Laman

Rabu, 15 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (20):Kantor Berita Antara dan Mr Amir Sjarifoeddin Harahap; Riwayat Adam Malik hingga Mochtar Lubis


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Kantor berita Antara masih eksis hingga ini hari. Dalam narasi sejarah Antara pada masa ini, selalu hanya dikaitkan dengan empat nama, para pendiri: Albert Manumpak Sipahutar, Mr. Soemanang, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena. Mengapa begitu? Sebab sejarah kantor berita Antara mengindikasikan banyak yang tidak terinformasikan.


Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara merupakan kantor berita di Indonesia dimiliki Pemerintah Indonesia sebagai BUMN. Perum Antara diberikan tugas Pemerintah melakukan peliputan dan penyebarluasan informasi yang cepat, akurat, dan penting. NV Kantor Berita Antara didirikan 13 Desember 1937, pada saat itu diterbitkan pertama, Buletin Antara, di jalan Raden Saleh Kecil No. 2 Jakarta. Para pendiri Albert Manumpak Sipahutar, Mr. Soemanang, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena. Redaktur adalah Abdul Hakim dibantu Sanoesi Pane, Mr. Soemanang, Mr. Alwi, Sjaroezah, Sg. Djojopoespito. Tahun 1941, jabatan Direktur Mr. Sumanang diserahkan kepada Sugondo Djojopuspito, sedangkan jabatan Redaktur tetap pada Adam Malik merangkap Wakil Direktur. Kantor Antara 1942 pindah ke Noord Postweg 53 Paser Baroe bersama dengan Kantor Berita Domei, Soegondo pindah bekerja di Kantor Shihabu, Adam Malik dan AM Sipahutar tetap menjadi pegawai Domei. Tahun 1946, hijrah ke Yogyakarta. Pada masa itu, Direkturnya Adam Malik, dengan pimpinan sehari-hari Pangulu Lubis dan Rachmat Nasution (ayah Adnan Buyung Nasution). Tahun 1962, Antara resmi menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional berada di bawah Presiden (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan kantor berita Antara? Seperti disebut di atas, kantor berita Antara yang dibentuk pada era Pemerintah Hindia Belanda masih eksis hingga ini hari. Bagaimana sejarah lengkapnya? Yang jelas ada fase erjarah Adam Malik hingga Mochtar Lubis yang kurang terinformasikan. Lalu bagaimana sejarah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan kantor berita Antara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan Kantor Berita Antara; Adam Malik hingga Mochtar Lubis

Saya masih ingat sewaktu masih SMA, Adam Malik berkunjung ke Padang Sidempoean dan menyempatkan diri mengunjungi penjara kota Padang Sidempoean. Adam Malik yang menjadi wakil presiden RI tersebut, tentu seluruh warga tahu maksudnya. Di penjara itulah Adam malik pernah dibui semasa era Pemerintah Hindia Belanda tahun 1934. Saat itu Adam Malik masih remaja belia berumur 17 tahun, menjadi salah satu pengurus Partai Indonesia (Partindo) di Pematang Siantar.


Adnan Noer Loebis (belum genao usia 18 tahun) adalah ketua Partindo cabang Medan (lihat De Sumatra post, 26-03-1934). Partindo cabang Medan beralamat di jalan Antara Medan, tempat dimana Abdoel Hamid Loebis. Selanjutnya Mohammad Tagor Sjarif Pane, ketua Partindo Sipirok sepulang dari Batavia kembali ke Sipirok singgah di Medan (lihat De tribune: soc. dem. Weekblad, 18-04-1934). Disebutkan Mohammad Tagor Sjarif Pane, sebelum menuju Sipirok bertemu dengan Adnan Noer Loebis di Medan. Lalu beberapa waktu kemudian sejumlah tokoh Partindo kumpul di Sipirok. Adnan Noer Loebis memimpin rapat di rumah Mohammad Tagor Sjarif Pane. Sehari setelah di rumah Pane, Loebeis dipanggil oleh asisten demang dan langsung ditahan tanpa basa-basi. Malamnya rumah Pane digeledah dan ditemukan banyak dokumen. Lalu keesokan harinya Pane dan Loebis dipanggil oleh jaksa untuk pemeriksaan lebih lanjut. Tokoh Partindo. Para senior mereka, yang pada bulan bulan Agustus 1934 oleh Raad van Ned. Indie berdasarkan Art.37 yakni Boejoeng Siregar lahir di Sipirok, umur 27 tahun; Moehoddin Nasoetion lahir di Hoetapoengkoet, umur 20 tahun; Aboe Kasim lahir Hoetapoengkoet umur umur 25 tahun diputuskan diasingkan Boven Digoel (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-08-1934). Dengan pasal yang sama Abdoel Hamid Loebis lahir di Kuala Simpang umur 24 tahun warga kota Medan ditahan di Medan menunggu keberangkatan ke Diegoel (lihat De Indische courant, 18-08-1934). Garis ke atas adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap, ketua cabang Partindo Batavia. Dalam garis organisasi inilah dari Batavia hingga ke Sipirok dan Padang Sidempoean, Adam Malik yang masih berusia 17 tahun memiliki garis organisasi langsung kepada Abdoel Hamid Loebis di Medan alias Abdoel Hamid Loebis adalah mentor politik Adam Malik. Pada bulan Oktober 1934 Adam Malik harus dibui di penjara Padang Sidempoean (lihat De Sumatra post, 27-10-1934). Disebutkan pelanggaran larangan rapat. Pekan lalu Adam Malik, anggota pengurus Partindo di Siantar, ditangkap di Siantar. Penangkapan itu atas permintaan hakim di Sipirok, karena Adam Malik diduga mengadakan rapat Partindo ketika berada di Sipirok. Adam Malik dibawa ke Sipirok di bawah pengawalan polisi. Adam Malik dan tiga rekannya dari Sipirok oleh hakim dijatuhi hukuman masing-masing dua bulan di Sipirok, dengan tuduhan melanggar larangan Partindo untuk berkumpul.

Setelah menyelesaikan hukumannya di penjara Padang Sidempoean, pada awal tahun 1935 Adam Malik kemudian hijrah ke Batavia. Mentornya di Medan, Abdoel Hamid telah dikirim ke Boven Digoel. Di Batavia Adam Malik langsung bergabung dengan tokoh-tokoh senior Partindo *cabang Batavia) yang dipimpin oleh Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Adam Malik juga menjadi bersua dengan tokoh pers Batavia Parada Harahap.


Parada Harahap di Batavia adalah The King of Java Press. Parada Harahap, Amir Sjarifoeddin Harahap dan Ir Soekarno adalah tokoh senior Partindo di Batavia. Pada bulan Juni 1933 semua pers pribumi yang revolusioner dibreidel, termasuk milik Parada Harahap surat kabar Bintang Timoer.  Juga Fikiran Ra’jat Bandoeng (Ir Soekarno) dan Daoelat Ra’jat di Batavia (Drs Mohamad Hatta). Ir Soekarno atas hasutan yang pernah dibuat telah ditangkap dan dijebloskan di penjara Soekamiskin Bandoeng. Pada awal bulan November 1933, Parada Harahap memimpin tujuh revolusioner ke Jepang. Dalam rombongan ini termasuk Abdoellah Loebis (Pewarta Deli di Medan), Panangian Harahap (Bintang Timoer Batavia), Dr Sjamsi Widagda, guru di Bandoeng dan Drs Mohamad Hatta). Di Jepang, Parada Harahap dijuluki pers Jepang sebagai The King of Java Press. Setelah cukup lama di Jepang, rombongan kembali ke tanah air dan turun di pelabuhan Tandjoeng Perak Soerabaja pada tanggal 14 Januari 1934. Pada hari yang sama, Ir Soekarno diberangkatkan dari pelabuhan Tandjoeng Priok Batavia untuk diasingkan ke Flores. Setelah seminggai di Soerabaja, Parada Harahap dan Mohamad Hatta kembali ke Batavia. Semingguan kemudian keduanya ditangkap dan ditahan. Konsulat Jepang di Batavia membantu pembebesan mereka. Namun seminggu kemudian Mohammad Hatta ditangkap lagi atas tuduhan hasutan dimana tulisannya yang dimuat di Daoelat Ra’jat enam bulan sebelumnya. Mohamad Hatta dalam masalah, menunggu untuk pengasingan ke Boven Digoel (seperti kita lihat nanti Mohammad Hatta diasingkan ke Digoel tanggal 28 Januari 1935). Amir Sjarifoeddin Harahap juga ditangkap karena hasutan, tetapi mendapat pembelaan dari Dr Hoesein Djajadingrat, yang menjadi dekan Rechthoogeschool Batavia dimana Amir kuliah. Amir kemudian dibebaskan dengan syarat dan jaminan karena sedang menyelesaikan tesis.

Adam Malik telah kehilangan mentor Abdoel Hamid Loebis. Meski masih ada Parada dan Amir di batavia, tetapi juga turut kehilangan karena Ir Soekarno dan Drs Mohamad Hatta telah diasingkan. Adam Malik yang masih belia, mulai ikut berjuang di Batavia, melanjutkan perjuangan seniornya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Adam Malik hingga Mochtar Lubis: Fase Terpenting dalan Sejarah Kantor Berita Antara

Sebagaiman di dalam artikel sebelum ini, pada tahun 1925 di Batavia, Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi Alpena dengan merekrut WR Soepratman sebagai editor. Pada awal tahun 1938 diketahui di Batavia telah didirikan kantor berita pribumi Antara (lihat De koerier, 17-02-1938). Disebutkan pendirian kantor berita pribumi terkait dengan adanya perdebatan yang sengit di Volksraad tentang kesulitan yang dihadapi oleh pers pribumi dalam kaitannya dengan pasokan kertas dan sumber berita yang selama ini domonopoli oleh kantor berita (berbahasa) Belanda Aneta. Seperti dikutip di atas, kantor berita Antara didirikan 13 Desember 1937, yang mana dua diantara pendiri adalah Albert Manumpak Sipahutar dan Adam Malik.


Albert Manumpak Sipahutar dan Adam Malik sudah lama saling kenal. Mereka berdua adalah pengurus Partai Indonesi (Partindo) cabang Pematang Siantar (lihat Deli courant, 24-07-1933). Disebutkan dalam rapat umum Partindo di Pematang Siantara yang dihadiri 800-900 massa harus dibubarkan polisi. Dalam rapat umum ini ada sejumlah pembicara, yakni Djauhari Salim dari Medan dan dari pengurus Partindo Pematang Siantar, wakil ketua IN Siregar, komisaris AM Sipahoetar dan bendahara Adam Malik. AM Sipahoetar adalah pengurus baru, sementara adalah salah satu pendiri Partindo Simaloengoen/Pematang Siantar (lihat De Sumatra post, 27-12-1932). Disebutklan PI di Simaloengien. Dalam rapat terbatas pendiri Partai Indonesia yang digelar di Pematang Siantar, Sabtu malam, tokoh terkenal Abdoel Hamid Loebis membahas penentuan nasib sendiri, demokrasi, dan politik swadaya. Pembicara berhasil memberikan wawasan kepada mereka yang hadir dalam waktu tidak lebih dari dua jam. Pengurus yang terpilih, antara lain: ketua Mohamad Said Harahap, sekretaris Cholil Nasoetion, bendahara Adam Malik, comisaris Toha Arifin, AK Pandjaitan dan A.Moekmin Loebis.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar