Laman

Sabtu, 01 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (21): Latif Pane, Kepala Pengadilan (Landraad) di Pangkal Pinang;Pecatur Terkenal Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Indonesia itu sangat luas, dari Sabang hingga Merauke. Demikian juga pada era Pemerintah Hindia Belanda, antara pulau Weh hingga pulau Papua. Gambaran pemerintahan nasional pada masa kini tidak berbeda jauh dibanding pada era Hindia Belanda. Seorang pejabat dari satu daerah ke daerah lain, demikian sebaliknya. Banyak diantara mereka yang putra-putrinya lahir di Bangka Belitung. Satu pejabat yang berasal dari Padang Sidempoean pernah bertugas di Pangkal Pinang pada era Pemerintah Hindia Belanda, Latif Pane.


Dalam laman Wikipedia, banyak nama dalam Daftar tokoh Kepulauan Bangka Belitung. Namun hanya daftar itu memuat tokoh-tokoh yang berasal dari provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tokoh bidang Politikus, Negarawan, Pengusaha, Pemuda dan lainnya, antara lain Prof. Adrianus Meliala, Antasari Azhar, Prof. Ahmad Noermandi, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Ir. Ahmad Damiri, Chandra Setiawan, DN Aidit, Daniel Tjen, Hanta Yuda, Hendra Lie, Lili Pintauli Siregar, Rustam Effendi, Satrio Budihardjo Joedono, Tan Tjhoen Lim, The Chung Shen, Soeseno Tedjo, Yusril Ihza Mahendra, Brigjen Roma Hutajulu. Penulis, Ilmuwan, Seniman, Musisi, Budayawan, Tokoh Pemuda, Olahragawan, Wartawan dan sebagainya, diantaranya Andrea Hirata, Delon, Idang Rasjidi, Rafika Duri, Rosiana Silalahi, Supardi Nasir, Tarman Azzam. Pahlawan Bangka dan Belitung, antara lain Batin Tikal, Depati Amir, Depati Bahrin, Depati Hamzah, Hamidah, Hanandjoeddin, Depati Tjakraningrat dan Tony Wen.

Lantas bagaimana sejarah Latif Pane, Kepala Pengadilan Landraad di Pangkal Pinang, Bangka? Seperti disebut di atas, banyak tokoh yang lahir maupun yang pernah berkiprah di Bangka dan Belitung. Satu nama local terkenal adalah Basuki Tjahaja Purnama. Namun diantaranya banyak tokoh di masa lalu, ada nama Latif Pane, seorang ahli hukum yang juga pecatur terkenal di zaman Satur Batak era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Latif Pane, Kepala Pengadilan Landraad di Pangkal Pinang, Bangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Latif Pane, Kepala Pengadilan Landraad di Pangkal Pinang, Bangka; Pecatur Terkenal Era Pemerintah Hindia Belanda

Pada tahun 1916, dua anak Padang Sidempoean merantau ke Batavia, untuk melanjutkan studi. Mereka adalah Latif Pane dan Alimoedin Siregar. Sekolah apa yang mereka ikuti tidak diketahui secara pasti. Pada tahun 1918, keduanya diketahui sama-sama anggota tim catur Rechschool Batavia yang bertanding melawan klub catur dari Buitenzorg (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 28-01-1918). Dicatat tim Rechtschool menang 8 vs 4, yang mana Latif Pane mengalahkan Dr Valeton dan Alimoedin mengalahkan Rochemont.


Siswa yang diterima di Rechtschool (hanya) di Batvia adalah lulusan MULO. Latif Pane lulus sekolah MULO di Medan (lihat Sumatra-bode, 18-05-1916). Tidak diketahui dari sekolah MULO mana Alimoedin lulus. Yang pasti Alimoedin berangkat ke Batavia pada bulan Juli dari Sibolga dengan kapal ss Mossel (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-07-1916). Lama studi di Rechtxhool adalah tiga tahun. Setelah lulus langsung ditempatkan di kantor pengadilan (Landraad) di seluruh Hindia Belanda. Rechtschool sendiri dibuka di Batavia pada tahun 1906 yang setahun kemudian dibuka sekolah kedokteran hewan (veeartsenschool) di Buitenzorg (siswa diterima lulusan MULO). Salah satu angkatan pertama veeartsenschool adalah Sorip Tagor Harahap, yang menjadi dokter hewan pertama Indonesia yang lulus di Universiteiy te Utrecht tahun 1920 (kakek dari Inez/Risty Tagor).

Selama semester pertama tahun 1918 ini tim catur Rechtschool beberapa kali melakukan pertandingan dengan klub-klub di Batavia dan Buitenzorg dimana Latif Pane dan Alimoedin turut berpartisipasi. Pada bulan Mei 1918 Latif Pane dan Alimoedin pulang kampong bersama dengan kapal ss M Treub dari Batavia dan tiba di Medan (lihat De Sumatra post, 29-05-1918). Pada tanggal 8 Juli 1918 Latif Pane kembali ke Batavia dengan kapal ss Rumphius (lihat De Sumatra post, 04-07-1918). Pada tahun 1919, Latif Pane lulus ujian akhir di Rechtschool (lihat De Preanger-bode, 26-05-1919).


Lulusan Rechtschool setara lulusan sekolah menengah (HBS 5 tahun). Lulusan HBS bisa melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Belanda. Di Hindia Belanda belum ada universitas. Sementara lulusan Rechtschool tidak bisa langsung melanjutkan studi ke universitas di Belanda. Namun jika sudah beberapa tahun bekerja di pengadilan (Landraad) dapat melanjutkan pendidikan ke universitas di Belanda. Hal serupa ini juga berlaku untuk lulusan sekolah kedokteran di Batavia (STOVIA) dan lulusan veeartsenschool di Buitenzorg. Dr Soetomo lulusan STOVIA tahun 1912 berangkat studi ke Belanda tahun 1919 dan Sorip Tagor Harahap berangkat studi ke Belanda tahun 1912. Pada tahun 1919 sudah banyak mahasiswa pribumi studi universitas di Belanda. Pada tahun 1921 Mohamad Hatta lulusan HBS di Prins Hendrik School (PHS) Batavia melanjutkan studi ke Belanda (di Rotterdam). Lalu pada tahun 1922 dari PHS Batavia jurusan IPA Ida Loemongga Nasoetion melanjutkan studi di bidang kedokteran di Universitas Amsterdam. Seperti disebut di atas, jika Sorip Tagor adalah dokter hewan pertama Indonesia, maka Ida Lomongga adalah dokter umum pertama Indonesia (dan juga peraih gelar doktor perempuan Indonesia pertama).

Latif Panei sebagai panitera di pengadilan (Landraad) Batavia (lihat De Preanger-bode, 05-06-1919). Namun tidak lama kemudian, Latif Pane sebagai panitera dipindahkan ke Landraad Forr de Kock (lihat De locomotief, 15-08-1919). Setahun kemudian Latif Pane dipindahkan ke Landraad Medan (lihat Sumatra-bode, 18-09-1920). Beberapa bulan kemudian Latif Pane dirpomosikan menjadi pejabat di kantor President van den Raad van Justitie te Soerabaja (lihat Deli courant, 22-01-1921). Dengan jabatan yang sama Latif Pane dipindahkan di kantor President van den Raad van Justitie te Medan (lihat De Sumatra post, 08-06-1921). Lalu kemudian dari Medan dipindahkan ke Semarang (lihat Deli courant, 26-07-1922).


Tampaknya Latif Pane masih bermain catur meski sudah sibuk sebagai panitera dari satu pengadilan ke pengadilan lain di berbagai kota. Di Semarang, Latif Pane termasuk anggota tim catur kota Semarang. Dalam pertandingan yang diadakan pada bulan Januri 1925 tim Semarang melawan tim Jogjakarta (lihat De locomotief, 29-01-1925). Latif Pane sendiri di Semarang sudah menjabat sebagai wakil ketua pengadilan Semarang. Pada tahun 1927 juara catur nasional dari Jogjakarta D. Bleykmans akan menantang tiga pecatur terkuat Semarang yakni Kostjoerin, Latif Panei dan Guykens (lihat De locomotief, 09-02-1927). Tidak terinformasikan hasilnya, namun Latif Pane termasuk salah satu pemain catur terkuat di Semarang. Satu bulan kemudian diberitakan bahwa Latif Pane termasuk salah satu pemain yang diperhatikan di Jawa (lihat De Indische courant, 12-03-1927). Disebut D Meyer, juara catur Hindia Belanda yang selama satu tahun di Belanda telah kembali ke Hindia dan menetap di Semarang. D Meyer akan menantang lima pemain catur kuat dari Jawa Tengah dan Jawa Timur di Semarang dalam satu turnamen NISB, yakni Bleykmans, D Myer, Baay, De Bock, Kostjoerin dan Latif Panei. Bagaimana hasilnya tidak terinformasikan. Pada bulan berikutnya diadakan kompetisi catur se-Jawa/NISB dalam lima kelas (lihat De locomotief, 19-04-1927). Disebutkan dalam kelas utama, ada enam peserta. D. Bleijkmans dari Jogja dengan 4 poin dari 5 pertandingan, yang dengan demikian memperoleh gelar juara catur se-Jawa tahun 1927 dan yang merebut perak juara 2 Latif Panei, dari Semarang dengan 3.5 dari 5 game; hadiah ke-3. HCD de Bock, dari Klaten, dengan 3 poin dari 5 pertandingan. Ini mengindikasikan, jika pecatur Belanda dipisahkan dari pecatur pribumi, maka Latif Panei adalah juara catur se-Jawa (nasional/NISB). Seperti kita lihat nanti, pencapaian yang diraih oleh Latif Pane yang menjadi runner-up kejuaraan nasional catur (secara individu) adalah yang tertinggi yang dapat dicapai oleh pribumi hingga berakhirnya era colonial dan klub terkuat se-Jawa adalah klub Satoer Batak dari Batavia. 

Dalam perkembangannya, Latif Pane wakil ketua Landraad di Semarang, diangkat menjadi kepala pengadilan Landraad di Pangkal Pinang (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 12-12-1928). Sebelumnya, di pengadilan di Semarang, anehnya, bertemu Kembali dengan teman sekampungnya dulu saat mana berangkat ke Batavia tahun 1916, Alimoedin Siregar, lulusan universitas di Belanda. Alimoedin Siregar sendiri adalah salah satu dari tujuh sarjana hukum Indonesia (baca: pribumi).


Seperti halnya Latif Pane, setelah lulus Rechtschool, ditempatkan di berbagai wilayah Hindia Belanda dan berpindah-pindah, pada tahun 1922 Alimoedin Siregar melanjutkan studi hukum ke Belanda, di Universiteit te Leiden.  Setelah lulus dan mendapat gelar sarjana hukum, Alimoedin Siregar tidak langsung pulang ke tanah air, tetapi melanjutkan studinya ke tingkat doctoral. Pada tahun 1925, Alimoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi lahir di Batang Toroe, Padang Sidempoean dinyatakan lulus di Universiteit Leiden dan mendapat gelar doktor (Ph.D) dengan desertasi berjudul: ‘Het grondenrecht in de Bataklanden: Tapanoeli, Simeloengoen en het Karoland’ (lihat De Tijd : godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-05-1925). Radja Enda Boemi adalah ahli hukum pertama dari Tanah Batak yang meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang hukum. Rechts School di Batavia sendiri hingga tahun 1927 telah menghasilkan lulusan sebanyak 189 orang. Diantara mereka ini sebanyak 43 orang melanjutkan studi ke Belanda untuk mendapatkan gelar sarjana hukum Meester (Mr). Hanya beberapa orang yang berhasil meraih gelar doktor (Ph.D) di Belanda. Yang pertama adalah Gondokoesoemo, yang kedua adalah RM Koesoemah Atmadja. Yang ketiga adalah Raden Soegondo. Yang keempat adalah Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi dan yang kelima adalah Soebroto dan yang keenam adalah Raden Soepomo. Sebagaimana diketahui sejak 1924 di Batavia dibuka fakultas hukum (Rechthoogeschool). Di tanah air Radja Endar Boemi ditempatkan di Raad van Justite di Semarang sebagai wakil (lihat Haagsche courant, 05-10-1925). Sebagaimana diketahui teman lamanya Latif Pane sudah beberapa lama ditempatkan di Semarang. Lalu beberapa bulan kemudian Alimoedin Siregar dipindahkan sebagai wakil di Raad van Justite di Soerabaja dan tidak lama kemudian menjadi kepala pengadilan Soerabaja. Sementara itu di Semarang, posisi Alimoedin Siregar kemudian digantikan oleh Latif Pane. Seperti kita lihat nanti Radja Enda Boemi dipindahkan sebagai kepala pengadilan di Buitenzorg (lihat De Indische courant, 31-07-1929).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pecatur Terkenal Latif Pane dan Era Satur Batak: Tokoh Indonesia di Bangka dan Belitung

Pada bulan Juli 1929 Latif Pane dengan keluarga (istri dan satu anak) berangkat dari Batavia ke Medan (lihat Sumatra-bode, 19-07-1929). Boleh jadi setelah bertugas di Pangkal Pinang, ingin cuti dan pulang kampong ke Padang Sidempoean melalui Medan. Namun tampaknya, Latif Pane tidak kembali ke Paangkal Pinang. Hal ini karena surat kabar yang terbit di Semarang, De locomotief, 07-08-1929 memberitakan Latif Pane diangkat sebagai kepala pengadilan Landraad di Fort de Kock. Dalam berita lain disebutkan Latif Pane diangkat sebagai ketua pengadilan di Fort de Kock yang saat ini sebagai ketua pengadilan di Pangkal Pinang dan Tandjoeng Pandan (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-08-1929).


Sudah barang tentu Latif Pane tidak perlu bergegas ke penembatan yang baru di pengailan di Fort de Kock. Tidak perlu lagi berlayat. Untuk ke Fort de Kock dari Padang Sidempoean cukup dengan jalan darat (mobil) dari Padang Sidempoean ke Fort de Kock. Sebagaimana diketahui, pengadilan Fort de Kock bukan asing bagi Latif Pane. Tidak lama setelah lulus dari rechtschool di Batavia tahun 1919, Latif Pane ditempatkan di Landraad Fort de Kock. Jauh sebelum itu seorang anak Padang Sidempoean pernah bertugas sebagai direktur sekolah guru (kweekschool) Fort de Kock tahun 1915 Radjioen Harahap gelar Soetan Casjanagan. Sebagaimana diketahui Soetan Casajangan adalah guru Indonesia (baca: pribumi) yang meraih gelar sarjana Pendidikan. Soetan Casajangan alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean adalah pendiri Indische Vereeniging di Leiden/Belanda pada tahun 1908. Sejak tahun 1924 Indische Vereeniging, oleh Mohamad Hatta dkk diubah Namanya Perhimpoenan Indonesia (PI). Pada tahun 1929 ini yang menjadi ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda adalah Mohamad Hatta dengan sekretaris Ali Sastroamidjojo.

Meski Latif Pane kini sudah jauh dari Jawa, di pedalaman Sumatra, Namanya masih tercatat manis di Jawa. Dalam rapat umum sarikat catur nasional NISB di Soerabaja 1930, Latif Pane turut hadir (lihat De Indische courant, 12-07-1930). Sebagaimana diketahui NISB sendiri memiliki organ majalah (khusus) catur. Disebutkan bahwa ada sejumlah peraturan di dalam statute NISB yang harus diubah, juga termasuk dalam koneksi penentuan gelar pemain catur di Hindia Belanda dengan di Belanda.


Disebutkan bahwa para pemain catur Hindia Belanda (NISB) yang masuk dalam kategori kelas utama muncul nama baru dari Soerabaja, Ali seorang Arab. Dalam daftar yang disajikan daftar pecatur kelas utama berdasarkan abjad: Dr. Aulia, JG Baay, (sayangnya tidak ada lagi yang kita ketahui tentang saudaranya, Ir. Baay, selain bahwa dia "bermain kuat"), D Bleykmans, De Bock, Bouman, Van Doesburg (Soerabaia, sedang cuti), Engelen, DJ Guykens, AW Hamming, Heye, Kostjoerin, TS Kwik, Latif Panei, H Meyer, Piso, JH Ritman dan RE Weiss. Ini mengindikasikan bahwa Latif Pane masih aktif bermain catur dan namanya masih berada di daftar top pemain catur. Ibarat Utut Adianto Namanya cukup lama bertengger di papan atas pemain catur nasional Indonesia. Bisa dibayangkan pada satu abad yang lalu, Latif Pane sebagai pecatur nasional berada diantara pecatur-pecatur Belanda. Seperti disebut di atas pada tahun 1927 Latif Pane sebagai runner-up dalam kejuaraan nasional.

Kehadiran Latif Pane di Fort de Kock, tampaknya menjadi pemicu meningkatkatnya kegairahan permainan catur di kota Padang. Boleh jadi para pemain dan pengamat catur di Padang sudah waktunya di Padang didirikan klub catur yang akan menjadi jalan menuju catur nasional NISB. Pada akhir tahun 1931 di Padang didirikan klub catur dengan nama KSB (lihat Sumatra-bode, 14-12-1931). Dalam kejuaraan pertama internal klub di Padang, seorang pecatur anggota baru Tampoebolon menyita perhatian, dalam pertandingan terakhir disebut Tampobolon telah mengalahkan dua pecatur Belanda van der Put, setelah dia terlebih dahulu mengalahkan Mr van Tuinen.


Selanjutnya klub baru catur di Padang melakukan sowan ke Fort de Kock. Di Fort de Kock diadakan pertandingan eksebisi dimana jagoan catur Padang van Huizen dan Latif Panei (pecatur nasional) akan memimpin pecatur di Padang dan di Fort de Kock dalam acara itu. Disebutkan, disayangkan Latif Panei tidak banyak yang dilakukan ke dalam permainannya, dalam beberapa tahun terakhir karena pekerjaannya yang sibuk sebagai ketua Landiaad, sehingga Mr van Huizen tidak terlalu banyak menadapat kesulitan. Tapi api catur [Latif Pane] belum padam, berita yang kami dapat memberi tahu kami: "Saya akan berlatih dan melihat apakah saya masih bisa mencapai level lama". Bulan depan disebutkan dia akan hadir setiap malam akhir pekan ke klub di Padang selama beberapa minggu berturut-turut. Sementara itu, Pengurus KSB telah mengusulkan untuk kepentingan klub catur di Padang bahwa malam hari tidak boleh diadakan pada hari Selasa, tetapi pada hari Rabu agar tidak terikat dengan waktu tutup pada hari Selasa dan tidak terhalang oleh pertunjukan bioskop, yang secara teratur diadakan pada hari selasa malam. Catatan: di Medan, sudah sejak lama ada klub catur, bahkan kini sudah dua klub. Anehnya, meski tidak menjadi anggota klub, pecatur-pecatur Karo (seperti Narsar, Prang dan Hoekom) kerap mengalahkan jagoan catur di klub catur Medan. Hal itulah pula di Padang pada pwermulaan didirikan KSB di Padang, Tampoenolon langsung menewaskan raja dua pecatur Belanda.

Hingga tahun 1931 Latif Pane masih menjadi ketua pengadilan di Fort de Kock. Ini terindikasi dari adanya pendirian klub studi Indonesia di Fort de Kock yang diinisiasi oleh angora Voksraad, Arifin, dimana sebagai pelaksana ketua klub studi diangkat Letif Pane sebagai ketua dan sekretaris (Dr) Achmad Saleh (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 21-05-1932). Namun tidak lama kemudian Latif Pane dipindahkan ke Jawa (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-07-1932). Disebutkan di Landraden Toeloengagoeng en Trenggalek sebagai ketua baru diumumkan di secara resmi dari Buitènzorg: Benoemd is tot voorzitter der Landraden van Toeloengagoeng en Trenggalek (Oost- Java), de rechtskundige Latif Panei, thans voorzitter van de Landraden van Fort de Koek, Padang Pandjang, Pajacoemboeb, Loeboek Sikaping, Taloe, Bangkinang en Pangkalan Kota Baroe’.


Tampaknya Latif Pane, meski berat meninggalkan kota Fort de Kock, karena dekat dengan kampong halaman di Padang Sidempoean, tetapi demiki tugas negara, Latif Pane juga sedikit tersenyum karena ke Jawa kembali akan banyak pertandingan catur yang dapat dilakukannya di dalam pertandingan peringkat catur nasional. Latihannya baru-baru ini dengan klub catur di Padang, akan sendirinya datang kembali ke Jawa tidak dengan vakum bermain catur.

Tidak diketahui secara pasti apakah Latif Pane akan intens bermain catur di Toeloengagoeng. Juga tidak diketahui apakah warga Toeloengagoeng juga terbilang gila catur. Tidak terinformasikan. Yang jelas dalam perkembangannya di Toeloengagoeng Latif Pane bersama Kesting, dan Menke telah membentuk komite permainan bridge yang diadakan di societeit ‘De Gezelligheid’ dibantu oleh Mr. EI van Kempen, yang bertanggung jawab atas administrasi turnamen sepanjang malam. Dalam turnamen ini dimana turut hadir residen dan banyak peserta yang ikut dalam turnamen (lihat Soerabaijasch handelsblad, 19-05-1936). Para pemenang diberikan hadiah. Di akhir turnamen ini disebutkan untuk menyelenggarakan Bridge akan diadakan sebulan sekali dan sekali lagi diumumkan partisipasi umum, begitu juga peminat dari Kediri, Blitar dan perusahaan sekitarnya diundang turut berpartisipasi., begitu juga peminat dari Kediri, Blitar dan perusahaan sekitarnya diundang turut berpartisipasi.


Gairah permainan catur di Toeloengangoeng. Untuk itu Latif Panei untuk menjaga ritme permainanannya diadakan pertandingan catur secara simultan tak kurang dari 12 pemain hadir malam itu. Muncul di Tulungagoeng. Hanya satu pertandingan yang kalah dari pemainan simultan, yaitu melawan Moehadi. Yang lainnya menang, sementara yang masih bertahan melawan Latif adalah Van Spanje dan Hartojo (lihat De locomotief, 04-12-1936).

Akhirnya klub catur didirikan di Toeloengagoeng (lihat Soerabaijasch handelsblad, 17-03-1937). Setelah lima tahun di Toeloengagoeng, Latif Pane berhasil membangkitkan gairah permainana catur yang kemudian mengerujut dalam pendirian klub pada tahun 1937. Untuk urusan catur, tampaknya nama Latif Pane harus dicatat di dalam narasi sejarah catur di Toeloengangoeng. Dalam pendirian catur ini, terdaftar anggota sebanyak 20 orang dimana sebagai ketua klub Latif Pane dan secretaris: Louwerens dan Commissaris: R Hartje.


Diantara para pecatur asal Tanah Batak, terdapat sejumlah pecatur yang berasal dari afdeeling Angkola Mandailing (Padang Sidempoean), Tentu saja tidak hanya Latif Pane yang pernah berada di puncak tanngga catur nasional. Juga ada anak Padang Sidempoean kelahiran Depok Bernama FKN Harahap. Seperti halnya Latif Pane sudah bermain dalam klub pada usia belasan tahan (1918), FKN Harahap juga sudah memulainya di klub catur Batavia pada usia 15 tahun. Pada usia 17 tahun FKN Harahap bahkan mengikutu berbagai turnamen dan kompetisi catur di Belanda. FKN Harahap pernah mengalahkan juara catur Belanda Dr Max Euwe (sebelum Euwe menjadi juara dunia). FKN Harahap akhirnya mengikuti kuliah dan studi di universitas di Belanda. Pada tahun 1945, FKN Harahap adalah salah ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda. Pada tahun 1949 FKN Harahap kembali ke tanah air dan menjadi pengajar. FKN Harahap pernah menjadi ketua Percasi dan FKN Harahap penulis buku Sejarah Catur Indonesia. Ayahnya, kelahiran Padang Sidempoean, Emil Harahap adalah juga pemain catur yang kerap bermain dalam klub Satoer Batak di Batavia.

Hasil karya Latif Pane di Toeloengagoeng mulai membuahkan hasil. Klub catur Toeloengagoeng mengundang klub Blitar dan klub catur Kediri dalam suatu turnamen (lihat De locomotief, 26-05-1937). Disebutkan di Toeloengangoeng, Minggu, klub catur Toeloengagoengsche memainkan pertandingan 12 papan dengan klub Blitar. Pertandingan ini dimenangkan oleh Toeloengagoeng dengan skor 7.5 vs 4.5. Kediri juga dimainkan dan dimenangkan saat itu dengan 8.5 vs 3.5. Kedua pemimpin tim berjuang paling lama, keduanya adalah presiden klub! Akhirnya, Pak Latif Panei berhasil membuat rekannya dari Kediri terjepit dan dengan mengunci salah satu menaranya, dia bisa memaksanya untuk mengaku, yaitu menyerah, dengan tepuk tangan para saksi. Itu adalah pertemuan olahraga yang menyenangkan yang mudah-mudahan akan segera terulang. Catatan: istri Latif Pane adalah pemain tennis yang dapat dikatakan terkenal di Toloengangoeng, dan kerap mengalahkan lawan-lawanya dengan skor telak.


Setelah tujuh tahun Latif Pane di Toeloengagoeng, akhirnya tiba waktunya untuk meninggalkan kota pegunungan ini dengan banyak karya. Pada bulan Oktober 1939 diberitakan Latif Pane dipindahkan ke pengadilan di Malang (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-10-1939). Disebutkan diangkat sebagai ketua pengadilan Landraad di Malang, ahli hukum Latif Panei, ketua Landraad di Toeloeng Agoeng dan sekitar.

Latif Pane setelah dipindah dari Toeloeng Agoeng ke Malang, tidak merasa sendir, Di Malang rekan sekampongnya dari Afdeeling Angkola Mandailing Dr Sjoeib Proehoeman sudah beberapa bulan ditempatkan di Soerabaja yang juga mencakup wilayah Malang dalam upaya pemberantasan penyakit tuberkolose, Selama ini di wilayah Malang termasuk wilayah endemik tuberkulosis. Komite yang sudah dibentuk beberapa waktu sebelumnya kemudian diambil alih oleh Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D  (De Indische courant, 22-05-1939). Komite yang dipimpin oleh Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D kemudian menda[at dukungan luas dari pihak swasta yang berkomitmen untuk memberikan bantuan dan dukungan sumbangan finansial. Untuk mengefektifkan tugas ini, Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D diangkat menjadi kepala dinas kesehatan kota di Kota Malang (Soerabaijasch handelsblad, 09-12-1939).


Sjoeib Proehoeman yang berasal dari Pakantan, Onderafdeeling Mandailing (Res. Tapanoeli) melanjutkan studi ke sekolah kedokeran Batavia (STOVIA). Setelah berdinas di sejumlah tempat, Dr Sjoeib melanjutkan studi kedokteran ke Universiteit Amsterdam. Setelah lulus dokter melanjutkan ke tingkat doctoral dan meraih gelar doctor dalam bidang kedokteran pada tahun 1930. Sepulang studi dari Belanda, ditempatkan sebagai kepala dinas keseharan di Residentie Tapanoeli di Sibolga, dan kemudian dipindahkan dengan jabatan yang sama ke Residentie Riau. Pada tahun 1939 ini Dr Sjoeib Proehoeman dipindahkan ke Soerabaja untuk menangani laboratorium dalam pemberantasan endemic tuburkolose sekaligus merangkap sebagai kepala dinas Kesehatan kota Soerabaja. Lalu dalam mengefektifkan tugasnya di wilayah endemic Malang diangkat sebagai kepala dinas Kesehatan kota Malang. Kota Malang yang sejuk di wilayah pegunungan tampaknya mulai sehat dan aman tenteram. Sebagai seorang nasionalis (Indonesia), Latif Pane, sepupu dari Sanoesi Pane dan Amijn Pane dua sastrawan terkenal Indonesia, sudah memahami betul bahwa kemerdekaan Indonesia sudah di horizon. Dua tokoh asal Angkola Mandailing ini di Malang, memiliki hubungan dekat dengan tokoh terkenal Soerabaja, Radjamin Nasoetion, yang selama ini menjadi anggota senior dewan kota (wethouder) di dewan kota (gemeenteraad) Soerabaja. Di Soerabaja juga ada tokoh pers asal Angkola Mandailing yang menjadi redaktur surat kabar Soeara Omoem.  

Pecatur tetaplah pecatur. Pekerjaan dan permainan catur harus beriringan. Aktif bermain catur, dan kemampuan main catur yang terus diasah akan sendirinya menunjang pekerjaan, lebih-lebih bagi Latif Pane dalam menangani banyak perkara di pengadilan, Catur dan pengadilan dua dunia yang bisa disatukan dan saling memperkuat. Di Malang, Latif Pane dengan sendirinya menjadi bagian dari klub catur Malang yang sudah didirikan 20 tahun yang lalu. Tidak lama setelah kehadiran Latif Pane di Malang, diselenggarakan pertandingan catur antara klub Malang dan klub Soerabaja (lihat De Indische courant, 16-03-1940).


Tampaknya surat kabar De Indische courant yang terbit di Soerabaja menganggap penting mempublikasikan hasil pertandingan antara jagoan dari Malang di dalam kolom rubrik catur, antara Latif Pane dengan jagoan dari Soerabaja (inisial RR). Disebutkan partai Latif Pane ini berada di papan pertama (kelas unggulan). Latif Pane dengan memegang putih dengan pembukaan Skandinavia. Dalam langkah ke-28 posisi Latif Pane tengah mengancam pertahanan hitam. Namun hitam berhasil keluar dari tekanan sebelum pertandingan ini berakhir remis pada langkah ke-47.

Hingga berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda setelah pendudukan (militer) Jepang Maret 1942, Latif Pane masih menjadi ketua pengadilan Malang (lihat Soerabaijasch handelsblad, 15-04-1942). Disebutkan di pengadilan Malang, sepasang suami istri diadili karena dituduh terlibat dalam pendobrakan toko Cina di kawasan Singosari, pada malam hari Minggu tanggal 8 sampai Senin 9 Maret, yaitu pada malam sebelum kedatangan pasukan pendudukan Jepang. Namun para kelompok geng yang telah menghilang.


Nahas bagia satu pasangan yang dituduh terlibart mengaku hanya kebetulan melihat di TKP dan pada area bekas perampokan itu, melihat ada yang barang-barang tersisa dan kemudian mengambilnya dan seterusnya menjual barang minuman, sabun dan sebagainya tersebut senilai f90. Sementara para pendobrak yang menjarah menghilang, tetapi sial bagi pasangan itu, pengadilan tetap menghukum dengan delapan dan enam bulan kurungan.

Pada era Republik Indonesia, Latif Pane tampaknya sudah pensiun. Namanya tidak lagi muncul, bahkan dalam urusan permainan catur sekalipun. Namun ada nama yang menggunakan nama Latif Pane (lihat Indische courant voor Nederland, 22-03-1952). Disebutkan di fakultas hukum dan sosial di Universitas Gadjah Mada lulus ujian sarjana Masjrul Latif Pane. Besar dugaan Masjrul adalah salah satu putra dari Latif Pane. Masjrul kemudian menjadi asisten lector Lembaga Penelitian Sosial Ekonomi di Fakultas Ekonomi Jakarta yang kini menjadi FEBUI (lihat De nieuwsgier, 18-11-1952). 

Tunggu deskripsi lengkapnya


 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar