Sabtu, 07 November 2020

Sejarah Kalimantan (63): Sejarah Awal Infrastruktur Jalan di Kalimantan; Bermula Untuk Memperlancar Pergerakan Militer

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Timur di blog ini Klik Disini

Sejak masa lampau, di pulau Borneo, transpoertasi air (terutama sungai) adalah segalanya. Banyak rawa dan hutan yang menghalangi terbentuknya pembangunan jalan darat. Oleh karena itu, tempat-tempat yang terbentuk di pulau Borneo umumnya di pantai atau di daerah aliran sungai. Namun lalu lintas sungai bukanlah jaringan jalan raya. Lalu untuk menghubungkan tempat di sungai yang berbeda menjadi permasalahan. Persoalan ini mulai mengemuka pada era Pemerintah Hindia Belanda.

Berbeda dengan di pulau Jawa dan pulau Sumatra yang sudah terbentuk jalan darat sejak jaman kuno, di pulau Borneo justru baru terbentuk pada awal perang ketika terjadi Perang Banjar (1859). Di pulau Sumatra dan pulau Jawa, jalan-jalan tradisi (jalan kuno) ini dimanfaarkan militer untuk melakukan pergerakan dan manuvers. Jalan yang dibangun oleh Daendels di Jawa (1809-1811) sesungguhnya mengembangkan jalan yang sudah terbentuk sejak lama (jalan kuno). Bagi Daendels itu lebih murah meski harus dengan jalan berlika-liku. Itulah sebabnya Daendel membangun jalan lewat pedalaman dan tidak menarik garis lurus dari Batavia ke Cirebon (tidak ada jalan kuno dan banyak sungai lebar).

Bagaimana sejarah pembangunan infrastruktur jalan di pulau Kalimantan? Sudah barang tentu kurang terinformasikan dan tidak menarik bagi para sejarawan. Lantas apa pentingnya sejarah pembangunan jalan di Kalimantan? Pembangunan trans-Kalimantan (seperti halnya tempo doeloe Trans-Java) menjadi penting masa kini di Kalimantan, lebih-lebih ibu kota RI telah ditetapkan di pulau Kalimantan. Sejarah infrastruktur jalan tempo doeloe adalah kesinambungan pebangunan infrastruktut jalan dan jembatan pada masa ini. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Infrastruktur Jalan dan Jembatan Tempo Doeloe di Pulau Borneo

Ketika jalan-jalan di dalam kota belum berkembang di Bandjarmasin dan Martapoera, pembangunan jalan mulai dirintis dari benteng (Fort) Tabanio ke Martapoera. Hal ini sehubungan dengan dijadikannya tiga tempat dijadikan sebagai kedudukan pemerintahan: Bandjarmasin tempat kedudukan Residen, Tatas tempat kedudukan Asisten Residen. Di Martapoera dan di Marabahan ditempatkan masing-masing seorang Controleur. Sementara itu pejabat yang lebih rendah ditempatkan di Tabanio dan Kotabaroe (Pulau Laut). Tabanio menjadi salah satu pelabuhan perdagangan yang dipromosikan Pemerintah Hindia Belanda (sehubungan dengan meningkatnya transaksi perdagangan di Martapoera.

Benteng Tabanio sendiri dibangun pada awal pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Zuid en Oostkust van Borneo (1826). Benteng ini dibangun untuk memperkuat garnisun militer di Schans van Thuijl dan Kween. Dua garnisun ini mengawal pusat pemerintahn di Bandjarmasin.

Untuk menghubungkan Fort Tabanio dan kota Martapoera, pemerintah mulai merintis pembangunan jalan dari benteng Tabanio ke Martapoera. Jalan baru ini juga dihubungkan ke Pelaihari. Inilah jaringan jalan darat pertama di pulau Kalimantan. Seperti kita lihat nanti dari embrio jalan darat inilah kemudian jalan darat diperluas hingga ke Barabai (dan seterusnya) melalui Rantaoe dan Kandangan.

Sejak diratifikasinya perjanjian dengan sejumlah Soeltan di pulau Borneo pada tahun 1846, pembentukan cabang pemerintahan ke pantai timur Borneo (yang akan berpusat di Samarinda), penempatan Controleur di Kotabaroe dipindahkan ke Pelaihari (district Tanah Laut). Dengan demikian nama district yang baru disebut district Tanah Laut en Pulau Laut.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Trans-Kalimantan: Tempo Doeloe Sungai, Jaringan Udara Masa Kini Tidak Cukup

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar