sehari sebelum kemarin, sekitar jam 7 pagi, Pitoeng pergi untuk merampok warga Djeran Latip di kampung itu. Latif sadar, ketika seseorang mengetuk pintu, membukanya, dan segera dia melihat Pitung di depannya, lalu mengelak yang mana Pitoeng kemudian melepaskan enam tembakan ke arah lawannya tanpa mengenainya, yang mana stok pelurunya habis. Kemudian keduanya terlibat perkelahian yang masing-masing dipersenjatai dengan senjata tajam sehingga Pitung terluka dan melarikan diri. Keesokan harinya Bataviaasch handelsblad, 20-05-1893 memberitakan seorang tukang ayam melihat Pitoeng berada di Grogol di dekat penggilingan tebu. Dalam perkembangannya diketahui empat rekan Pitoeng dipenjara telah diberi pengampunan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 13-06-1893).

Singkat cerita akhirnya Pitoeng dapat dilumpuhkan dengan tiga tembakan (lihat Bataviaasch handelsblad, 16-10-1893). Pitoeng tewas tertembak. Penembaknya adalah Schout Tanah Abang Hinne. Sementara itu Djii juga berhasil ditangkap dan akan dihukum selama 20 tahun kerja paksa. Jelas dalam berita-berita tersebut bahwa Si Pitoeng hanyalah suatu kasus biasa yang sangat berbeda dengan yang diceritakan pada masa ini. Pembuatan film Si Pitoeng pada tahun 1931 diduga juga telah membelokka persepsi masyarakat tentang Si Pitoeng.

Si Djampang dari Soekaboemi?

Fakta tentang Si Pitung tidak sepenuhnya seperti yang diceritakan. Kulitnya lebih tebal dari isinya. Fact seakan menjadi fiction. Fakta Si Pitung adalah satu hal, fiksi Si Pitung adalah hal lain. Lalu, apakah Si Jampang adalah fakta seperti kisah nyata Si Pitung? Atau apakah kisah Si Jampang hanya fiksi belaka?

Kisah Si Pitoeng terjadi pada tahun 1892-1893. Pertanyaannya kapan kisah Si Djampang terjadi? Sangat sulit menemukan di internet kapan kasus Si Djampang terjadi. Dalam website jakarta.go.id (Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta) terdapat kisah Si Jampang, tetapi kapan kisah itu terjadi tidak disebutkan. Oleh karenanya, kisah Si Jampang yang ada di jakarta.go.id hanyalah fiksi, tidak dapat dikategorikan sejarah Si Jampang.

Sesungguhnya kisah-kisah seperti Si Pitung banyak terjadi di era kolonial Belanda. Pelakunya sangat banyak dan bahkan ada beberapa pelaku yang lebih heboh dari Si Pitung. Hanya saja mereka itu tidak ada yang tercatat sebagai nama Si Jampang. Jika Si Pitung nama yang sebenarnya Salihoen, lalu Si Jampang siapa nama aslinya?

Okelah, jika tidak ada seseorang yang disebut Si Jampang, lantas apakah ada judul buku, judul roman, judul novel atau judul cerpen yang menggunakan nama Si Jampang? Ternyata Nihil. Lantas apakah ada sepotong berita di surat kabar yang mengutip nama Si Jampang apa pun itu, ternyata juga nihil. Jika ada sebutan nama Si Pitung masa ini, itu juga nama masa lampau, tetapi nama Si Jampang diduga hanya nama masa kini karena tidak ditemukan pada masa lampau (masa era kolonial Belanda).

Oleh karena itu, untuk sementara lupakan nama Si Jampang. Mari kita coba identifikasi pelaku-pelaku kejahatan masa era kolonial yang mirip dengan Si Pitung atau yang mirip Si Jampang yang diceritakan masa ini. Satu yang penting diantara nama-nama pelaku kejahatan pada masa era kolonial Belanda adalah Asbo.

Het nieuws van den dag voor NI, 27-04-1926
Nama (si) Asbo muncul kali pertama tahun 1926 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27-04-1926). Disebutkan seorang penjahat terkenal ditangkap. Selengkapnya adalah sebagai berikut: ‘seorang pribumi Asbo dari Pasir Moentjang di Tjimahpar ditangkap, diduga telah melakukan tidakan pencurian dengan kekerasan. Tersangka dengan gigih melawan dalam penangkapannya, tetapi akhirnya dia kewalahan. Dia (Si Asbo) mengaku, antara lain, telah mencuri bersama dengan pribumi Djapar di sembilan rumah, antara lain dia telah mencuri 5 rumah di (wilayah) asisten wedana Tjibadak. Djapar kemudian ditangkap di Tjibadak, dan barang-barang dari pencurian ditemukan padanya. Pada saat Asbo berusaha ditangkap pada saat itu, ia juga melawan dan menikam loerah Tjibadak di perut dengan piso blati, lalu ia melarikan diri. Lebih jauh, tersangka ini telah melarikan diri dari penjara di Tjipinang, dimana ia dijatuhi hukuman satu tahun penjara karena pencurian. Dalam penangkapan yang terakhir ia ditemukan sepucuk senjata api dengan lima peluru, satu piso blati, satu golok, lima surat berharga dan uang tunai f 2,52.  Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa tersangka yang bekerja sama dengan Djapar ini telah melakukan pencurian dengan pencurian dengan kekerasan terhadap seorang haji, pemilik warong di Pasir Moentjang, pemilik warong pribumi di Idun, pemilik toko Cina di Idun, pemilik toko Cina di Tjitjoeroeg, tjamat di Benda (Tjitjoeroeg) dan pengawas kereta api di Tjigombong.

Kisah Si Asbo ini terjadi setelah 30 tahun kisah Si Pitung. Dari sejumlah penjahat terkenal yang dihubungkan dengan Soekaboemi adalah Si Asbo. Namun dalam berita ini Si Asbo hanya disebut berasal dari Pasir Moentjang. Disebutkan bahwa Si Asbo pernah melarikan dari penjara Tjipinang.

Pada era Si Pitung (1890an) penjara hanya terdapat di pusat pemerintahan seperti di Meester Cornelis (kini Jatinegara) di Bekasi dan di Tangerang serta di Kota. Dalam perkembangan, setelah penjara Kota dibangun penjara yang lebih besar di Tjipinang dan di Struiswijk (Salemba). Si Pitung pernah dibui di Meester Cornelis dan Bekasi, sedangkan di Si Asbo dibui di penjara Tjipinang. Memang ada penjara di Buitenzorg, tetapi mengapa Si Asbo dibui di Tjipinang itu menandakan Si Asbo adalah penjahat yang sangat berbahaya.   

Nama Si Asbo lenyap kembali. Si Asbo tengah menjalani masa tahanan di penjara. Tidak diketahui berapa lama ditahan Si Asbo. Juga tidak diketahui di penjara mana Si Asbo menjalani masa tahanan. Setelah dua tahun kemudian, kembali muncul nama Si Asbo (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-10-1928). Disebutkan Si Asbon belum lama ini melarikan diri dari penjara Tjipinang dan melakukan pembacokan kepada dua aparat..

Koresponden di Sukabumi menulis: ‘Seperti yang kami sebutkan secara singkat, sebuah drama telah terjadi di Tjiawi dekat Buitenzorg pada malam tanggal 19 hingga 20, dimana polisi mantri Tjikreteg dan lurah Tjiherang menjadi korban. Dalam hal ini, kami memnghimpun hal-hal berikut: Si Asbo, seorang bandit terkenal di pinggiran Buitenzorg, yang telah bersalah atas berbagai kejahatan, yang terakhir berusaha membunuh loerah Tjitoegoeh, baru-baru ini melarikan diri dari penjara Tjipinang. Dikhawatirkan dia akan kembali ke ladang lamanya dan polisi memerintahkan untuk sangat waspada. Polisi mantrie Tjikreteg mengetahui dari pesan mata-mata bahwa Asbo bersembunyi di retretnya. Dengan loerah dari Tjiherang, ia pergi ke rumah yang ditunjuk dan mengira penjahat itu mudah untuk menyerah. Dia ternyata keliru, karena Si Asbo mengeluarkan revolvernya dan sebelum mantrie dapat menggunakan senjatanya sendiri, dia sudah dipukul di bahu kanan dengan tembakan penyamakan. Rasa sakit itu kemudian menjatuhkan revolver mantrie. Lurah yang pergi bersamanya ingin membantu pemimpinnya dan mencoba memegang senjata api dengan tangan kirinya, sementara dengan revolvernya di kanan dia mengira dia mengendalikan si penjahat. Tetapi Asbo melukai loerah di pergelangan tangan kiri, sehingga dia juga harus menjatuhkan senjatanya. Penjahat Asbo memanfaatkan ini untuk dengan cepat mengambil senjata api mantrie dan melanjutkannya dengan menembak lurah lagi dan kemudian melarikan diri. Kedua korban diangkut ke rumah sakit Buitenzorg. Karena Asbo diduga tetap berada di daerah itu. Ada laporan bahwa Si Asbo berada di Genteng, polisi sekarang dengan segera mencari Si Asbo.

Bagaimana Si Asbo menantang dan melumpuhkan dua petugas mirip yang pernah dilakukan Si Pitung pada tahun 1893. Si Pitung dapat memperdayai satu petugas dengan sedikit tipu muslihat sebelum merampas pistol si petugas, tetapi Si Asbo dengan kecapatan dan sangat tangkas melumpuhkan dua petugas sekaligus. Masing-masing revolver yang dimiliki petugas dapat dijatuhkan Si Asbo dan mengambilnya sebelum kabur.

Beberapa hari kemudian dilaporkan Si Asbo berada di perbatasan Batavia di sekitar Pasar Rebo dan Pasar Minggoe (lihat De Sumatra post,        01-11-1928). Dalam berita ini juga disebutkan bahwa situasi keamanan di Buitenzorg dan selatan Batavia menjadi sangat mengkhawatirkan karena tidak hanya Si Asbo yang masih berkeliaran, juga dilaporkan keberadaan penjahat Ma’at yang melarikan diri dari penjara Sawah Loento. Disebutkan penjahat terkenal Si Ma’at sebelumnya dijatuhi hukumam 15 tahun karena berbagai kasus perampokan dan penganiayaan lalu dikirim sebagai kerja paksa ke Sumatra. Si Ma’at berhasil melarikan diri dari penjara Sawah Loento dan kini setelah melakukan perjalanan petualangan dari Sumatra sudah berada di sini.

Sangat beralasan kekhawatiran polisi di Buitenzorg tentang keamanan yang terus mengancam. Dua penjahat kelas kakak sedang berkeliaran bebas, Si Asbo dan Si Ma’at. Kekhawatiran itu menjadi kenyataan. Surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 21-11-1928 melaporkan bahwa dalam beberapa hari terakhir ini telah terjadi lima kasus perampokan yang mana empat kasus sukses dilakukan penjahat termasuk kasus yang menimpa satu keluarga Eropa. Satu penjahat telah berhasil diringkus. Sementara itu penjahat terkenal, Si Asbo masih belum bisa dilacak. Diduga ia telah memindahkan wilayah operasinya. Premi yang cukup besar telah ditetapkan untuk penangkapannya. Dalam berita berikutnya diketahui bahwa geng Si Asbo juga (pernah) ada di Djampang Koelon.

Bataviaasch nieuwsblad, 12-04-1930: ‘Kami mendapat pesan dari Sukabumi: Polisi lapangan menangkap penjahat kemarin di Rodjong Toegoe. Disebutkan perampok ini adalah penjahat lama Si Adoeng, teman dan mantan anak buah perampok Si Asbo. Dapat kami tambahkan baha beberapa waktu lalu kami melaporkan bahwa polisi lapangan di Bekassi telah berhasil menangkap salah satu dari para penyelundup yang masih buron di Sukabumi, Bapa Are. Yang lainnya masing-masing telah dihukum oleh Landraad Soekaboemi selama tujuh tahun penjara. Satu-satunya perampok tersebut yang masih bebas dari komplotan itu adalah Bapa Alam, juga belakangan ini ditangkap oleh polisi lapangan di Bekassi di Kampoeng Kebantenan dan telah dikirim ke Sukabumi untuk menunggu hukumannya. Bapa Alam ini adalah seseorang yang telah dipenjara selama beberapa waktu karena keterlibatannya dalam upaya perampokan pada tahun 1926’. Beberapa hari kemudian Bataviaasch nieuwsblad,     15-04-1930 memberitakan bahwa berdasarkan telegram yang diterima hari Sabtu untuk melengkapi berita tanggal 12 kami juga dapat menyatakan bahwa pasukan polisi Soekabumi yang lain juga menangkap anggota geng Si Asbo lainnya di Waroeng Kiara di Djampang Koelon, sehingga tiga anggota geng saat ini ditahan. Orang-orang ini sudah dikonfrontir dengan teman mereka Kosim, yang ditangkap beberapa bulan yang lalu’.   

Jika membandingkan Si Pitung dan Si Asbo tampaknya kurang lebih mirip. Namun ada perbedaan dalam hal menghadapai (lawan) pertugas. Si Asbo terkesan sangat percaya diri dan tangkas. Seperti halnya Si Pitung (yang beroperasi di Batavia dan Bekasi), Si Asbo (yang beroperasi di selatan Batavia hingga Soekaboemi juga memiliki geng sendiri. Geng Si Asbo bahkan diketahui ada di Djampang (Koelon) di wilayah Soekaboemi. Lantas apakah Si Asbo ini yang kemudian diceritakan sebagai Si Jampang? Tapi bukankah Si Asbo disebut berasal dari Pasir Moentjang. Lalu apakah masih ada sosok lain yang disebut Si Jampang?

Sesungguhnya masih banyak penjahat-penjahat kelas kakap di seputar Batavia. Beberapa yang terkenal sekitar tahun 1937-1939, paling tidak harus menyebut nama Si Tengel. Kelompok Si Tengel memliki julukan dari masyarakat sangat menyeramkan sebagai geng si pembunuh. Geng ini beroperasi di sekitar Buitenzorg dan kerap dilaporkan berada di sekitar Tjikeas. Si Tengel dikenal sebagai pemimpin rampok yang cerdas dan brutal, yang selama bertahun-tahun berhasil lolos dari pengejaran polisi. Satu kebiasaan Si Tengel adalah sangat menyukai tarian tradisional dan dia adalah pengagum berat para penari ronggeng. Mengetahui kebiaaan di Tengel ini, polisi menyelidiki Si Tengel dengan seksama kepada semua pihak yang mengetahuinya. Dan akhirnya antusiasmenya (terhadap ronggeng) menjadi fatal baginya. Pada sebuah acara ronggeng di desa Tjikeas yang dikenalnya sejak lama, Si Tengel jatuh ke dalam perangkap dan digelandang oleh polisi’. Tamat Si Tengel. Satu geng lagi yang setara dengan geng Si Tengel adalah trio pemimpin Si Lias, Si Komin dan Si Kodel. Tiga orang pemimpin geng ini kemudian pecah kongsi dan membentuk dua geng yang terpisah.

Nama Si Asbo cukup lama terdengar di dunia kriminal. Paling tidak namanya sudah terberitakan tahun 1926 dan hingga tahun 1930 nama Si Asbo masih bebas berkeliaran. Seperti dikutip di atas bahwa pada tahun 1931 nama Si Pitung difimkan. Kisah Si Pitung sekitar 1892-1893 diangkat ke layar putih dengan sosok penjahat yang bubuhi bumbu-bumbu hiburan. Film Si Pitung ini sangat disukai penonton (boleh jadi karena adanya bumbu penyedap sebagai hibuiran).Kisah nyata Si Pitung demi kebutuhan komersil, si sutradara diduga kuat telah mencermari kisah yang sebenarnya tentang Si Pitung. Lantas apakah saat film Si Pitung diproduksi dan beredar di bioskop-bioskop nama Si Asbo muncul  ke permukaan sebagai penjahat terkenal yang ditakuti dan masih bebas berkeliaran. Apakah dalam situasi ini para pengarang hiburan telah mengkreasi nama Si Jampang sebagai kompetitor Si Pitung? Entahlah. Yang jelas nama Si Jampang tidak ada ditemukan dalam pemberitaan sejaman (hingga berakhirnya era kolonial Belanda).    


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar