Laman

Senin, 03 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (24): Pulau Tujuh, Pulau Sengketa Riau dan Bangka Belitung; Pulau Berhala, Sengketa Antara Riau-Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Pulau Tujuh? Mengapa kini penting. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, pulau ini tidak diperhatikan bahkan kurang terinformasikan. Meski demikian, nama pulau Tujuh sudah dikenal lama, suatu pulau yang di dalam peta-peta Pemerintah Hindia Belanda diidentifikasi dalam peta Bangka. Apakah pulau Tujuh diidentifikasi dalam peta (kepulauan) Riau? Yang jelas pada masa ini menjadi dipersengkatakan antara Riau dan Bangka Belitung.


Inilah Sejarah Pulau Tujuh, Lokasi Dekat Bangka Belitung yang Kini Jadi Milik Kepulauan Riau. BANGKAPOS.COM - Hampir 20 tahun menjadi sengketa sekaligus bom waktu bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Kepulauan Riau, kini jelas sudah status Pulau Tujuh. Sempat dipertahankan Babel sebelumnya, Pulau Tujuh saat ini sudah masuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu tertuang dalam terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau tahun 2021 yang disahkan tanggal 14 Februari 2022. Sejak enam bulan lalu, pulau dengan jumlah tujuh gugusan itu bukan lagi termasuk wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di dalam Kepmendagri Nomor 050-145 tahun 2022, Desa Pekajang di Pulau Tujuh ditetapkan sebagai bagian Kecamatan Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Posisi Desa Pekajang berkode 21.04.02.2001 berada paling atas desa-desa lainnya di Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga, Kepri. Secara geografis, Pulau Tujuh memang lebih dekat dengan Kabupaten Bangka, ketimbang Kepulauan Riau. Dari Bangka, perjalanan ke Pulau Tujuh hanya tiga jam dari Teluk Limau, Parittiga, Bangka Barat sementara dari Lingga delapan jam. Namun begitu, keputusan masuknya gugusan Pulau yang berada di utara Pulau Bangka ini ke Provinsi Kepulauan Riau ternyata tak berlandaskan satu dua alasan saja (https://bangka.tribunnews.com/2022/08/05/)

Lantas bagaimana sejarah Pulau Tujuh, pulau sengketa Riau dan Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, pada masa ini ada sejumlah pulau(-pulau) yang dipersengkatan antara satu daerah dengan daerah lain. Sebelumnya juga pulau Berhala, sengketa antara Riau dan Jambi. Lalu bagaimana sejarah Pulau Tujuh, pulau sengketa Riau dan Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pulau Tujuh, Pulau Sengketa Riau dan Bangka Belitung; Pulau Berhala, Sengketa Antara Riau dan Jambi

Sejak era Pemerintah Hindia Belanda, tentang pulau atau kepulauan di perbatasan sudah diperhatikan. Hal ini karena pulau di perbatasan kerap dijadikan sebagai batas teritori. Hal itulah yang terjadi dengan pulau Miangas pada tahun 1898, yang sempat diklaim Amerika Serikat (berdasarkan peta-peta Spanyol), namun Pemerintah Hindia Belanda juga mengklaim. Dalam pengadilan arbitrase status pulau itu, pada akhirnya dimenangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915.


Di dalam negeri (baca: Hindia Belanda), pemerintah kurang memperhatikan masalah perbatasan ini, terutama di wilayah abu-abu, seperti pulau Berhala antara (redisentie) Riau dan (residentie) Jambi. Namun dalam peta 1922, pulau Berhala masuk dalam wilayah Residentie Riouw. Lantas mengapa kini, pulau Berhala masuk wilayah provinsi Jambi. Bagaimana dengan pulau Toedjoeh? Peta 1922

Dalam Peta 1922, pulau Tujuh antara residentie Riau dan residentie Bangka en Onderh yang diidentifikasi sebagai kepulauan Toejoeh (Toejoeh Eilanden) masuk dalam wilayah batas residentie Riau en Onderh. Dalam Peta 1934 pulau Toejoeh juga dimasukkan dalam wilayah Residentie Riouw en Onderh. Bagaimana bisa muncul klaim provinsi Bangka dan Belitung pada masa ini terhadap pulau Tujuh? Tentu menjadi menarik dengan merujuk pada kasus pulau Berhala.


Jarak terdekat tidak selalu menjadi ukuran bahwa suatu pulau dimasukkan ke daratan terdekat dalam batas wilayah administrasi. Hal serupa ini dulu dengan pulau Miangas yang justru posisi GPS lebih dekat ke Filipina di pulau Minadanao. Pun demikian dengan pulau Natal dan pulau Kelapa yang begitu dekat dengan pantai selatan Jawa, secara administrasi masuk wilayah (negara) Australian. Agak berbeda kasusnya dengan (kepulauan) Natuna di Laut Cina Selatan. Di dalam negeri (Hindia Belanda), pulau di wilayah abu-abu juga terjadi dengan pulau Penida (di selat Lombok) dan pulau Balabalangan di selat Sulawesi antara provinsi Kalimantan Timur dan provinsi Sulawesi Barat. Dan tentu saja ada lagi di wilayah lainnya.

Nama Pulau Toedjoeh harus dibedakan yang berada diantara pulau Bintan dengan pantai barat Kalimantan (ondeafdeeling Poelau Toedjoeh), dengan pulau Toejoeh yang berada diantara pulau Singkep dan pulau Bangka. Keberadaan Poelau Toedjoeh di Onderafdeeling Lingga (Afd Lingga, Residentie Riaouw) paling tidak diberitakan pada tahun 1897 (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1897). Disebutkan: ‘Saya belum menemukan nama Pon di mana pun, tetapi yang jelas disini kita berhadapan dengan salah satu pulau di gugusan Toedjoeh atau Kadjangan, yang terletak di sebelah utara Banka. Tanggal 1 Mei dihabiskan untuk mengambil air dan kayu bakar, tetapi hanya sedikit yang diperoleh, karena pulau itu sulit dijangkau”.


Berdasarkan Peta 1922, pulau-pulau di Kepulauan Toedjoeh antara lain pulau Kadjangan dan pulau Djebia. Boleh jadi nama kepulauan tersebut Poelau Todjoeh karena awalnbya terdiri dari tujuh pulau, tetap dalam Peta 1922 jumlah pulau lebih dari tujuh buah. Pulau terbesar adalah pulau Kadjangan dan pulau Djebia. Pulau Toejoeh di barat laut pulau Bangka tidak terlalu dikenal, tetapi keberadaannya sudah dipetakan.

Tampaknya pulau Toedjoeh kurang dikenal dalam navigasi pelayaran, karena sulit dijanngkau. Siapa yang bermukim di kepulauaan ini tidak terinformasikan. Boleh jadi pulau-pulau dianggap penting karena sebagai penanda navigasi. Pada tahun 1905 nama Poelau Toejoeh disebut berada di utara pulau Bangka (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-03-1905). Oleh karena pulau Tedjoeh ini dimasukkan ke dalam wilayah residentie Riouw en Onderh. Diduga kuat menjadi bagian yang kerap disinggahi para nelayan dari pulau Singkep/Lingga.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Berhala, Sengketa Antara Riau dan Jambi: Bagaimana Antara Riau dan Bangka Belitung Soal Pulau Tujuh?

Seperti disebut di atas, pulau Toedjoeh di dalam peta (Peta 1922) meski cukup dekat dengan pulau Bangkan, tetapi dimasukkan ke dalam wilayah Residentie Riau.  Berdasarkan beslit Gubernur Jenderal Hindia Belanda, tanggal 2 Februari 1922 No 34 (stbsls 1922 No 66), dimasukkan ke dalam onderfadeeling Lingga. Penetatap ini diduga yang menjadi dasar dalam penarikan garis wilayah dalam Peta 1922.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar