Laman

Sabtu, 08 Januari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (343): Pahlawan-Pahlawan Indonesia en HJ van Mook Letnan Gubernur Jenderal; Orang Indo or Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

HJ van Mook tidak lagi bisa mengatakan dirinya seorang Belanda, tetapi sebaliknya sungat sulit baginya mengatakan dirinya seorang Indonesia. Hal ini karena HJ van Mook adalah seorang Indo. Sebagai orang Indo, HJ van Mook berperilaku diantara orang Belanda dan Indonesia. Dalam narasi sejarah Indonesia masa kini, nama HJ van Mook adalah nama yang dibenci orang Indonesia, tetapi apakah HJ van Mook benar-benar seperti yang dialamatkan kepadanya. Tentulah ada sisi negatif HJ van Mook, tetapi apakah ada sisi positif HJ van Mook dari sisi bangsa Indonesia? Nah. Itu dia!

Hubertus Johannes van Mook atau HJ van Mook (30 Mei 1894 – 10 Mei 1965) adalah Letnan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda (NICA) yang menjabat setelah pendudukan Jepang. HJ van Mook lahir di Semarang, ayahnya Matheus Adrianus Antonius van Mook, berangkat ke Hindia tak lama setelah menikahi Cornelia Rensina Bouwman 1893. Di Hindia, ayahnya menjadi inspektur/penilik SR di Surabaya, Kedua orangtuanya sebagai pengajar. HJ van Mook menganggap Hindia dan dirinya sebagai Orang Hindia. Setelah lulus HBS Soerabaja, van Mook studi ke Belanda. Awalnya teknik di Delft dan tahun 1914 masuk dinas ketentaraan sukarela dan melanjutkan studi tentang Indonesia di Leiden tahun 1916 dan lulus tahun 1918. Hj van Mook kembali ke Hindia dan menjadi inspektur mengurusi distribusi pangan di Semarang. Tahun 1921 menjadi penasihat urusan pertanahan di Yogyakarta. Tahun 1927 menjadi asisten residen urusan kepolisian di Batavia. Tahun 1930-an menjadi ketua departemen urusan ekonomi. Tanggal 20 November 1941 van Mook diangkat menjadi Menteri Koloni. Awal 1942 van Mook menjadi Wakil Gubernur-Jenderal dan berusaha mendapatkan dukungan militer dari Amerika Serikat untuk pengadaan persenjataan melawan Jepang, Saat Jepang mendarat di Jawa, van Mook mengungsi ke Australia, sementara Gubernur-Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan Jepang, lalu dibawa ke Manchuria dan baru dilepaskan bulan September 1945. Pada tahun-tahun akhir Perang Pasifik van Mook yang berada di Australia tetap menyandang pangkat Wakil Gubernur Jenderal dan setelah dibebaskan diangkat menjadi Duta Besar Belanda di Prancis. Pangkat van Mook tetap Wakil Gubernur Jenderal tetapi secara de facto dia melakukan tugas sebagai Gubernur Jenderal. Dia menjabat dari tanggal 14 September 1944 sampai 1 November 1948. Pada tahun 1949 van Mook menjadi profesor tamu di Universitas California dan pada tahun 1951 van Mook bekerja di PBB sebagai pakar pengembangan kawasan. Sejak 1960 van Mook menetap di L'Isle-sur-la-Sorgue, Prancis sampai akhir hayatnya, 1965. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah HJ van Mook? Seperti disebut di atas, HJ van Mook adalah seorang Indo, bahkan menganggap dirinya orang Hindia (baca: Indonesia) daripada seorang Belanda. Mengapa bisa? Puncak karinya sebagai Letnan Gubenur Jenderal Hindia Belanda bahkan hingga masa perang kemerdekaan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah HJ van Mook? Tentulah sudah banyak ditulis. Namun mengapa perlu ditulis lagi? HJ van Mook lahir dan besar di Hindia, hanya semasa kuliah di Belanda dan kembali ke Hindia. Dalam hal ini mempelajari sejarah HJ van Mook juga adalah mempelajari sejarah Indonesia juga. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (342): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Tjokorda Gde Raka Soekawati; Federalis versus Republiken

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tjokorda Gde Raka Soekawati pernah menjadi anggota Volksraad mewakili dapil Soenda Ketjil (Bali dan Nusan Tenggara). Karir politik Soekawati tidak hanya sampai di Volksraad. Pada era perang kemerdekaan Indonesia, nama Soekawati (dan Soetan Hamin II dari Pontionak dan Nadjamoeddin Daeng Malewa dari Makassar) menjadi bagian terpenting dalam terbentuknya Negara Indonesia Timur.

Tjokorda Gde Raka Soekawati lahir di Ubud, Gianyar, Bali, 15 Januari 1899 (meninggal tahun 1967) adalah satu-satunya Presiden Negara Indonesia Timur. Ia menjabat dari tahun 1946 hingga pembubaran Negara Indonesia Timur pada 1950. Gelarnya, Tjokorda Gde, menandai bahwa Soekawati masuk kedalam kasta ksatria. Ia memiliki dua orang istri, yang pertama adalah orang Bali yaitu, Gusti Agung Niang Putu yang memberikan seorang putra yang bernama Tjokorda Ngurah Wim Sukawati. Pada tahun 1933, ia menikahi seorang perempuan Prancis bernama Gilbert Vincent, yang memberikannya dua orang anak. Di masa mudanya, Soekawati bersekolah di sekolah OSVIA. Pada 1918, ia menjadi calon resmi yang ditunjuk oleh auditor Bandung. Pada akhir tahun yang sama, ia menjadi "mantripolitie" (sebutan untuk pejabat adat) untuk Denpasar. Pada tahun 1919, ia memiliki ambisi politik dan dipromosikan menjadi Punggawa (kabupaten) tempat kelahirannya Ubud. Pada tahun 1924, ia terpilih sebagai anggota Volksraad, yang ia pegang sampai tahun 1927. Kemudian, pada tahun yang sama, ia menjadi anggota dewan delegasi Dewan Rakyat. Pada akhir tahun 1931, ia pergi belajar di Eropa. Pada tahun 1932, ia melanjutkan perjalanannya ke Belanda untuk belajar pertanian dan peternakan. Antara 18 dan 24 Desember 1946, ia menghadiri konferensi di Denpasar dan terpilih sebagai presiden sementara Negara Indonesia Timur. Pada 21 April 1950, ia berhasil merundingkan integrasi Indonesia Timur ke dalam kesatuan Republik Indonesia. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Soekawati dari Bali? Seperti disebut di atas, Soekawati pernah menjadi anggota Volksraad yang pada era perang kemerdekaan Indonesia menjadi salah satu tokoh terpenting terbentuknya Negara Indonesia Timur. Lalu bagaimana sejarah Soekawati? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.