Laman

Selasa, 11 Oktober 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (801): ‘Kapal Induk’ Bahasa Indonesia; Bahasa Inggris Kapal Induk- Dunia, Bahasa Indonesia- Asia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Beberapa waktu yang lalu, PM Malaysia usul agar bahasa Melayu menjadi bahasa kedua ASEAN. Menteri Pendidikan RI menolak. Menurut para ahli sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia harga mati, selain sudah dideklarasikan 1928 oleh para pemuda, juga oleh para senior telah ditetapkan dalam konstitusi (UUD) pada tahun 1945. Para ahli Bahasa Indonesia telah memantapkan Bahasa Indonesia dalam Kongres Bahasa Indoneisia tahun 1938 di Solo dan diteruskan di Medan pada tahun 1954. Hingga kini, Bahasa Indonesia dijaga melalui kongres bahasa secara berkesinambungan.


Pada tahun 1954, penyelenggara Kongres Bahasa Indonesia di Medan, mengundang hadir pegiat dan ahli bahasa Melayu di Federasi Malaya. Sayangnya, para ahli bahasa Melayu di (negara) Singapoera tidak bisa hadir karena alasan sibuk di Universiti Malaya. Sebaliknya, para golongan muda Federasi Malaya, jurnalis dan penyair datang ke Medan menghadiri kongres sebagai peninjau (disebut peninjau mungkin karena bukan merasa ahli bahasa Melayu). Menjelang kemerdekaan Federasi Malaya tahun 1957, ahli bahasa Melayu dan pengajar di Universiti Malaya Singapoera berkunjung ke Jogjakarta untuk mencari guru-guru Bahasa Indonesia yang bisa bersedia mengajar bahasa Melayu di sekolah-sekolah di Federasi Malaya. Tampaknya keberadaan Bahasa Indonesia, dan keseriusan Kongres Bahasa Indonesia di Medan telah mengubah persepsi para ahli bahasa Melayu di Federasi Malaya: ingin membanguna bahasa Melayu di Federasi Malaya (Semenanjung Malaya). Dalam hubungannya usul PM Malaysia menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ASEAN, seorang guru besar Malaysia mengibaratkan Bahasa Indonesia adalah kapal induk dan bahasa Melayu di Malaysia sebagai kapal pendamping. Menurut ahli bahasa tersebut bahwa kapal induk Bahasa Indonesia tidak akan berjaya jika tidak ada kapal pendamping. Apa, iya? Bukankan Bahasa Indonesia sejak lama sudah menjadi kapal induk yang tidak memerlukan kapal pendamping? Jika kapal pendamping tentulah ia berada disamping, tetapi ‘tangisan’ guru besar Malaysia itu, seakan menyiratkan posisi bahasa Melayu sudah tertinggal dan jauh berada di belakang kapal induk Bahasa Indonesia. Dalam hal ini apakah kapal induk Bahasa Indonesia memerlukan kapal pendamping? Tidak pernah terpikirkan oleh ahli Bahasa Indonesia. Yang justru ada pada masa kini banyak kapal-kapal follower yang datang dari berbagai negara, termasuk negara Australia. 

Lantas bagaimana sejarah ‘Kapal Induk’ Bahasa Indonesia? Seperti disebut di atas, pemimpin Malaysia mengindinkan bahasa Melayu sebagai bahasa ASEAN dan guru besar Malaysia mengibaratkan bahasa Melayu sebagai kapal pendamping dan Bahasa Indonesia sebagai kapal induk. Namun navigasi bahasa di zaman teknologi informasi sekarang, secara algoritma. bahasa Inggris bagaikan Kapal Induk Dunia dan Bahasa Indonesia bagaikan Kapal Induk Asia. Lantas bagaimana sejarah ‘Kapal Induk’ Bahasa Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Sumber: internet

‘Kapal Induk’ Bahasa Indonesia; Bahasa Inggris Kapal Induk Dunia, Bahasa Indonesia di Asia

Sangat aneh, orang Melayu Thailand, yang menggunakan bahasa Thailand, secara bersama-sama dengan orang Thai sendiri untuk belajar Bahasa Indonesia. Mengapa keduanya tidak belajar bahasa Melayu Malaysia. Harus diingat bahwa dalam hal ini bahasa Melayu di Indonesia adalah bahasa daerah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia menjadi bahasa antar bangsa, seperti halnya di negara Thailand.


Lain di Patani dan sekitar di Thailand, lain pula di Sabah dan Serawak di Borneo Utara yang notabene menjadi bagian dari Federasi Malaysia. Di Serawak memang mengakui bahasa Melayu sebagai bahasa nasional/resmi, tetapi mendorong penggunaan bahasa Inggris. Di Sabah, digunakan bahasa Melayu, tetapi bahasa Melayu di Sabah (juga di Serawak) mirip Bahasa Indonesia. Bahasa Melayu di Semenanjung bahasa Melayu memang berbeda; berbeda dari Serawak dan Sabah, apalagi dengan Bahasa Indonesia. Bagaimana dengan di Timor Leste? Ada segelintir orang Timor Leste meninggalkan Bahasa Indonesia, tetapi lebih memilih bahasa Portugis. Tapi itu hanya segelintir, yang mereka tidak mengetahuinya. Masih lebih banyak yang ingin tetap mempertahankan kemampuan Bahasa Indonesia.

Bahasa Melayu di Malaysia (baca: wilayah Semenanjung) lebih mirip bahasa Riau di Indonesia. Akan tetapi bahasa Melayu di Riau adalah bahasa daerah. Sementara orang Riau umumnya dapat berbahasa Bahasa Indonesia (bahasa nasional). Lalu apakah orang Riau dengan bahasa daerah Melayu Riau menginduk ke bahasa Melayu Malaysia? Tidak, tetapi menginduk kepada bahasa nasional Indonesia, Bahasa Indonesia. Jadi bagaimana dengan bahasa Melayu Malaysia? Di Thailand orang Melayu belajar Bahasa Indonesia, di Serawak dan Sabah, orang Malaysia ‘menggunakan’ Bahasa Indonesia. Seperti halnya Orang Batak, Orang Riau di Indonesia, selain berbahasa daerah, bahasa Melayu Riau, juga berbahasa Bahasa Indonesia (dwibahasa).


Seperti bahasa Melayu di Sabah, orang Filipina di bagian selatan terutama wilayah Sulu dan Mindanao, yang menggunakan bahasa Melayu, sejatinya mirip bahasa di Sabah yang lebih dekat dengan Bahasa Indonesia. Orang Filipina yang Sebagian besar penutur bahasa Tagalog/bahasa Filipino mulai terpicu untuk belajar Bahasa Indonesia (seperti kasus orang Thai). Satu yang tidak bisa diabaikan. Orang Cina di Singapoera, lebih cenderung berbahasa Melayu, mirip Bahasa Indonesia daripada bahasa Melayu di Malaysia/Singapoera.

Dalam hal ini, apakah bahasa Melayu yang diusulkan pemimpin Malaysia untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ASEAN memiliki fondasi/domain yang kuat? Tampaknya tidak. Sebab bahasa Melayu di Malaysia sendiri selain dipinggirkan, juga dianggap bahasa nomor kedua di Malaysia (lebih mengutamakan bahasa Inggris). Lantas, perumpamaan guru besar Malaysia, yang menganggap Bahasa Indonesia sebagai kapal induk, apakah dalam hal ini bahasa Melayu masih dianggap sebagai kapal pendamping? Tampaknya tidak. Bahasa Indonesia sebagai kapal induk, semakin lama semakin kencang dalam navigasi algortima bahasa-bahasa dunia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa Inggris Kapal Induk Dunia, Bahasa Indonesia di Asia: Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kongres Bahasa Indonesia dan BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing)

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar