Laman

Jumat, 04 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (451): Pahlawan Indonesia dan Lim Soen Hin - Tjioe Tjeng Liong di Padang Sidempuan;Lawan Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Lain Medan lain pula Padang Sidempoean. Pada era Pemerintah Hindia Belanda hanya dua matahari yang menghangatkan kota Medan, yakni abang-adik Tjong Jong Hian dan Tjong A Fie. Di bawah bayang-bayang dua konglomerat Medan itu muncul tokoh muda Tan Boen An, yang menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan. Biasanya tokoh Cina cari aman di bawah pemerintahan Belanda (sejak era VOC, 1740). Nun, jauh di Tapanoeli di Padang Sidempoean, dua tokoh Cina cukup menyita perhatian di Batavia. Dua tokoh Cina van Padang Sidempoean itu adalah Lim Soen Hin dan Tjioe Tjeng Liong. Keduanya pernah menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda. Bagaimana bisa? Nah, itu dia!

Lim Soen Hin, radja persuratkabaran, kelahiran (kampong) Batangtoru dan bersekolah di (kota) Padang Sidempuan. Dengan saudaranya dan teman-temannya sesama Tionghoa asal Padang Sidempuan (antara lain Liem Boan San) kemudian mendirikan perusahaan penerbitan surat kabar di Sibolga dengan nama Tiong  Hoa Ho Kiok Co. Mereka semua adalah alumni Padang Sidempuan. Uniknya, Lim Soen Hin tidak hanya fasih berbahasa Melayu dan Belanda tetapi juga bahasa Batak. Karenanya, Lim Soen Hin juga menjadi asisten editor surat kabar Binsar Sinondang di Sibolga. Lim Soen Hin juga adalah redaktur surat kabar Tapanuli bernama Warta Hindia. Lim Soen Hin jauh sebelumnya telah merintis persuratkabaran di Padang dan bertindak sebagai editor Bintang Sumatra dan Tjahaja Sumatra. TJIOE Tjeng Liong, anggota dewan dan lahir di Padang Sidempuan memulai karir sebagai Wijkmeester der Chineezen di Padang Sidempuan. Pada tahun 1917 berusaha membantu Lim Soen Hin di Sibolga dengan banding di pengadilan untuk membebaskan Lim Soen Hin dari tuntutan karena artikel-artikelnya menentang kapitalisme Belanda (lihat De Sumatra post, 30-03-1920). Tjioe Tjeng Liong berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal di Batavia, tanggal 18 Agustus, 1934 Nomor 1 terhitung dari 24 Agustus 1934 ditunjuk sebagai anggota Dewan (Plaatselijken Raad) Onderafdeeling Angkola en Sipirok. Tjioe Tjeng Liong menggantikan posisi yang ditinggalkan oleh seorang pedagang, Lim Hong Tek (lihat De Sumatra post, 01-09-1934). Tjioe Tjeng Liong diangkat lagi sebagai anggota dewan untuk periode berikutnya (lihat De Sumatra post, 14-09-1938). (Tapanuli Selatan Dalam Angka)

Lantas bagaimana sejarah Lim Soen Hin dan Tjioe Tjeng Liong? Seperti disebut di atas, di Medan ada dua tokoh penting, dua Tjong bersaudara, sementara dua tokoh Cina di Padang Sidempoean adalah Lim Soen Hin dan Tjioe Tjeng Liong. Lalu bagaimana sejarah Lim Soen Hin dan Tjioe Tjeng Liong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (450): Pahlawan Indonesia dan Kan Hok Hoei van Bekasi; Gemeenteraad, Chung Hwa Hui, Volksraad

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah keberadaan orang Tiongkok (orang Cina/orang Tionghoa) di Nusantara (baca: Indonesia) sudah sejak zaman kuno. Intensitasnya semakin tinggi seiring dengan kehadiran orang Eropa terutama sejak era Belanda/VOC. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, orang-orang Cina mendapat tempat yang menguntungkan diantara orang Eropa/Belanda dan orang pribumi. Banyaknya tuan tanah (landheer) menjadi salah satu bukti orang-orang Tiongkok (Cina) sukses di Hindia Belanda. Penduduk asli (pribumi) masih harus berjuang keras: menyingkirkan orang Eropa/Belanda dan menyaingi ekonomi orang Cina.

Kan Hok Hoei (6 Januari 1881-1 Maret 1951) dikenal Hok Hoei Kan (HH Kan) adalah seorang tokoh terkemuka Peranakan Cina di Hindia Belanda. Dia mendorong kerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda guna mencapai kesetaraan legal bagi masyarakat Tionghoa di Hindia. Ayahnya, Han Oen Lee, sebagai Luitenant der Chinezen di Bekasi, dan berasal dari keluarga Han Lasem – salah satu keluarga Tionghoa paling awal sekaligus paling berpengaruh di Jawa. Kakek moyang Kan, Letnan Han Khee Bing, adalah kakak tuan tanah Majoor Han Chan Piet (1759-1827) dan Majoor Han Kik Ko (1766-1813). Ibunya bernama Kan Oe Nio, merupakan putri Kan Keng Tjong, salah satu tuan tanah dan taipan terkaya dari Batavia. Ia dididik dalam lingkungan Eropa, disekolahkan di ELS dan KW III S. Pada tahun 1899, ia dinikahkan dengan sepupunya, Lie Tien Nio, putri Majoor Lie Tjoe Hong, kepala bangsa Tionghoa di Batavia yang ketiga. Kan mendapat kesamaan status dengan orang Eropa (gelijkgesteld) pada tahun 1905, setelah itu baru ia dikenal secara luas sebagai Hok Hoei Kan atau H.H Kan.  Karier politiknya dimulai pada Dewan Kota Batavia dan China Chamber of Commerce (Siang Hwee). Kan diterima janji untuk yang baru didirikan di badan legislatif pada tahun 1918. Kan tetap menjadi anggota Volksraad hingga pembubarannya oleh Jepang 1942. Pada tahun 1928, Kan memimpin sebagai Presiden pendiri - over pembentukan Chung Hwa Hui (CHH). Hubungan-nya dengan kaum nasionalis Indonesia adalah ambigu. Pada tahun 1927, Kan menentang memperluas waralaba untuk pemilihan Volksraad karena ia takut dominasi legislatif oleh penduduk asli Indonesia. Pada saat yang sama, pada tahun 1936, ia didukung naas Petisi Soetardjo, yang meminta Kemerdekaan Indonesia dalam sepuluh tahun sebagai bagian dari persemakmuran Belanda. Ketika Jepang ditangkap Kan bersama dengan para pemimpin lain. Kan dipenjarakan di Tjimahi sampai Jepang menyerah pada tahun 1945. Dia meninggal di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Menteng, pada tahun 1951.  

Lantas bagaimana sejarah Kan Hok Hoei? Seperti disebut di atas, banyak peran yang melekat pada diri Kan Hok Hoei, memiliki pendidikan Eropa yang baik, anggota dewan kota Batavia dan anggota dewan pusat Volksraad. Tentu saja nama Kan Hok Hoei masih dapat dihubungkan dengan pembentukan Chung Hwa Hui di Hindia, Lalu bagaimana sejarah Kan Hok Hoei? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.