Laman

Kamis, 20 Oktober 2022

Sejarah Lampung (5): Asal Usul Kota Teluk Betung, Nama Batang di Telok; Mohamad Hamzah Harahap--Harun Al Rasjid Nasution


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Sebelum dikenal pelabuhan Panjang dan pelabuhan Bakauheni pada masa ini. Jauh di masa lampau hanya dikenal dan sangat terkenal pelabuhan Teluk Betung. Kota Teluk Betung berkembang menjadi kota besar, seiring dengan pusat dari seluruh aktivitas ekonomi bermuara ke Telok Betong. Sejak 1857 kota Teluk Betung ditetapkan menjadi ibu kota Residentie Lampung (relokasi dari Terbanggi). Asal usul kota Telok Betong, bemula dari sebuah kampong zaman kuno, kampong Batang di suatu teluk (teluk Lampoeng).


Dari banyak tokoh di kota Telok Betoeng pada era Pemerintah Hindia Belanda, ada satu nama penting yakni Haroen Al Rasjid Nasoetion. Ini bermula dua dokter lulusan STOVIA pada tahun 1902 ketika mereka ditempatkan, Dr Mohamad Hamzah ditemparkan di kota Telok Betoeng, sementara Haroen Al-Rasjid ditempatkan di kota Padang. Anak pertama Haroen Al Rasjid lahir di Padang pada tahun 1904 (karena ketersediaan fasilitas), yang saat itu Dr Haroen Al Rasjid telah pindah tugas di Sibolga. Pada tahun 1910 Dr Mohamad Hamzah dipindahkan dari Telok Betong ke Pematang Siantar (Sumatra Timur). Pada saat kekosongan dokter pemerintah di Lampong, Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion mengundurkan diri dari dinas pemerintah di Sibolga tahun 1911. Lalu, Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion dengan istri bersama dua anak Ida Loemongga, anak suluung lahir di Padang dan Gele Haroen anak bungsu lahir di Sibolga (1910), hijrah ke Telok Betoeng untuk membuka klinik swasta. Klinik ini cepat berkembang hinga cabang di Tandjoeng Karang hingga Liwa. Ida Loemongga kela dikenal sebagai pribumi pertama perempuan yang bergelar doctor (Ph.D) lulus di Univ. Utrech 1931. Gele Haroen, setelah lulus sarjana hukum di Belanda, tahun 1938 pulang kampong ke Telok Betong dengan membukan kantor advocat. Gele Haroen sebagai advocat pribumi pertama di Lampong, kelak dikenal sebagai Residen Lampong pertama.

Lantas bagaimana sejarah asal usul kota Teluk Betung, kampong Batang di telok? Seperti disebut di atas, kota Telok Betong bermula dari suatu kampong Bernama Batang di suatu teluk. Namun kemudian kampong itu menjadi kota lebih dikenal sebagai Teloek Betoeng. Di kota ini pada era Pemerintah Hindia Belanda dua dokter pernah bertugas yakni Dr Mohammad Hamzah Harahap dan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion. Lantas bagaimana sejarah asal usul kota Teluk Betung, kampong Batang di telok? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Asal Usul Kota Teluk Betung, Kampong Batang di Telok; Mohammad Hamzah Harahap - Haroen Al Rasjid Nasoetion

Ibu kota Lampong sudah sejak lama di Tarabangi (kini Terbanggi), yakni pada saat permulaan pembentukan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda di Lampong tahun 1935 dimana di Tarabangi ditempatkan seorang pejabat Pemerintah Hindia Belanda setingkat gezaghebber (setara Controleur). Sementara itu, pusat perdagangan utama di Lampong jauh sebelum ibu kota, sudah sejak lama ada di teluk Lampong (Teluk Betong) dan di Toelang Bawang (Manggala). Pada saat permulaan cabang pemerintahan dibentuk, pada tahun 1840 diangkat pemimpin local dengan status bupati (regent) di Teluk Betoeng dan jabatan lebih rendah di Manggala.


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-01-1857: ‘Menurut laporan yang diterima pada tanggal 19 Januari, saudara laki-laki bupati Telok Betong, Hadjie Ismael, menggantikan kepala buronan pangeran pemberontak Singa Branta, yang memainkan peran utama dalam kekacauan yang sekarang telah diredam, di sekitar wilayah Kalianda. untuk menangkap dan mengekstradisinya’. Dalam laporan lain disebutkan di Samangka, saudara laki-laki pemberontak Daeng Mangkoe Negara, bernama Keliepah, dikatakan sibuk mengerahkan bala bantuan. Oleh karena itu, penyelidikan akan dilakukan (lihat Nederlandsche staatscourant, 04-03-1857). Juga disebutkan armana maritime Pemerintah Hindia Belanda telah turut mendukung ekspedisi ke Teluk Lampong dengan beberapa kapal perang dari Batavia pada bulan Oktober 1856.  Setelah keadaan telah diselesaikan dan setelah melumpuhkan pemimpin pemberontak di Kalianda, kekuatan militer tanggal 3 November kembali ke Tjantee. Kolonel, komandan ekspedisi, Waleson, setelah turun disana dengan perwira dan pasukan memindahkan garnisun Telok Betong. Komandan sekarang yang juga bertindak sebagai komisaris dalam ekspedisi menganggap ekspedisi telah selesai’.

Sejak adanya pemberontakan pada tahun 1856, Pemerintah Hindia Belanda mulai mempertimbangkan untuk merelokasi ibukota (district) Lampong dari Tarabangi ke Telok Betoeng. Hal itu karena di Telok Betoeng sudah ditetapkan sebagai garinisun militer pasca ekspedisi di Lampong. Seperti biasanya, meski ada eskalasi politik di suatu wilayah arus perdagangan tetap berlangsung. Pemerintah Hindia Belanda sangat peduli dengan soal ini, perang adalah satu hal (pengeluaran pemerintah) dan perdagangan adalah hal lain (pendapatan pemerintah). Tujuan pemerintah adalah pendapatan, oleh karena itu perang dihindari, dan jika terjadi perang itu taambahan pengeluaran pemerintah termasuk di Lampong. Situasi ini ditunjukkan kondisi pada akhir tahun 1857 yang mana disebutkan perdagangan cukup cepat Lampong. Di Telok Betong, 26 kapal dagang datang dari kota pesisir Lampung dan 27 dari seberang laut (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant, 27-01-1858).


Dalam perkembangabnnya disebutkan di district Lampong dilakukan perganntian jabatan, Disebutkan mencabut penugasan sementara jabatan Civiel Gezaghebber di district Lampong yang akan dipindahkan ke Residentie Palembang PC baron van Eek, sementara yang akan bertugas dengan jabatan yang sama gubernur letnan sipil di district Lampong diangkat R Wijnen, yang saat ini sebagai sekretaris di Residentie Zuid en Ooster Afdeeeling Borneo (lihat Nederlandsche staatscourant, 03-08-1857). Dalam hal ini jabatan sekretaris jauh lebih tinggi dari posisi yang biasa ditempati oleh Gezaghebber (Controleur(.

Dalam Almanak 1859 status Distrik Lampong telah berubah dari pejabat pemerintah tertinggi (Gezaghebber) telah ditingkatkan menjadi pejabat (waarnd) Resident. Untuk posisi jabatan baru itu dicatat nama R Wijnen. Pejabat Asisten Residen Wijnen dibantu oleh sekretaris dan seorang kommies dan seorang pejabat penghubung dengan cabang-cabang pemerintahan di tingkat afdeeling. Besar dugaan perubahan status itu dimulai pada tahun 1857 atau 1858 sebab saat Wijnen ditugaskan pertama kali di Lampong posisinya hanya disebut Gezaghebber.


Dalam struktur pemerintahan yang baru di Lampong ini, wilayah distrik Lampoeng dibagi ke dalam beberapa afdeeling: Vier Margas (Rajabassa, Waijora, Dantaran dan Negara Ratoe). Twee Margas (Negara Ratoe dan Dantaran), Semangka, Sekampong, Manggal, Boemi Agoeng, Sepoetih dan Siringkabo. Dari semua afdeeling tersebut baru lima afdeeling pertama dimana masing-masing ditempatkan seorang Controleur. Di Afdeeeling Menggala dicatat Controleur adalah HD Canne (kelak tahun 1869 menjadi Residen Tapanoeli, hingga 1873).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Dr Mohammad Hamzah Harahap dan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion: Perkembangan Kota Teluk Betung Masa ke Masa

Kehadiran petugas Kesehatan di Lampong dimulai seiring dengan pembentukab cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda di Lampong pada tahun 1835. Setelah satu dasawarsa di ibu kota Lampong di Tarabangi ditempatkan seorang dokter militer (lihat H Zollinger 1846). Tugas dokter ini di satu sisi untuk menjaga kesehatan para pejabat dan pasukan yang berada di benteng, juga melakukan studi kesehatan di Lampong, melakukan sosialisasi dalam peningkatan status kesehatan penduduk dan membantu dalam hal peningkatan kesehatan lingungan. Namun dalam perkembangannya, penempatan dokter di Lampong juga diketahui ada di Telok Betoeng, sehubungan dengan pendirian garnisun.


Pada tahun 1856 petugas Kesehatan, dokter JJ Adriaans, sekarang di dinas di district Lampong (Telok Betong) diberikan cuti dua tahun ke Belanda (lihat Nederlandsche staatscourant, 07-10-1856). Di dinas kesehatan sipil dan militer di Telok Betong (distrik Lampung), petugas kesehatan dokter LJ de Roock, sekarang di Katimbang (district Lampung), sedangkan untuk penggantinya di garnisun Katimbang (distrik Lampung), petugas kesehatan dokter D Lammerse, yang sekarang di Serang (lihat Nederlandsche staatscourant, 03-08-1857). Itulah awal kehadiran dokter di Lampong.

Untuk membantu dokter-dokter Belanda di Lampung, dalam perkembangannya didatangkan dokter pribumi, lulusan Docter Djawa School di Batavia. Dokter Belanda umumnya bertugas untuk orang Eropa/Belanda dan militer serta membantu dalam perencanaan pengembangan kesehatan di wilayah. Sedangkan dokter pribumi awalnya ditujukan untuk pengembangan kesehatan penduduk pribumi, namun seiring dengan peningkatan kurikulum sekolah kedokteran pribumi, para dokter pribumi juga melayani orang Eropa/Belanda jika di suatu wilayah tidak ada dokter Belanda.


Kehadiran dokter Belanda sudah mulai pada era VOC/Belanda seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran dan berdirinya fakultas-fakultas kedokteran di Belanda. Jumlah dokter Belanda semakin banyak sejak era Pemerintah Hindia Belanda yang umumnya tugas utamanya diperbantukan kepada militer. Oleh karena cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda semakin meluas, seperti di Lampong, lalu untuk mendukung dokter-dokter Belanda dalam pengembangan kesehatan penduduk, pemerintah melalui departemen militer dibentuk sekolah kedokteran untuk pribumi yang dimulai pada tahun 1851 (kemudian disebut Docter Djawa School). Pusat pendidikan diadakan di rumah sakit militer di Weltevreden (kini RSPAD). Jumlah siswa yang diterima seriap tahun 8-10 siswa yang didatangkan dari berbagai kota di Jawa (lulusan sekolah dasar). Pada tahun ajaran 1854 dua siswa asal Afdeeling Angkola Mandailing diterima di Docter Djawa School. Kedua siswa tersebut adalah si Asta Nasoetion (dari onderaf. Mandailing) dan si Angan Harahap (onderaf. Angkola). Dua siswa tersebut, adalah siswa pertama yang diterima di Docter Djawa School dari luar Jawa. Setelah lulus, dua dokter itu ditempatkan di Mandailing (Dr Asta) dan di Angkola (Dr Angan). Pada tahun 1856 dua siswa asal Angkola Mandailing diterima. Demikian seterusnya secara periodic. Oleh karenanya sejak awal Afd Angkola Mandailing sudah surplus dokter. Yang perlu ditambahkan adalah bahwa sejak 1862 di Angkola Mandailing sudah didirikan sekolah guru (kweekschoo) di Tanobato yang diasuh oleh Sati Nasoetion alias Willem Iskander. Sati Nasoetion setelah lulus sekolah di Mandailing, pada tahun 1857 berangkat studi keguruan ke Belanda. Lulus tahun 1860 dan Kembali ke tanah air pada tahun 1861. Kweekschool Tanobato adalah sekolah guru ketiga di Hindia (setelah yang pertama di Soeracarta didirikan 1851 dan di Fort de Kock 1856), Willem Iskander adalah kakek buyut dari Prof Andi Hakim Nasoetion (rector IPB Bogor 1978-1987).

Pada tahun 1902 dokter lulusan Docter Djawa School, Dr Mohamad Hamzah Harahap ditempatkan di Telok Betoeng. Sebagaimana disebut di atas, Residentie Lampong dibentuk tahun 1857 dengan ibu kota ditetapkan di Telok Betoeng (relokasi dari Tarabangi). Kota Telok Betoeng telah menjadi kota besar saat mana Dr Mohamad Hamzah Harahap datang pertama di Telok Betoeng dengan fungsi sebagai dokter di wilayah (residentie) Lampoeng. Tidak terinformasikan apakah di Residentie Lampong masih ada dokter-dokter Belanda. Pada tahun 1902 semua kota-kota utama di Residentie Lampoeng sudah terhubung dengan jalan raya, sehingga seorang dokter mudah bergerak.


Yang lulus bersama dengan Dr Mohamad Hamzah Harahap di Docter Djawa School pada tahun 1902 adalah Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion. Mereka berdua satu kapal dari Batavia, dimana Dr Mohamad Hamzah Harahap turun di pelabuhan Telok Betoeng, sedangkan Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion turun di pelabuhan Padang. Pada tahun 1903 Dr Haroen Al Rasjid Nasoetion menikah dengan putri tokoh terkenal di kota Padang, Haji Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (mantan guru yang menjadi pemilik surat kabar Pertja Barat di Padang). Pada tahun 1905 putri Haroen Al Rasjid Nasoetion dan Alimatoe’Saaadiah Harahap (lulusan sekolah Kweekschool Fort de Kock) lahir yang diberi nama Ida Loemongga. Saat ini Dr Haroen Al Rasjid sudah dipindahkan dari Padang ke Sibolga.

Dokter Mohamad Hamzah Harahap terbilang cukup lama bertugas sebagai dokter pemerintah di Telok Betoeng.

Tunggu deskripsi lengkapnya


 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar