Jumat, 09 September 2022

Sejarah Jambi (26): Benteng Jambi pada Era VOC/Belanda hingga Era Hindia Belanda; Kasteel Fort Redoute Defensief Kampement


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada bentang di Jambi? Dimanakah posisi GPS Benteng Jambi. Dua pertanyaan ini tentulah penting dalam sejarah Jambi, karena bagian tidak terpisahkan dari sejarah (perjuangan) di Jambi. Seperti umumnya di wilayah lain, dimana dulu dibangun benteng, pada era Pemerintah Hindia Belanda bahkan sejak era VOC/Belanda, kerap dijadikan sebagai area dimana kota bermula, yang mana banyak kota-kota besar di Indonesia masa kini bermula di dalam benteng dari sekitar benteng. Kita sekarang berbicara tentang benteng di tengah Kota Jambi.


Benteng-benteng di Indonesia (baca: Nusantara/Hindia Timur) pada hakekatnya baru dimulai, dicatat pada era Portugis. Salah satu benteng Portugis yang terkenal di berada di Amboina, Fort Victoria. Benteng ini menjadi symbol awal pendudukan dan koloni Belanda di Hindia Timur tahun 1605. Seiring dengan relokasi pusat perdagangan Belanda dari Amboina ke Jakarta, 1619 dibangun benteng yang jauh lebih besar yang dikenal sebagai Kasteel Batavia. Benteng VOC/Belanda lambat laut semakin banyak, semakin meluas di berbagai wilayah seperti di Banten, Padang, Bogor, Semarang, Soerabaja dan Palembang. Benteng (fort) tersebut ada yang menjadi monument sejarah Belanda dan ada yang terus dipertahankan dan bahkan direnovasi untuk tujuan lain, seperti Fort Noordwijk di Batavia/Jakarta yang pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut Fort Frederik Hendrik (kini area Masjid Istiqlal). Pada era Pemerintah Hindia Belanda di wilayah dimana cabang pemerintahan didirikan juga dilakukan pembangunan yang lebih kecil (redoute). Semakin penting fungsi militer dalam mendukung cabang pemerintah, fort dan redoute yang ada mulai dikembangkan menjadi suatu garinisun militer (defensief kampement). Garnisun militer inilah yang kita kenal masa ini sebagai sebagai markas militer dimana pusat komando militer berada (KODIM).

Lantas bagaimana sejarah benteng Jambi, era VOC/Belanda hingga era Hindia Belanda? Seperti yang disebut di atas, keberadaan benteng Belanda di Jambi sudah lama ada bahkan sejak era VOC/Belanda. Benteng (fort) di Jambi ini terus dipertahankan sebagai pertahanan (redoute). Lalu bagaimana sejarah benteng Jambi, era VOC/Belanda hingga era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Benteng Jambi, Era VOC/Belanda hingga Era Hindia Belanda; Kasteel, Fort, Redoute, Defensief Kampement

Sebelum benteng di Jambi dibangun, sudah sejak beberapa decade dibangun logi pemerintah VOC/Belanda. Posisi GPS logi, yang menjadi pusat orang Belanda dan pos perdagangan VOC berada di sisi utara sungai Batanghari di Kota Jambi yang sekarang. Sementara paseban yang menjadi kraton Jambi berada di sisi selatan sungai (lihat Peta 1695). Pada tahun 1707 logi VOC ditingkatkan menjadi benteng (fort) dengan merelokasi area Belanda dari sisi utara ke selatan sungai (dihilir kraton Jambi) di Moera Kompeh.


Kehadiran orang Belanda di Jambi dengan bendera VOC bermula tahun 1616 dan pada tahun 1665 yang dipimpin Oliver Michiels dan harus ditinggalkan pada tahun 1695. Posisi benteng (fort) VOC/Belanda yang dibangun baru tersebut sekitar muara sungai Kompeh.

Pembangunan benteng biasanya karena sudah ada relasi yang kuat antara kerajaan.sultan dengan pejabat VOC. Relasi yang semakin kuat ini diperkuat dengan pemindahan area VOC/Belanda yang sebelumnya berada di susu utara sungai ke selatan di dekat kratom. Ini juga mengindikasikan di satu dalam konteks kehadiran VOC/Belanda di satu sisi akan meningkatkan keamanan kraton dari ancaman dari luas (darat dan sungai), dan di sisi lain dengan berada di di suatua area akan memudahkan satu sama lain dalam berkomunikasi dan melakukan pertemuan kapan pun (tanpa mempertimbangkan masalah yang terjadi di sungai).  


Dalam master plan benteng (fort) di sisi luar adalah pagar dan di bagian dalam adalah benteng. Posisi benteng persegi panjang, yang sisi panjang searah sungai dari timur/hilir ke barat/hulu. Pintu gerbang yang menghadap ke sungai berada di ujung barat pagar (yang posisinya ke arah kraton). Benteng sendiri di bagian dalam pagar memiliki empat bastion di sudur-sudut benteng, Pada persil sisi barat di dalam benteng area Residen, di depannya di depan kiri area kepala benteng beserta gudang, di depan kanan area pakhuis. Disamping pakhuis kea rah timur benteng area ruman para sersan dan di siamping kelapa benteng kea rah timur bentng barak militer. De bagian tengah di depan area Residen hingga kea rah timir benteng adalah area kosong/halaman benteng. 

Benteng VOC/Belanda di Jambi digunakan hamper satu abad (hingga berakhirnya VOC pada tahun 1799). Meski demikian, Kawasan benteng ini tetap menjadi property orang Belanda tetapi sudah berada dalam kuasa Pemerintah Hindia Belanda. Bagaimana aktivitas perdagangan Belanda di dalam benteng selama awal Pemerintah Hindia Belanda tidak diketahui secara jelas. Yang jelas bahwa sejak pendudukan Inggris (1811-1815) pusat Pemerintah Hindia Belanda dipusatkan di Palembang (untuk pantai timur Sumatra).


Peta 1878Pada saat Pemerontah Hindia Belanda memperluas cabang pemerintah dari Palembang ke Jambi terjadi penolakan dari kerajaan. Perlawasan kerajaan Jambi yang diarahkan oleh Sultan dapat diatasi 1833 setelah didatangkan bala bantuan dari Batavia yang dikomandoi oleh Overste AV Michiels (setelah selesai sebagai bagian pasukan dalam Perang Jawa). Lalu dibuat kontrak kepada Sultan baru. Pada tahun 1836 seorang pejabat Pemerintah Hindia Belanda setingkat Controelur yang juga sebagai Ontvanger (lihat Almanak 1836). Pejabat pertama ini tidak mengambil tempat di Jambi tetapi di Moara Kompeh. Pejabat pertama tersebut adalah WF Blancken. Ini menjadi untuk kesekian kali di Jambi keluar masuk sejak yang terakhir tahun 1724 keluar dan Kembali lagi pada tahun 1833 yang awalnya didasarkan pertimbangan Sultan Jambi meminta bantuan Batavia dalam memerangi bajak laut yang bercokol di muara sungai Batanghari. Namun tidak lama kemudian, setelah bajak laut terusir, Sultan Jambi menyerang dan menduduki wilayah Rawas hingga akhirnya dikirim ekspedisi pada tahun itu. \Peta 1878

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kasteel, Fort, Redoute, Defensief Kampement: Perubahan Benteng Masa ke Masa Bermula di Batavia

Setelah pendudukan Jambi, Pemerintah Hindia Belanda kembali membangun benteng di Moeara Kompeh. Benteng di Muara Kompeh ini diperkuat satu perwira yang dibantu 15 orang prajurit (lihat Leydse courant,             19-01-1853). Pada tahun 1857 terjadi masalah di Jambi lalu pada tahun 1858 garnisun militer di Djambi didirikan seiring dengan pemindahan pusat pemerintahan Hindia Belanda di Moeara Kompeh ke Djambi. Dalam perkembangannya, situasi keamanan yang pasang surut di wilayah Jambi, dibangun benteng (redoute) di garnisun militer tersebut (lihat Javasche courant, 15-07-1870).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar