Jumat, 31 Mei 2019

Sejarah Jakarta (50): Sejarah Menteng dan Presiden Suharto; Landhuis Land Menteng Menjadi Perumahan Elit Menteng, 1910


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama Menteng cukup terkenal. Pada masa ini nama Menteng ditabalkan sebagai nama kelurahan dan kecamatan di Jakarta Pusat. Tempo doeloe di Kampong Menteng terdapat landhuis Menteng. Paling tidak landhuis Menteng ini sudah dipetakan pada tahun 1825 (lihat Peta 1825). Hingga tahun 1897 (lihat Peta 1897) landhuis Menteng masih merupakan satu-satunya bangunan permanen di Land (tanah partikelir) Menteng. Land Menteng ini kira-kira seluas Kelurahan Menteng yang sekarang.

Landhuis di Land Menteng (Peta 1897)
Pada masa ini letak landhuis Menteng berada di sisi utara kanal barat (jalan Latuharhari). Di atas kanal barat ini terdapat dua jembatan yakni jembatan di jalan Teuku Cik Ditiro (Guntur) dan jembatan di jalan Sukabumi (Pasar Rumput). Jembatan Cik Ditiro ini pada masa dulu dari Gandangdia menuju Mampang Prapatan (lewat Koeningan), sedangkan jembatan Sukabumi dari Pegangsaan (Metropole yang sekarang) menuju Pantjoran (lewat jalan Menteng Wadas Timur yang sekarang). Posisi gps landhuis Menteng doeloe pada masa kini di jalan Latuharhari di sebelah barat jembatan Cikditiro.

Landhuis Menteng pada tempo doeloe adalah salah satu dari landhuis yang berada di tanah-tanah partiekelir (land) yang terdapat di wilayah Residentie Batavia. Landhuis terdekat dari landhuis Menteng adalah landhuis di Land Struiswijk (kini Kampus UI Salemba) dan landhuis di Land Matraman (tempat dimana Presiden Barack Obama pernah tinggal semasa kecil).

Keberadan tanah-tanah partikelir ini secara langsung di sekitar landhis telah memicu dan memacu pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang: pertanian, infrastruktur, transportasi,  ekonomi, sosial dan budaya serta lainnya. Itulah mengapa keberadaan tanah-tanah partikelir di Jakarta pada masa lampau penting dalam sejarah Kota Jakarta.

Pada tahun 1904 perumahan Gondangdia direncabnakan akan diperluas dengan membentuk perumahan Nieuwe Gondangdia. Proyek perumahan Nieuwe Gondangdia (yang kemudian namanya menjadi lebih populer sebagai Perumahan Menteng) dikerjakan pada tahun 1910 dan selesai pada tahun 1918. Akibat proyek perumahan ini landhuis terpaksa dibongkar dan hilang selamanya.

Villa Raden Saleh di Tjikini (1862)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Lantas apa pentingnya landhuis di Land Menteng? Itu pertanyaannya. Bukan karena Presiden Suharto bertempat tinggal di Perumahan Menteng, tetapi karena sejarah Menteng sendiri belum terdokumentasikan secara baik dan benar. Keberadaan landhuis Menteng menjadi penting karena landhuis inilah satu-satunya bangunan permanen terawal di Kampong Menteng yang kemudian bertransformasi menjadi Perumahan Menteng yang sekarang. Untuk itulah mengapa kita perlu mengetahui lebih jauh landhuis Menteng ini dan juga perkembangan di sekitar Land Menteng itu. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Kita mula dari landhuis Menteng.

Landhuis Land Menteng di Kampong Menteng, 1825

Sejak era Padjadjaran sudah terdapat jalan kuno mulai dari Pakuan di hulu sungai Tjiliwong di gunung hingga pelabuhan Soenda Kelapa di muara sungai Tjiliwong di pantai. Jalan kuno ini melalui Tjilieboet, Tjitajam, Depok, Pondok Tjina, Sringsing, Tandjong, Pantjoran, Menteng, Tjikini, benteng Noordwijk (Istana Merdeka yang sekarang). Jalan kuno ini pada ruas Land Menteng mulai dari Menteng Poelo (jalan Saharjo sekaranng), jalan Menteng Wadas Timur (Pasar Rumput), jalan Sukabumi, jalan Surabaya dan jalan Cikini (Prapatan). Tanda navigasi jalan kuno ini masih teridentifikasi pada Peta 1825. Tidak jauh dari jalan kuno (yang pada awal era Pemerintah Hindia Belanda disebut Westerweg) di kampong Menteng terdapat sebuah tanah partikelir (land).

Land Menteng (Peta 1840)
Pada Peta 1840 gambaran tofografi memperlihatkan jalan kuno berpotongan dengan jalan baru dari kampong Melajoe menuju Mampang Prapatan. Jalan kuno ini berada diantara sungai Tjiliwong dan sungai Kalibata. Di sebalah barat tampak sungai Kroekoet. Persimpangan Mampang ini dari selatan di Pondok Laboe (Simplicitas) melalu Bangka dan menuju Karet dan Tanah Abang. Antara jalan kuno dengan sungai Doerian (Kalibata) ini berada kampong Menteng dan kampong Gondangdia. Dalam Peta 1840 jalan Cikini yang sekarang baru terbentuk menuju suatu land baru. Di land baru di Tjikini ini setelah pulang dari Eropa 1851 pelukis terkenal Raden Saleh membangun villa. Land baru ini selain termasuk villa Raden Saleh (kini rumah sakit Cikini) juga termasuk Taman Ismail Mazuki (TIM).       

Kapan land Menteng dibuka tidak diketahui secara pasti. Besar dugaan land Menteng ini dibuka pada era VOC, jauh sebelum tahun 1825. Hal ini karena letaknya tidak jauh dari stad (kota) Batavia. Land yang sudah terbentuk sejak era VOC antara lain Land Daalxigt di kampong Tanah Abang, tidak jauh dari benteng (fort) Rijswijk; land Paviljoen (Weltevreden), tidak jauh dari fort Noordwijk; land Struiswijk, land Menteng dan land Matraman yang ketiga land ini tidak jauh dari fort Meester Cornelis (di kampong Berlan). Fungsi benteng di era VOC bagi pedagang yang membuka perkebunan sangat penting, karena memberi rasa aman dan memiliki akses cepat ke benteng untuk perlindungan.

Land Gondangdia (Peta 1866)
Pada awal era Pemerintahan Hindia Belanda, terutama pada era Gubernur Jenderal Daendel banyak land-land baru yang dibuka. Land-land baru tersebut banyak ditemukan di sisi timur sungai Tjiliwong hingga ke Buitenzorg (Bogor). Salah satu yang penting pada era Daendels sehubungan dengan pembangunan jalan pos trans-Java adalah pembangunan jembatan di Kwitang dan jembatan di Buitenzorg (sekitar Warung Jambu sekarang). Sebelum adanya jembatan Kwitang, jalur menuju Land Daalxigt di Tanah Abang dimulai dari fort Rijswijk yang dalam pekembanganya dibangun kanal dari Tanah Abang ke Rijswijk; dan jalur menuju Land Kebon Sirih, Land Gondangdia dan Land Menteng dari fort Noordwijk. Jembatan Kwitang dibangun tidak hanya untuk membuka isolasi land Kebon Sirih, Gondangdia dan Menteng tetapi juga untuk menghubungkan Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang (sebelumnya antara Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang terhubung via jalan Gunung Sahari ke fort Noorwijk dan Rijswijk.

Siapa yang membuka land Menteng dapat dihubungkan dengan salah satu nama keluarga orang Eropa di era VOC. Keluarga Menting ini membuka lahan di selatan Rijswijk. Nama pemilik lahan (land) ini dengan mengambil nama keluarga menjadi Land Menting. Dalam perkembangannya terjadi proses linguistik nama Menting sering dipertukarkan dengan nama Menteng.

Jalan di Land Menteng, 1870
Land Menteng adalah estate yang mengusahakan berbagai produk pertanian tanaman pangan (beras dan buah-buahan) dan produk kehutanan/perkebunan seperti kelapa, jati dan sebagainya. Land Menteng ini tampaknya juga mengusahakan produk perikanan. Hal ini karena tidak jauh dari landhuis Menteng terdapat situ besar (kini dikenal sebagai waduk Setabudi). Yang tetap menjadi pertanyaan adalah dimana posisi gps landhuis Menteng ini.

Java-bode, 20-03-1858
Landhuis ini berada tidak jauh di utara situ (danau). Itu berarti kini berada di area sepanjang jalan Latuharhari yang sekarang antara jembatan Cikditiro dan jembatan Cokroaminoto. Land Menteng juga menghasilkan batu bata (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-03-1858). Disebutkan dijual 100.000 batu bata berkualitas sangat baik. Informasi lebih lanjut hubungi di Land Menteng, Mr. H. Beth. Pemilik land Menteng saat itu diduga adalah Mr. Beth. Besar dugaan danau yang berada di jalan Lembang yang sekarang adalah bekas lio. Eks lio ini diduga dijadikan danau pada saat pembangunan perumahan Menteng. Jalan di Land Menteng.

Land Menteng yang sudah eksis sejak era VOC sudah beberapa kali diperjualbelikan dan berganti pemilik. Adanya Land  Menteng diduga menjadi pemicu munculnya land baru di sekitar seperti Land Gondangdia dan Land Tjikini. Land Tjikini semakin populer ketika pelukis terkenal Raden Saleh (peranakan Arab-Jawa) membangun rumah di salah satu lokasi di land tersebut pada tahun 1862 (lihat Bataviaasch handelsblad, 19-04-1862).

Rotterdamsche courant, 05-04-1864
Pada tahun 1863 Pemerintah telah menawarkan kepada perusahaan Chaulan, Deeleman & Co suatu konsesi pembangunan kereta api dari Batavia ke Buitenzorg melalu jalan poros koridor tengah (middenweg) di land Menteng (lihat Bataviaasch handelsblad, 05-12-1863). Realisasinya baru terlaksana pada tahun 1869.

Keberadaan Raden Saleh yang telah membangun villa di kampong (land) Tjikini telah menarik perhatian pemerintah dalam kaitannya dengan pembangunan kebun botani dan binatang di sekitar Tjikini. Komite yang dibentuk Pemerintah telah berhasil membeli lahan yang sesuai. Lahan peruntukan kebun binatang dan botani di Tjikini ini berhasil dibeli oleh komite dari Raden Saleh (lihat Rotterdamsche courant, 05-04-1864). Sehubungan dengan rencana pembangunan kebun binatang dan botani tersebut jalan yang menghubungkan Prapattan hingga ke Matrawan melalui jalan di sekitar Raden Saleh ditingkatkan (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-10-1864). Disebutkan peningkatan jalan ini telah dilakukan sejak dua bulan terakhir. Kebun binatang dan botani akhirnya selesai dan dibuka pada bulan Juli 1865 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-07-1865).

Jalan di Land Menteng, 1900
Pada tahun 1869 menjelang pembangunan jalur kereta api dari stad (kota Batavia ke Meester Cornelis (Boekit Doeri) dibangun jembatan baru di Meester Cornelis. Jembatan ini dimaksudkan untuk memudahkan akses dari sisi timur sungai Tjiliwong ke stasion Meester Cornelis. Jembatan ini juga untuk meningkatkan akses ke land-land yang sudah ada di sisi barat sungai Tjiliwong seperti land Menteng. Land Menteng semakin terbuka ketika salah satu stasion/halte dibuka pada tahun 1873 di kampong Pegangsaan. Pada tahun 1894 jalan dari land Menteng ke Buitenzorg via Depok diperkuat (Bataviaasch handelsblad, 04-06-1894). Jalan ini kelak dikenal sebagai Jalan Sahardjo dan Jalan Pasar Minggu.

Setelah adanya rencana pengembangan perumahan Nieuwe Gondangdia pada tahun 1904, dalam perkembangannya Land Menteng dibeli oleh Gemeente Batavia pada tahun 1908. Salah satu pemilik persil lahan di land Menteng sebelum dibeli pemerintah adalah seorang Arab, Alie Shahab (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-08-1898).

Trem listrik di Gondangdia, 1910
Land Menteng masih sepi karena perkebunan dan persawahan masih eksis. Sementara Land Gondangdia dan Land Tjikini telah lama berubah fungsi menjadi kawasan perumahan. Jauh sebelumnya Land Kebon Sirih sudah berubah menjadi kawasan pemukiman setelah Koningsplein ditata pada tahun 1820. Kawasan pemukiman di Gondangdia yang sudah ramai pada, ketika diperkenalkan trem listrik tahun 1905 termasuk jalur yang dilalui. Trem uap sendiri sudah beroperasi sejak tahun 1880. Jalur yang dilalui trem uap hanya stad (kota) Batavia ke Harmoni, Weltevreden, Senen/Tanah Tinggi, Kramat hingga Meester Cornelis dan Kampong Melajoe. Jalur trem juga ada dari Harmoni ke Tanah Abang. Jalur trem listrik yang melalui Gondangdia ini dari Senen, Prapatan ke Gondangdia, lalu ke Tanah Abang dan memutar ke Harmoni.   

Perumahan Nieuwe Gondangdia, Perumahan Menteng 1904

Dalam perkembangannya, nama perumahan Nieuwe Gondangdia lambat laun lebih dikenal sebagai perumahan Menteng. Perumahan Menteng tidak dibangun dalam tenmpo singkat tetapi dalam waktu yang panjang. Dalam proses pembangunan perumahan Menteng terjadi tarik menarik antara dua pihak yakni pengembang dan Pemerintah (Burgemeester dan Gemeenteraad). Tarik menarik ini terutama dalam hal pembangunan infrastruktur jalan dalam hubungannya dengan perluasan peruamah Gondangdia yang disebut Nieuwe Gondangdia (atau Perumahan Menteng).

Landhuis Menteng (Peta 1904)
Pada tanggal 25 April 1913 Komisi Menteng menyerahkan sebuah memorandum terperinci di land tersebut. Pada 28 Juli 1913 diputuskan bahwa tahun 1914 diinformasikan oleh Administrator Menteng tentang langkah-langkah persiapan yang harus diambil pada saat dalam operasi yang diusulkan.

Sehubungan dengan pengembangan perumahan Menteng, Pemerintah Gemeente Batavia diharapkan segera bersedia meningkatkan jalan poros (jalan utama) yang disebut jalan Mampang (Mampangweg) pada tahun 1913 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-05-1913). Jalan yang dibangun tahun 1913 ini merupakan terusan jalan Gondangdia (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-08-1913). Jalan poros ini dapat dikatakan sebagai jalan paling besar dari Koningsplein menuju selatan kota (tentu saja saat itu belum ada jalan MH Thamrin yang sekarang). Disebut jalan Mampang karena arahnya menuju selatan di Land Mampang. Pembangunan jalan Mampang ini bersamaan dengan pembangunan Orangeboelevard (kini jalan Diponegoro). Pembangunan dua jalan ini disebutkan dalam rangka eksploitasi pembangunan pemukiman yang baru di Menteng.

Di Land Mampang sudah sejak lama dikenal Prapatan Mampang, suatu persimpangan jalan dari Tanahabang ke Doerian Tiga/Pedjaten dan dari Pantjoran ke Slipi. Untuk sekadar catatan, bahwa pada Peta 1925 jalan dari Mampang Prapatan ke Menteng yang kini menjadi jalan Rasuna Said (Kuningan) yang tegak lurus ke utara belum ada. Jalan yang sudah ada adalah dari Prapatan Mampang ke arah barat laut menuju Tanahabang melalui Karet/Doekoeh.

Pada tanggal 11 Oktober 1915 arsitek Schoemaker mengajukan dua rancangan awal untuk pembangunan di Land Menteng. Pada tanggal 3 Januari 1916, Dewan Kota memutuskan untuk membentuk komite dengan menunjuk tiga insinyur konstruksi, dengan tugas melayani Dewan Kota untuk menilai dan memberi pertimbangan dan saran mengenai usulan 1916. Komite ini menyerahkan laporan terperinci tentang rencana pembangunan. Pada tanggal 1 Desember 1916, Komisi (dinas) Pekerjaan Umum menyerahkan rencana pembangunan yang dimodifikasi. Pada tanggal 20 Maret 1917 diputuskan untuk mengkonversikan jalan jalan poros (jalan Mampangweg dan jalan Orangeboelevard). Rencana pembangunan di Land Menteng ini kemudian dibawa ke Dewan Kota pada tanggal 11 Juni 1917. Pada tanggal 5 September 1917 keluar surat perintah untuk pekerjaan perbaikan jalan dan kemudian ditugaskan untuk membuat rencana. Pada tanggal 17 Desember 1917, Burgemeester (Wali Kota) Batavia menyampaikan rencana perkerasan jalan kepada Dewan Kota untuk mendapat masukan.

Tarik menarik antara pengembang dan pemerintah (Burgemeester dan Gemeenteraad) akhirnya tuntas. Itu berarti telah berlangsung selama sepuluh tahun sejak Perumahan Nieuwe Gondangdia atau Perumahan Menteng dimulai. Dalam hal ini pengembang memutuhkan kepastian tentang planologi kota Batavia yang dihubungkan dengan pembangunan perumahan di Menteng. Pengembang juga membutuhkan kehadiran pemerintah di perumahan Menteng dalam hal pembiayaan dan pembangunan jalan-jalan poros (jalan kota). Sebaliknya, pemerintah kota tidak mudah mengikuti gerak cepat pengembang, karena pemerintah kota memerlukan anggaran besar untuk memfasilitasi pengembangan infrastruktur jalan dan jembatan di Perumahan Menteng. Sikap kehati-hatian terlihat dari interaksi antara Burgemeester dengan Gemeenteraad dalam setiap keputusan yang diambil.

Setelah urusan pengembangan wilayah (planologi kota) yang memakan waktu hampir 10 tahun, komite pemerintah yang terkait dengan urusan pembangunan perumahan di Menteng baru mulai melihat detail seperti denah bangunan termasuk alokasi lahan untuk fasilitas umum dan taman-taman (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 15-01-1918). Namun dalam kenyataannya semuanya tidak bisa tuntas. Hal ini sehubungan dengan rencana pemerintah pusat (Gubernur Jenderal) untuk pembangunan kanal barat (menyodet sungai Tjiliwong di Manggarai dengan mengalirkannnya ke kanal Kroekoet di Tanah Abang).

Bandjir Kanal Barat di Menteng (1934)
Pada tahun 1918 akibat adanya pembangunan bandjir kanal barat. jalan Mampangweg menjadi terpotong. Tidak hanya jalan yang terpotong tetapi juga layout (lanskap) Perumahan Menteng juga terpotong. Dalam hubungan inilah Pemerintah Kota haru mengeluarkan kembali anggaran baru untuk membangun jembatan baru di atas kanal. Dengan adanya jembatan secara tekni layout pembangunan perumahan Menteng tidak terlalu terganggu, tetapi menjadi persoalan tersendiri bagi pemerintah karena hal anggaran baru. Adanya proyek kanal barat ini, Perumahan Menteng pada masa kini terkesan sebagian wilayah perumahan Menteng seakan terpisah di wilayah Guntur yang sekarang.

Pada waktu pembangunan kanal barat, pada waktu yang relatif bersamaan muncul proyek pembangunan stasion kereta api yang baru di Manggarai. Proyek pembangunan stasion Manggarai ini adalah proyek besar pemerintah pusat dalam hubungannya dengan pengembangan jalur kereta api secara umum.

Bentuk rumah di Menteng (1931)
Pembangunan stasion Manggarai tidak hanya membangun hanya sekadar stasion, tetapi juga di area stasion Manggarai juga dibangun dipo besar. Dalam hubungannya dengan pembangunan stasion Manggarai juga diintegrasikan dengan pembangunan lintasan kereta api yang menghubungkan jalur Batavia-Buitenzorg (selatan) dengan jalur Batavia-Tjikampek (utara). Jalur lintasan kereta api ini membangun jembatan kereta api di atas jalan Matramanweg. Sehubungan dengan selesainya stasion Manggarai, stasion Meester Cornelis (di Boekit Doeri) ditutup dan dijadikan bagian dari Dipo Manggarai.

Di Land Gondangdia/Tjikini sejak 1903 telah dibangun jalur lintasan kereta api dari Meester Cornelis (di Djatinegara) melalui Salemba/Paseban menuju stasion Tanah Abang (dalam hubungannya dengan jalur kereta api trans-Java).  Selama ini kereta yang datang dari arah timur di Meester Cornelis (Djatinegara) ke Tanah Abang dan Rangkas Bitoeng harus melalui stasion stas (kota) Batavia. Lintasan kereta api Tjikini/Gondangdia ini juga dapat dilalui kereta api yang datang dari arah selatan (Buitenzorg).

Rumah di Menteng menghadap kanal barat (1934)
Pada jalur lintasan ini telah dibangun stasion/halte di Tjikini (bukan stasion Cikini yang sekarang). Sementara di dekatnya sudah eksis stasion/halte Pegangsaan yang dibangun sejak 1873. Dua stasion yang berdekatan ini secara teknis berbeda fungsi: stasion Pegangsaan adalah halte/stasion komuter Batavia-Buitenzorg, sedangkan stasion/halte Tjikini adalah stasion/halte lintas timur-barat (dari Tjikampek/Karawang ke Tanah Abang/Rangkas Bitoeng).

Dalam perkembangannya, jalur lintasan kereta api di Gondangdia/Tjikini digeser ke sisi kanal barat. Dengan demikian, kereta api dari Meester Cornelis (Djatinegara) ke Tanah Abang juga bergeser dari lintasan Salemba/Paseban ke (hilir) stasion Manggarai.. Stasion/halte Tjikini juga tamat.

Kawasan perumahan Menteng (Peta 1920)
Pergeseran lintasan jalur kereta api tentu saja ada untungnya bagi keberadaan perumahan di Gondangdia, tetapi menjadi kerugian di pembangunan perumahan di Menteng karena harus kehilangan lahan lagi setelah sebelumnya kehilangan lahan akibat pembangunan banjir kanal barat. Pergeseran jalur rel ini ke kanal barat sejatinya untuk yang kali kedua. Pergeseran pertama terjadi pada tahun 1903 dari Prapatan/Gondangdia digeser ke Tjikini/Gondangdia sehubungan dengan pembangunan lintasan di Salemba/Paseban. Pergeseran yang kedua ini dari Tjikini (via Gondangdia) ke Manggarai (via Menteng) adalah perubahan yang terakhir (hingga masa ini). Bekas jalur kereta api tersebut kemudian dibangun kanal drainase yang sisi sebelah selatan kanal ini adalah jalan Soetan Syahrir yang sekarang.

Kita kembali ke pertanyaan awal. Dimana posisi gps landhuis Menteng? Setelah memperhatikan semua aspek yang terkait dengan pengembangan Land Menteng menjadi Perumahan Menteng, letak landhuis Menteng tersebut diduga kuat berada di huk jalan kanal barat dan jalan Mampangweg. Pada masa ini landhuis Menteng tersebut berada di huk jalan Latuharhari dengan jalan Cik Ditiro. Sebuah foto bangunan dibuat pada tahun 1934 mengindikasikan bahwa landhuis tersebut masih ada. Keterangan didukung dengan Peta 1934.

Sebuah bangunan yang diduga Landhuis di Menteng (1934)
Berdasarkan Peta 1920, Peta 1934 dan Peta 1940 area lanhuis Menteng ini (yang pada masa kini diantara jalan Latuharhari, jalan Madiun, jalan Mangunsarkoro dan jalan Cik Ditiro adalah pusat (komplek) pasukan berkuda (Cavalerir Kampement). Komplek ini juga termasuk komplek Pomdan Jaya di jalan Guntur yang sekarang. Kampemen kaveleri ini sebelumnya berada di benteng (fort) Meester Cornelis, yang setelah pindah ke Menteng kamp kavelerie Meester Cornelis tersebut dijadikan penjara (dekat jembatan yang dari jalan Jatinegara Barat ke Dipo Bukitduri). Sebelum kaveleri ini dipindahkan ke Meester Cornelis, pada era Gubernur Jenderal Daendels kamp kaveleri ini berada di benteng (fort) Rijswijk (kini berada gedung Bank BTN). Lantas kapan kamp kaveleri Menteng dialihfungsikan menjadi perumahan? Besar dugaan itu terjadi pada era Belanda/NICA yang bersamaan dengan pembangunan jalan dan jembatan terusan Koningsplein (yang kini menjadi jalan MH Thamrin). Sisa kampemen kaveleri yang berada di jalan Guntur yang sekarang menjadi Komplek Pomdam Jaya (Asrama Polisis Militer  dan Penjara Militer Guntur).

Perumahan Menteng Pasca Pengakuan Kedaulatan Indonesia, 1950

Era kolonial Belanda berakhir pada tahun 1942 setelah terjadinya pendudukan (militer) Jepang. Tidak ada perubahan yang berarti di kawasan perumahan Menteng. Segalanya telah selesai dibangun. Satu hal yang perlu dicatat pada era pendudukan militer Jepang adalah nama-nama jalan utama yang berbau Belanda diganti dengan nama-nama berbau Jepang (lihat De bevrijding: weekblad uitgegeven door de Indonesische Vereniging Perhimpoenan Indonesia, 26-05-1945). Nama jalan poros di kawasan Perumahan Menteng yakni Oranje-boulevard diubah namanya menjadi Djalan Raya Showa dan Nassau-boulevard menjadi Djalan Raya Meiji.

Foto udara kawasan perumahan Menteng, 1943
Setelah Belanda berkuasa kembali pasca proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945), nama-nama jalan yang ada (sebelum tahun 1942) diberlakukan kembali (karena memang surat keputusannya belum diubah). Penabalan nama jalan dan perubahannya dilakukan melalui mekanisme peraturan kota yang disahkan oleh dewan kota.

Setelah berakhirnya perang, pasca pengakuan kedaulatan RI (1949), nama-nama jalan di era kolonial Belanda diubah Pemerintah RI via Wali Kota Djakarta. Perubahan nama ini dilakukan secara bertahap dimulai tahun 1950. Sebelumnya nama Batavia telah diubah menjadi Djakarta.

Dalam fase transisi perubahan nama masih tampak keraguan, seperti nama Oranje Boulevard menjadi Djalan Raja Oranje (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 08-04-1950). Namun dalam perkembangannya, Oranje Boulevard diubah sepenuhnya menjadi Djalan Diponegoro (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-10-1950). Bersamaan dengan perubahan nama menjadi Djalan Diponegoro ini juga berubah nama jalan dan nama taman. Nassau Boulevard menjadi Djalan Imam Bondjol, Burgemeester Bisschopplein menjadi Taman Surapati dan Van Heutzboulevard menjadi Djalan Teuku Umar. Total ada perubahan nama jalan sebanyak 30 buah.

Beberapa bulan kemudian diumumkan perubahan nama-nama jalan yang baru sebanyak 30 buah lagi (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-10-1950). Dengan demikian nama jalan yang telah diubah menjadi 60 buah. Nama-nama jalan yang baru diubah tersebut termasuk diantaranya Nieuwe weg van Gambir Selatan (Kebonsirih) menjadi Djalan Thamrin. Nieuwe weg van Gambir Selatan baru dibangun pada tahun 1949.

Ketika Belanda/NICA berkuasa kembali, pada tahun 1948 muncul gagasan untuk membangun kota satelit Kebajoran. Untuk menghubungkan rencana kota satelit dengan Batavia (Kingsplein) direncanakan pembangunan jalan akses dengan membangun jalan baru dari Koningsplein melewati belakang perumahan Menteng dan membangun jembatan di atas kanal barat/rel kereta api. Pembangunan jalan dan jembatan dimulai pada bulan Mei 1949 dan selesau pada bulan Oktober 1949. Jalan inilah yang disebut Nieuwe weg van Gambir.

Beberapa hari kemudian diumumkan kembali perubahan nama jalan sebanyak 30 buah (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-10-1950). Jumlah nama jalan/taman yang berubah telah mencapai sebanyak 90 buah. Setelah itu kemudian perubahan nama tambahan diumumkan yakni Sunset Boulevard diubah namanya menjadi Djalan Djawa (Nieuwe courant, 17-11-1951).

Semua nama-nama jalan yang diubah tersebut berada di sekitar Istana dan Menteng. Pada bulan April 1952 diumumkan terjadi perubahan nama-nama jalan dan nama taman (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-04-1952). Total ada sebanyak 41 buah. Secara keseluruhan pada fase pertama ini, hingga bulan April 1952 sudah ada sebanyak 131 nama jalan/taman yang diganti. Meski demikian, beberapa nama jalan susulan diumumkan.
  
Satu nama jalan baru yang diumumkan pada bulan Desember 1953 adalah Djalan Teuku Tjiditiro (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-12-1953). Dalam hal ini nama jalan Djalan Mampang (dulu Mampangweg) diganti namanya menjadi Djalan Teuku Tjiditiro. Disebutkan bahwa Teuku Tjiditiro adalah pemimpin perlawanan di Aceh. Dalam arti tertentu, dia lebih penting daripada Teuku Umar—yang kami ketahui dari buku sejarah— karena Teuku Umar mengikuti perintahnya dan bergabung dalam perang melawan tentara Belanda sesuai dengan strategi Teuku Tjiditiro. Jadi dia adalah jiwa dari perlawanan di Atjeh.
 
Kawasan Menteng (Peta 1985)
Setelah sekian lama diumumkan kembali nama jalan yang baru dan pergeseran nama jalan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-11-1954). Nama jalan baru tersebut adalah Djalan Hadji A. Salim  untuk menggantikan Djalan Geredja Theresia. Sedangkan nama jalan  Geredja Theresia digeser menempati nama jalan Djalan Sunda. Sedangkan nama Djalan Sunda sendiri menempati jalan yang baru dibangun, yaitu jalan yang menghubungkan Djalan Thamrin dengan Djalan Hadji Agus Salim.

Seperti telah disebut di atas, nama jalan Mampang (Mampangweg) paling tidak sudah dilaporkan adanya pada tahun 1913 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 20-05-1913). Jalan ini dibangun tahun 1913 yang merupakan terusan jalan Gondangdia (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-08-1913). Jalan ini merupakan jalan paling besar dari Koningsplein menuju selatan kota (tentu saja belum ada jalan MH Thamrin yang sekarang). Disebut jalan Mampang karena arahnya menuju selatan di Land Mampang. Pembangunan jalan Mampang ini bersamaan dengan pembangunan Orangeboelevard (kini jalan Diponegoro). Pembangunan dua jalan ini dalam rangka eksploitasi pembangunan pemukiman yang baru.

Kawasan Menteng jaman Now (googlemap)
Jalan MH Thamrin telah menjadi jalan poros (baru) menggantikan jalan poros (lama) Mampangweg (jalan Tjik Ditiro). Dalam perkembangannya nanti dibangun lagi jalan baru dari kawasan perumahan Menteng melalui Koeningan. Jalan ini kemudian diberi nama jalan Rasuna Said. Sebagaimana doeloe Mampangweg diteruskan ke Mampang Prapatand  (persimpangan dari Menteng, dari Pantjoran, dari Slipi dan dari Doerian Tiga. Setelah Mampangweg diganti menjadi jalan Tjik Ditiro pada masa kini, jalan Mampang tidak dikenal karena yang eksis adalah jalan Mampang Prapatan. Dengan kata lain, nama jalan Mampang telah lama tiada karena nama Jalan Mampang telah diganti menjadi Djalan Tjiditiro.

Demikianlah sejarah panjang landhuis di Land Menteng secara singkat, land subur yang telah bertransformasi menjadi Perumahan Elite di Menteng.


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar