Laman

Senin, 19 September 2022

Sejarah Jambi (47): Sarikat Islam di Jambi; Organisasi Kebangsaan Indonesia Beragam Faksi (Nasionalis, Idiologis, Kedaerahan)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi (1978/1979) khususnya Bab-3 pada Sub-bab C: Interaksi di daerah dengan kegiatan partai/organisasi, antara lain : 1. Po/itik, terutama politik pemerintah Hindia Belanda di Jambi dan interaksi dengan serikat Islam; 2. Sosial, organisasi sosial yang ada di daerah Jambi, hanya menyebut Sarikat Islam saja yang berkiprah di wilayah Jambi. Pertanyaannya: apakah ada organisasi kebangsaan Indonesia lainnya di wilayah Jambi pada era Hindia Belanda?


Syarikat Islam (disingkat SI), atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi yang dibentuk oleh Haji Samanhudi dan kawan-kawan ini adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat pada masa itu. Pada kongres pertama SDI di Solo tahun 1906, namanya ditukar menjadi Sarikat Islam. Pada tanggal 10 September 1912 berkat keadaan politik dan sosial pada masa tersebut HOS Tjokroaminoto menghadap notaris B. ter Kuile di Solo untuk membuat Sarikat Islam sebagai Badan Hukum dengan Anggaran Dasar SI yang baru, kemudian mendapatkan pengakuan dan disahkan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September 1912. HOS Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan sosial. ke arah politik dan Agama untuk menyumbangkan semangat perjuangan islam dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa tersebut. Selanjutnya karena perkembangan politik dan sosial SI bermetamorfosis menjadi organisasi pergerakan yang telah beberapa kali berganti nama yaitu Central Sarekat Islam (disingkat CSI) tahun 1916, Partai Sarekat Islam (PSI) tahun 1920, Partai Sarekat Islam Hindia Timur (PSIHT) tahun 1923, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) tahun 1929, Syarikat Islam (SI) tahun 1973 karena keluar dari Majelis Tahkim ke-33 tahun 1972 di Majalaya, dan pada Majlis Tahkim (kongres nasional) ke-35 di Garut tahun 2003, namanya diganti menjadi Syarikat Islam (disingkat SI). Sejak kongres tersebut, eksistensi dan pergerakan Syarikat Islam yang masih ada dan tetap bertahan hingga sekarang disebut Syarikat Islam Indonesia (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sarikat Islam di Jambi? Seperti yang disebut di atas, organisasi kebangsaan berlabel Islam didirikan dan berkembang di Jawa. Sarikat Islam kemudian memperluas jangkaun wilayah politiknya tidak hanya ke Medan, bahkan juga di Jambi. Sarikat Islam adalah salah satu organisasi kebangsaan dari faksi-faksi yang berbeda atas dasar nasionalis, idiologis dan kedaerahan. Lalu bagaimana sejarah Sarikat Islam di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sarikat Islam di Jambi; Organisasi Kebangsaan Indonesia Faksi Nasionalis, Idiologis dan Kedaerahan

Ada satu peristiwa penting yang terjadi pada awala tahun 1913 di Bandoeng, dimana Inidsche Partij menyelenggarakan rapat umum. Tida tokoh utama dalam rapat umum itu adalah Dr Tjipto Mangoenkosoemo, Soewardi Soerjaningrat dan Douwes Dekker. Tidak lama setelah pertemuan publik diberitakan bahwa di Bandoeng didirikan cabang Sarikat Islam (SI) pada tanggal 9 Februari 1913 di aloon-aloon yang dihadiri 400 orang (lihat De Preanger-bode, 10-02-1913). Ketua Sarikat Islam Bandoeng adalah Soewardi Soerjaningrat. Dalam pidatonya Soewardi menyebutkan kantor pusat Sarikat Islam di Soerabaja akan direlokasi ke Malang karena sebab tekanan pemerintah.


Dalam perkembangannya muncul di Soerabaja surat kabar Oetoesan Hindia organ SI (lihat De Preanger-bode, 16-03-1913). Dalam edisi kedua surat kabar mingguan ini terdapat tulisan Abdoel Moeis, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Raden Soewardi. Pada waktu Kongres SI di Solo, Soewardi turut hadir (lihat De Preanger-bode, 26-03-1913). Disebutkan Delegasi dari Bandung, RM Soewardi, presiden SI disana, memberikan pidato tentang gagasan nasionalis yang harus diberikan kepada SI atas gagasan agama. Pidaro Soewardi mendapat protes dari kolompok Arab dari Soerabaja. Raden Mas Soewardi di Bandoeng dalam tempo sesingkat-singkatnya telah menjadi tokoh penting. Raden Mas Soewardi sebagai presiden SI cabang Bandoeng yang pertama. Raden Mas Soewardi telah hadir di berbagai pertemuan dan memberikan gagasan baik di panggng maupun di dalam media. Gagasannya selalu dalam hal menentang Belanda. Raden Mas Soewardi memperkenalkan visi nasionalis di SI (meski ada protes). Visi nasionalis sudah terbentuk lebih awal di Belanda di bawah bendera Indisch Vereniging (Perhimponenan Hindia). Pada tanggal 20 Oktober 1911 pendiri Indische Vereeniging, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan telah berpidato di hadapan orang-orang Belanda para peminat Hindia dengan makalah 18 halaman dengan judul 'Verbeterd Inlandsch Onderwijs' (peningkatan pendidikan pribumi): Berikut beberapa petikan penting isi pidatonya: Geachte Dames en Heeren! (Dear Ladies and Gentlemen)…..saya selalu berpikir tentang pendidikan bangsa saya...cinta saya kepada ibu pertiwa tidak pernah luntur...dalam memenuhi permintaan ini saya sangat senang untuk langsung mengemukakan yang seharusnya..saya ingin bertanya kepada tuan-tuan (yang hadir dalam forum ini). Mengapa produk pendidikan yang indah ini tidak juga berlaku untuk saya dan juga untuk rekan-rekan saya yang berada di negeri kami yang indah. Bukan hanya ribuan, tetapi jutaan dari mereka yang merindukan pendidikan yang lebih tinggi...hak yang sama bagi semua...sesungguhnya dalam berpidato ini ada konflik antara 'coklat' dan 'putih' dalam perasaan saya (melihat ketidakadilan dalam pendidikan pribumi).

Seperti yang dapat diduga kegalauan Raden Mas Soewardi dalam soal visi nasional akhirnya menjadi kenyataan. Raden Mas Soewardi keluar dari Sarikat Islam (lihat De Preanger-bode, 18-07-1913). Disebutkan dalam rapat dewan Sarikat Islam yang diadakan semalam, RM Soewardi dan Abdul Moeis, masing-masing sebagai ketua dan sekretaris, mengajukan pengunduran diri karena keadaan yang mendesak. Kedua fungsi akan dilakukan sementara oleh AH Wignjadisastra dan Abdul Gani’. Apa yang menjadi alasan mendesak Raden Mas Soewardi mengundurkan diri dari kepengurusan SI cabang Bandoeng tidak diketahui secara jelas. Padahal Raden Mas Soewardi adalah pendiri SI Bandoeng dan SI Bandoeng sendiri bahkan masih belum mapan sebagao organisasi cabang yang belum lama didirikan, Apakah Raden Mas Soewardi telah menemukan haluan baru?


Beberapa hari kemudian di Bandoeng nama Raden Mas Soewardi yang telah sering ditulis sebagai Soewardi Soerjaningrat diketahui telah terlibat dalam penyebaran pamflet (lihat De Preanger-bode, 26-07-1913). Disebutkan dalam pamflet tersebut bahwa komite penduduk pribumi akan melakukan peringatan pembebasan dari Belanda dan akan mengirim telegram kepada Ratu pada hari peringatan tersebut. dan juga ingin meminta pembentukan segera parlemen Hindia. Pamflet ini telah dikeluarkan Komite brosur pertama tertanggal 12 Juli 1913. Selebaran yang beredar tersebut telah disita dan mereka itu dianggap telah melakukan perilaku yang tidak patut dan bahwa ini tidak dapat ditoleransi. Komite itu kemudian diketahui Komite Boemi Poetra (lihat De Preanger-bode, 30-07-1913). Disebutkan para anggota Komite Boemi Poetra telah dipenjara, termasuk ketua Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (sekretaris-bendahara). Penangkapan ini terkait dengan pembuatan selebaran. ‘Als ik een Nederlander was’ (Jika saya seorang Belanda, saya pertama-tama akan memberi kebebasan kepada orang-orang yang diperbudak, dan kemudian pertama-tama memperingati kebebasan kita sendiri!). Pamflet ini diketahui telah beredar di Solo, Chirebon dan Batavia (lihat De Preanger-bode, 31-07-1913). Dalam perkembangan terbaru Abdul Moeis dan Wirnjadisastra (lihat De Preanger-bode, 01-08-1913). Disebutkan bahwa tadi malam jam setengah lima anggota komite yang dipenjara anggota Komite Boemi Poetra Abdul Moeis dan Wirnjadisastra dibebaskan. (Sementara) Tjipto dan Soewardi tetap ditahan. Kami diberitahu bahwa jaksa penuntut umum telah meminta akses hukum untuk distribusi pamflet terkenal itu terhadap manajemen harian komite Boemi Poetra yang terdiri dari Tjipto, Soewardi dan Moeis’. Di lain pihak Tjokroaminoto wakil presiden SI yang datang ke Bandoeng selain sosialisasi SI juga untuk pengesahan pengurus baru SI Bandoeng menganggap tindakan Tjipto Mangeoenkoesoe telah menyerat orang-orangnya (lihat De Preanger-bode, 02-08-1913). Kasus Tjipto dan Soewardi ini sudah dibicarakan dalam Dewan Hindia yang dihadiri oleh Gubernur Jenderal (De Preanger-bode, 05-08-1913). Dalam perkembangan terbaru Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat serta EFE Douwes Dekker akan diambil langkah-langkah oleh pemerintah lebih lanjut untuk agitasi agresif (lihat De Preanger-bode, 05-08-1913). Komite Boemi Poetra ini pada masa ini disebut sebagai Indische Partij (Partai Hindia). Indische Partij didirikan pada tanggal 25 Desember 1912. Para pendiri adalah EFE Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Raden Mas Soewardi. Indische Partij ini merupakan partai orang Indonesia dan Indo (orang Eropa/Belanda lahir di Indonesia). Dalam konteks inilah Sarikat Islam memperluas jangkauan politik ke berbagai daerah termasuk ke Medan dan Jambi. Dalam situasi dan kondisi ini ada tiga arus politik yang terjadi: idiologis (berbasis agaa: Islam), nasionalis (Indisch Partij di Bandoeng: Indo dan pribumi; Indische Vereeniging di Belanda: hanya pribumi saja); dan kedaerahan (Boedi Oetomo).

Siring perkembangan terbaru di Jawa dan di Belanda, dalam hubungannya antara organisasi kebangsaan yang bersifiat idiologis dan yang bersifat nasionalis, pada bulan Mei 1914 di wilayah Jambi dilaporkan kehadiran Sarikat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-08-1914). Disebutkan pada rapat yang diadakan pada tanggal 10 Mei di pasar di Jambi, dengan sepengetahuan pengurus, Wakil Presiden SI Pusat Goenawan. Yang juga pemimpin redaksi surat kabar berbahasa Melayu Pentjaran Warta yang terbit di Batavia, menjelaskan tujuan Sarikat-Islam yang setelah itu dilakukan penunjukan dewan sementara di bawah presidium, seorang penulis di Djambische Volksbank Abdoel Manan, seorang Palembang.


Pada masa ini kerap di narasikan di wilayah Jambi bahwa Sarekat Islam merupakan organisasi Islam besar di Indonesia yang mulai menyebarkan pengaruhnya ke pulau Sumatera dan mendirikan salah satu cabangnya di Jambi pada 1914. Sarekat Islam di Jambi tidak berlangsung lama, hanya mampu bertahan selama 3 tahun (1914-1917). Namun kehadiran Sarekat Islam di Jambi merupakan bagian penting dalam sejarah pergerakan di Jambi, karena melalui Sarekat Islam rakyat Jambi mampu mengorganisir pergerakan yang awalnya tidak terorganisir menjadi gerakan sosial yang berarti. Juga disebutkan bahwa keterlibatan Sarekat Islam dalam pemberontakan pada 1916. Dinarasikan lebih lanjut bahwa kehadiran Sarekat Islam di Jambi bertujuan memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi. Namun, pada perjalanannya Sarekat Islam digunakan sebagai alat untuk melakukan pemberontakan di Jambi pada 1916. Pemberontakan tersebut dibubuhi paham milenaris atau kedatangan Mahdi yang akan menyelamatkan rakyat Jambi dari kesengsaraan dan mengusir orang Belanda dari tanah Jambi. Hal tersebut didorong oleh anggota Sarekat Abang yang sekaligus menjadi anggota Sarekat Islam. Namun Belanda tidak tinggal diam dan meredam pemberontakan dengan kekuatan militer. Sekitar April 1917 Sarekat Islam resmi dibubarkan dan menyebabkan kegiatan organisasi berhenti sama sekali. (lihat Husnil Khatimah Nst (2021) GERAKAN SAREKAT ISLAM DI JAMBI TAHUN 1914-1917. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

Sebagaimana dideskripsikan pada artikel sebelum ini, di wilayah Jambi terjadi kasus yang sempat menyita perhatian pemerintah ketika dua demang asal Angkola Mandailing Mangaradja Gading dan Soetan Oloan yang sama-sama bertugas di wilayah Residentie Djambi pada tahun 1916 diketahui keluar dari Jambi dan berangkat ke Batavia. Jika memperhatikan rekam jejak mereka yang sudah lama bertugas di wilayah Djambi, tidak ada alasan untuk pulang kampong lagi ke Residentie Tapanoeli (mereka sudah menjadi warga/penduduk Jambi). Tampaknya mengapa meninggalkan Jambi diduga ada kaitannya dengan kehadiran Sarikat Islam di Jambi (lihat Dagblad van Zuid-Holland en 's-Gravenhage, 25-04-1917).


‘Disebutkan kami telah mewawancarai démang Pemaijoeng (district Batanghari), Soetan Oloan, yang sedang berada di Buitenzorg. Residen Jambi harus menyelidiki: (1) Mengapa demang Saroelangóen (Mangaradja Gading) dan demang Djambi (Soetan Oeloan) meminta dipindahkan ke Pantai Barat Sumatera (Residentie Tapanoeli) sebelum pecahnya gangguan yang terjadi di wilayah Djambi (yang diduga ada keterlibatan Sarikat Islam, pen); (b). Apa yang dimaksud dengan pernyataan demang Soetan Oloan, ketika berada di Batavia, menyatakan: "Jika saya mendapat perintah untuk kembali ke Djambi, saya akan mengundurkan diri dari dinas pemerintahan dalam negeri". Saat ini dia (Soetan Oloan) telah memperoleh perpanjangan cuti dokter ke Pantai Barat Sitmatra (di Residentie Tapanoeli).

Mangaradja Gading dan Soetan/Baginda Oloan keluar dari wilayah Djamb diduga karena gerakan Sarikat Islam yang terus mengalami eskalasi di wilayah Djambi. Tampaknya dua demang asal Padang Sidempoean tersebut tidak kembali lagi ke wilayah Djambi setelah belasan tahun bertugas sejak cabang pemerintahan di wilayah Jambi dibentuk kali pertama. Soetan Oloan dalam perkembangannya diketahui telah menjabat sebagai demang di Mandailing (lihat De Sumatra post, 29-03-1920). Bagaimana tentang Mangaradja Gading tidak terinformasikan lagi (mungkin telah mengundurkan diri dari pemerintahan/pensiun dini).

 

Mangaradja Gading dan Soetan/Baginda Oloan telah mengorbankan karir mereka di wilayah Jambi setelah belasan tahun memimpin penduduk pribumi dalam pembangunan wilayah, hanya karena semata-mata kehadiran Sarikat Islam. Mengapa Sarikat Islam telah berubah dari tujuan aslinya? Di Soerabaja ada penolakan dari golongan Aran terhadap nasinalisasi Sarikat Islam. Di Bandoeng, pendiri Sarikat Islam, Soewardi Soerjaningrat justru mengundurkan diri dari Sarikat Islam (yang kemudian digantikan oleh Abdoel Moeis dkk). Besar dugaan hal serupa inilah yang terjadi di Jambi dimana Mangaradja Gading dan Soetan/Baginda Oloan ‘hengkang’ dari Jambi kembali ke kampong halaman di Tapanoeli. Pada tahun 1914 Sarikat Islam kurang diterima di wilayah Residentie Tapanoeli (dan hanya berkembang di Sumatra Timur). Mengapa? Ada perbedaan antara organisasi Islam yang berorientasi internasional (Sarikat Islam) dan yang berorientasi local (nasional). Hal itulah diduga mengapa Soewardi Soerjaningrat (yang kelak dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara) mengundurkan diri di Bandoeng. Organisasi Islam di wilayah Tapanoeli lebih berorientasi nasionalis (ini dapat diperhatikan pendirian organisasi kebangsaa pertama Medan Perdamaian di Padang tahun 1900 dan organisasi kebangsaan di Belanda Indische Vereeniging tahun 1908 yang keduanya diinisiasi oleh dua mantan guru asal Padang Sidempoean). Sangat jarang tokoh Tapanoeli, baik di Sumatra maupun di Jawa yang aktif di dalam Sarikat Islam. Mangaradja Gading dan Soetan/Baginda Oloan besar dugaan adalah Islam nasionalis (yang berbeda visi dengan Sarikat Islam). Sebagaimana diketahui, ayah Mangaradja Gading di Tapanoeli termasuk tokoh pendiri Naqsabandiah. Anak Mangaradja Gading, yang lahir di Saroelangoen (1905) Abdoel Hakim Harahap kelak dikenal sebagai pendiri partai (kebangsaan) Masjumi di Residentie Tapanoeli (pernah menjadi Residen Tapanoeli (1947-1949), Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta 1950, Geubernur Sumatra Utara (1951-1953) dan Menteri Negara bidang Peratahanan (1954/1955)..

Sarikat Islam di wilayah Jambi tidak berumur panjang. Seperti di Jawa, Sarikat Islam yang mulai tumbuh di wilayah Jambi, segera dipadamkan oleh Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Jambi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Organisasi Kebangsaan Indonesia Faksi Nasionalis, Idiologis dan Kedaerahan: Apakah Sarikat Islam Saja di Jambi?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar