Senin, 19 September 2022

Sejarah Jambi (46): Tokoh Nasional Lahir di Jambi, Abdoel Hakim dan Mochtar Lubis; Pemerintahan Era Hindia Belanda di Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Ada dua tokoh Jambi beda generasi yang saya kenal yakni tokoh senior Ali MA Rachman dan tokoh junior Armidis Fahmi. Prof Ali MA Rachman pernah menjadi Rektor Universitas Jambi yang mengajari saya bagaimana cara meneliti yang baik (reliabel) dan benar (valid). Armidis Fahmi, seorang penulis muda. Tentu saja banyak tokoh Jambi dalam berbgai bidang yang saya ketahui tetapi hanya mereka berdua yang saya kenal baik dan benar. Sultan Moehidin dan Suktan Thaha saya ketahui tetapi tidak saya kenal. Mereka berdua hidup pada era Pemerintah Hindia Belanda.


Dalam laman Wikipedia tokoh Jambi cukup banyak dalam Daftar tokoh Jambi. Daftar tokoh Jambi ini memuat nama tokoh-tokoh yang lahir atau keturunan dan berperan di Provinsi Jambi. Khusus mengenai tokoh-tokoh dari Kota Jambi, dan Kota Sungai Penuh bisa dilihat di Daftar tokoh Kota Jambi, dan Daftar tokoh Kota Sungai Penuh. Akademisi dan ahli antara lain Prof. Dr. Ir. Ali MA Rachman, MA (lahir 8 Juli 1944) adalah seorang akademisi Indonesia yang pernah menjadi dosen pembimbing skripsi saya dan saya menjadi asisten beliau dalam mata kuliah Ekologi Manusia dan Antropologi Ekonomi. Saya juga pernah menjadi asisten dosen anaknya dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi. Pak Ali, pernah menjadi Rektor Universitas Jambi periode 1999-2003 dan Kepala Sub Bagian Konservasi Tumbuhan Institut Pertanian Bogor 2003-2007. Tokoh akademik lainnya dari Jambi antara lain Aulia Tasman dan Abdul Bari Azed; Artis dan seniman antara lain Christine Hakim, Baim, Zumi Zola; Aktivis dan wartawan antara lain Butet Manurung dan Yurika Warninda; Atlet dan wasit nasional antara lain Elfira Rosa Nasution dan Herry Maitimu; Menteri dan pejabat tinggi negara, antara lain David Napitupulu, Edi Sudradjat Marzuki Usman, Rizal Djalil dan Datuk Ishak bin Abdul Aziz; Militer dan kepolisian, pahlawan dan pejuang antara lain Depati Parbo, Raden Mattaher dan Sultan Thaha Syaifuddin; Pelaku ekonomi antara lain Muhammad Ridwansyah; Pelaku politik antara lain Masjchun Sofwan dan Zulkifli Nurdin; Sastrawan dan budayawan antara lain Setya Ardhi dan Dimas Arika Mihardja; Tokoh kerajaan antara lain Orang Kayo Hitam. 

Lantas bagaimana sejarah tokoh nasional lahir di Jambi, Abdul Hakim dan Mochtar Lubis? Seperti yang disebut di atas, tokoh nasional asal Jambi cukup banyak, tetapi masih ada tokoh nasional lainnya yang terlupakan. Namun faktanya lahir di Jambi. Lalu bagaimana sejarah tokoh nasional lahir di Jambi, Abdul Hakim dan Mochtar Lubis? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tokoh Nasional Lahir di Jambi, Abdul Hakim dan Mochtar Lubis; Pemerintahan Era Hindia Belanda di Jambi

Pada tahun 1901 Pemerintah Hindia Belanda mulai membentuk cabang pemerintahan di wilayah Kerinci. Tahun 1903, Sultan Rusli, Sultan Indrapura membantu Pemerintah Hindia Belanda. Namun itu semua ditolak dan mendapat perlawanan orang Kerinci yang dipimpin oleh Depati Purbo. Tahun 1904, di Kerinci mulai direalisasikan pemerintahan yang menjadi bagian dari Residentie Jambi. Sementara itu di Djambi terjadi perubahan politik, otoritas Sultan Fjambi dilikuidasi tahun 1905.


Pada tahun 1906 wilayah Djambi dipisahkan dari Residentie Palembang dengan membentuk residentie baru, Residentie Djambi (Stbls. 1906 No 187 dan No 289). Residentie Djambi terdiri dari (1) Djambi (hoofdplaats Djambi); (2) Moearotembesi (hoofdplaats Moearotembesi); (3) Moearotebo (hoofdplaats Moearotebo). (4)  Djambische Bovenlanden (hoofdplaats Bangko), terdiri dari empat distrik: (a) Bangko (hoofdplaats Bangko'); (b) Moearoboengo (hoofdplaats Moearoboengo); (c) Sarolangoen (hoofdplaats Sarolangoen); (d) Koerintji (hoofdplaats Soengai Penoeh). Berdasarkan Almanak 1909 di Afdeeling Djambische Bovenlanden ditempatkan seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Bangko dan di distrik-distrik ditempatkan masing-masing Controleur yang dibantu oleh seorang demang. Di distrik Moeraboengo demang dijabat oleh Ali alias si Kali gelar Soetan Oloan dan di district Kerintji ada dua demang salah satu adalah Ihrahim gelar Soetan Goeroe. Sedangkan demang di district Sarolangoen adalah Ismail gelar Mangaradja Gading. Demang juga ada di Djambi, Moeratembesi dan Bangko.

Dalam proses pembentukan cabang pemerintahan di wilayah Djambi, sejumlah pejabat local ditempatkan di wilayah Djambi. Mangaradja Gading ditempatkan di district Saroelangoen dengan jabatan sebagai opziener (pengawas). Tidak diketahui secara pasri kapan Mangaradja Gading dari Padang Sidempoean (Residentie Tapanoeli) mulai bertugas di district Saroelangoen. Yang jelas putranya yang kedua lahir di Saroelangoen (15 Juli 1905), yang diberi nama Abdoel Hakim. Dalam perjalanan karirnya di Djambi, dipromosikan menjadi demang.


Dari Sarolangun selanjutnya, Mangaradja Gading dipindahkan ke kota Jambi. Di kota ini, Mangaradja Gading memasukkan Abdul Hakim di sekolah ELS untuk mengikuti abangnya yang sudah lebih dahulu bersekolah. Namun karena sudah cukup lama bertugas di Jambi, Mangaradja Gading minta dipindahkan ke Sibolga. Abdul Hakim tidak selesai mengikuti sekolah ELS. Pada tanggal 19 Juli 1916 Mangaradja Gading pulang kampong dengan menumpang kapal s.s. van Hogendorp trayek Medan-Batavia berangkat dari Jambi (kapal ini singgah di beberapa kota penting seperti Pekanbaru, Jambi dan Palembang). Dalam manifes kapal disebutkan Mangaradja Gading dengan istri dan enam orang anak. Ini mengindikasikan lima anak Mangaradja Gading lahir di Jambi. Dalam manifes kapal juga disebutkan nama Baginda Oloan Soripada dengan istri dan dua orang anak. Dari Batavia mereka melajutkan perjalanan dengan menggunakan kapal Batavia ke pantai barat Sumatra yang juga singgah di Sibolga. Salah satu nama anak Soetan Oloan adalah Abdoellah Sjoekoer.

Mangaradja Gading dan Soetan/Baginda Oloan yang sama-sama pernah bertugas di wilayah Residentie Djambi pada tahun 1916 diketahui berangkat dari Djambi ke Batavia. Apa yang terjadi belum diketahui secara jelas. Jika memperhatikan rekam jejak mereka yang sudah lama bertugas di wilayah Djambi, tidak ada alasan untuk pulang kampong lagi ke Residentie Tapanoeli.


Apa yang menyebabkan Mangaradja Gading dan Soetan/Baginda Oloan berangkat dari Djambi mulai sedikit terinformasikan. Dagblad van Zuid-Holland en 's-Gravenhage, 25-04-1917 memberitakan bahwa kami telah mewawancarai démang Pemaijoeng (district Batanghari), Soetan Oloan, yang sedang berada di Buitenzorg. Residen Jambi harus menyelidiki: (1) Mengapa demang Saroelangóen dan demang Djambi meminta dipindahkan ke pantai barat Sumatera sebelum pecahnya gangguan yang terjadi di wilayah Djambi; (b). Apa yang dimaksud dengan pernyataan demang Soetan Oloan, ketika berada di Batavia: "Jika saya mendapat perintah untuk kembali ke Djambi, saya akan mengundurkan diri dari dinas pemerintahan dalam negeri". Dia telah memperoleh perpanjangan cuti dokter ke Pantai Barat Sitmatra.

Sebab-sebab mengapa Mangaradja Gading dan Soetan/Baginda Oloan keluar dari wilayah Djamb diduga karena Gerakan Sarikat Islam yang terus mengalami eskalasi di wilayah Djambi. Tampaknya dua demang asal Padang Sidempoean tersebut tidak Kembali lagi ke Wilayah Djambi setelah belasan tahun berttugas sejak cabang pemerintahan di wilayah Jambi dibentuk. Soetan Oloan dalam perkembangannya diketahui telah menjabat sebagai demang di Mandailing (lihat De Sumatra post, 29-03-1920). Bagaimana tentang Mangaradja Gading tidak terinformasikan lagi. Pangkat terakhir Soetan Oloan diketahui sebagai Commies (setingkat di bawah Ontvanger, jabatan tertinggi bagi pegawai pemerintah untuk pribumi).


Anak Soetan Oloan bernama Abdoellah Sjoekor (demang di Mandailing) pada tahun 1922 diketahui dengan jabatan sebagai aspiran Commies yang dipindahkan dari Sibolga ke Belawan. Lulusan Mulo yang menjadi pegawai pemerintah ditempatkan pada posisi Aspiran Commies (sedangkan lulusan OSVIA ditempatkan sebagai asisten demang). Ini mengindikasikan jabatan anak Soetan Oloan sudah lebih tinggi dari dirinya. Sementara itu, Abdoel Hakim Harahap, anak Mangaradja Gading pada tahun 1925 lulusan Mulo di Padang melanjutkan studi ke HBS di Prins Hendrik Schoool (PHS) di Batavia. Di sekolah ini pada tahun 1921 lulus HBS (social) Mohamad Hatta (melanjutkan studi ke fakultas ekonomi di Rotterdam) dan HBS (ipa) Ida Loemongga Nasoetion (melanjutkan ke Belanda fakultas kedokteran di Universiteit Amsterdam). Abdoel Hakim Harahap memilih HBS social dan aktif di Jong Islamieten Bond. Pada tahun 1927 Abdoel Hakim Harahap lulus dan kemudian ditempatkan sebagai pegawai bea dan cuka di Belawan. Pada tahun 1930 Abdoel Hakim Harahap terpilih sebagai anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan,

Pada tahun-tahun ini yang menjadi Demang di Kerintji adalah Marah Hoesin gelar Radja Pandapotan (memulai karir sebagai PNS di Bengkali dan Medan dan dipindahkan ke Kerintji tahun 1912). Salah satu anaknya lahir di Soengai Penoeh tanggal 7 Maret 1922 yang diberi nama Mochtar. Pendahulu Marah Hoesin di Kerintji sebagai demang, seperti disebut di atas adalah Ihrahim gelar Soetan Goeroe. Keduanya sama-sama berasal dari (onderafdeeling) Mandailing; sedangkan Mnagaradja Gading dan Soetan Oloan sama-sama dari onderafdeeling Angkola, Afdeeling Padang Sidempoean, residentie Tapanoeli. Nama Mochtar kelak lebih dikenal dengan nama Mochtar Lubis


Dalam catatan sejarah masa kini, Mochtar Lubis dengan tanggal kelahiran yang sama (7 Maret 1922) adakalanya ditulis lahir di Padang dan adakalanya ditulis lahir di Soengai Penoeh. Keduanya ada benarnya. Saat menjelang kelahiran, ibunya dibawa ke kota Padang, Hal itulah mengapa Mochtar Lubis dicatat lahir di Padang, tetapi akte domisili orangtuanya di Soengai Penoeh. Dengan demikian, dalam hal ini, tidak salah jika disebiutkan bahwa Mochtar Lubis kelahiran Djambi, tepatnya di Soengai Penoeh, onderafdeeling Kerintji. Hal serupa ini banyak ditemukan pada sejumlah individu termasuk Charoel Saleh, yang secara defecto lahir di rumah sakit di Sawah Loento, tetapi secara dejure orangtuanya Dr Achmad Saleh berdomisili di Taloe (district Air Bangis-Ophir).

 Tunggu deskripsi lengkapnya

Pemerintahan Era Hindia Belanda di Jambi: Awal Mula Pencatatan Nama Tokoh Jambi

Diaspora orang Angkola Mandailing (Residentie Tapanoeli) sudah sejak lama tersebar di seluruh Hindia Belanda. Diantara generasi pertama, dua yang cukup menonjol adalah Dja Endar Moeda, mantan guru pemilik sekolah di Padang tahun 1895 yang kemudian mengakuisisi surat kabar berbahasa Melayu Pertja Barat tahun 1900. Pada tahun ini, Dja Endar Moeda menginisiasi pendirian organisasi kebangsaan Medan Perdamaian, organisasi kebangsaan Indonesia yang pertama (jauh sebelum terbentuk Boedi Oetomo, 1908). Pada tahun 1908 Soetan Casajangan di Belanda menginisiasi organisasi kebangsaan yang diberi nama Indische Vereeniging. Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda dan Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan sama-sama kelahiran Padang Sidempoean dan sama-sama alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean.


Para diaspora Angkola Mandailing, yang lahir di rantau diantaranya Abdoel Hakim Harahap (Sarolangoen), Amir Sjarifoeddin Harahap (lahir di Medan 1907; kelak menjadi Perdana Menteri RI)); Ida Loemongga Nasution lahir di Padang tahun 1904 (kelak menjadi perempuan Indonesia pertama bergelar doctor); Gele Haroen Nasoetion lahir di Sibolga tahun 1910 (kelak menjadi residen pertama Lampoeng); Sakti Alamsayah Siregar lahir di Galang tahun 1922 (kelak menjadi pendiri surat kabar Fikiran Rakjat Bandoeng); Zulkifli Lubis lahir di Atjeh tahun 1923 (kelak menjadi kelapa intelijen RI pertama); Boerhanoeddin Harahap lahir di Medan 1917 (kelak menjadi Perdana Menteri RI). Adam Malik lahir di Pematang Siantar 1917 (kelak menjadi Wakil Presiden RI). Hingga tahun 1931 diaspoera Angkola Mandailing yang meraih gelar doctor di Belanda sebanyak tujuh orang (terbanyak kedua setelah diaspoera Jawa). Dalam fase ini, seperti disebut di atas ada dua diapora Angkola Mandailing yang lahir di wilayah Jambi: Abdoel Hakim Harahap dan Mochtar Lubis.

Setelah tujuh tahun menjadi anggota gemeenteraad di Medan, Abdoel Hakim Harahap dalam tugasnya sebagai pejabat bea dan cukai dipindahkan ke Batavia pada tahun 1937. Pada tahun ini, sementara ayahnya tetap menjabat sebagai demang di Djambi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1937), Mochtar Lubis lulus sekolah dasar berbahasa Belanda (HIS) di Soengai Penoeh dan kemudian melanjutkan sekolah ekonomi di Kajoe Tanam (lulus 1940). Awalnya bekerja di suatu bank di Batavia, tetapi karena disita pada saat Pendudukan Militer Jepang, Mochtar Lubis diajak Parada Harahap, seorang jurnalis terkenal di Batavia masuk ke badan pemberitaan Jepang (bersama Adam Malik dan Sakti Alamsjah Siregar serta BM Diah),

Tunggu deskripsi lengkapnya


 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar