Laman

Minggu, 05 Maret 2023

Sejarah Malang (24): Singasari, Kerajaan di Wilayah Malang: Sebelumnya Kerajaan di Kediri, Selanjutnya Kerajaan di Modjokerto


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Sejarah awal Indonesia di zaman kuno begitu minim data yang ditemukan pada masa ini. Namun begitu narasi haruslah sesuai jalannya sejarah. Sejarah sendiri adalah narasi fakta dan data. Oleh karena setiap data baru dapat mengubah narasi, dan kerena itu penulisan narasi sejarah tidak pernah berhenti. Sumber data sejarah yang berasal dari zaman kuno hanya terbatas pada prasasti dan candi plus teks kuno seperti Negarakertagama yang kemudian diperkaya dengan catatan-catatan manca negara (India, Tiongkok, Eropa). Dalam daftar kerajaan kuno termasuk Kerajaan Singhasari. Sejarah Singosari sudah barnyak ditulis. Artikel ini mendeskripsikan sejarah Singosari dilihat dari sisi lain dengan cara yang lain.


Kerajaan terlama di Nusantara terdapat di Sumatra bagian utara adalah kerajaan Panai. Kerajaan tua ini pada abad ke-7 ibu kotanya di Binanga muara sungai Batang Pane dengan rajanya Dapunta Hyang Nayk (prasasti Kedoekan Boekit 682 M). Pada Abad ke-11 kerajaan Panai termasuk federasinya kerajaan Angkola dan keraajaan Madalinggam pernah ditaklukkan kerajaan Chola dari India. Namun federasi kerajaan-kerajaan ini kembali bangkit sebagaimana dicatat dalam Negarakertagama (1365 M). Federasi kerajaan ini dengan nama Kerajaan Aru Batak Kingdom masih eksis pada era Portugis (lihat Mendes Pinto 1537). Kerajaan Aru ini kemudian memudar setelah ditaklukkan kerajaan Atjeh. Jika mundul ke belakang kerajaan federasi di Tanah Batak ini diidentifikasi sebagai Takola yang mungkin maksudnya Angkola (lihat catatan geografi dan peta Ptolomeus abad ke-2). Prasasti Tanjore 1030 M menulisnya Takkolam. Gelar Dapunta juga diwariskan ke Palembang (Dapunta Hyang Srijayanaga), di Jawa bagian tengah (Dapunta Ceilendra) dan di Jawa bagian timur (Dapunta). Di wilayah Angkola Mandailing (kini Tapanulis Selatan) gelar Dapunta ini adakalanya disebut singakatan [Bagin]da [Om]-pun[g]ta; sementara Hyang itu menjadi Hang dari kata [Ka]hang[gi] yang sinonum dengan brother/bro. Pusat kerajaan Takola/Panai/Aru berada di pusat percandian Padang Lawas Tapanuli Selatan.

Lantas bagaimana sejarah Singasari, kerajaan di wilayah Malang? Seperti disebut di atas, kerajaan Singhasari termasuk kerajaan kuno di Indonesia. Kerajaan Singasari didahului Kerajaan Kediri, lalu selanjutnya muncul Kerajaan Majapahit. Apakah ada hubungan kerajaan Singhasari dengan kerajaan di pantai timur Sumatra di Tapanuli? Lalu bagaimana sejarah Singasari, kerajaan di wilayah Malang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Singasari, Kerajaan di Wilayah Malang: Sebelumnya Kerajaan Kediri, Selanjutnya Kerajaan Majapahit

Singhasari termasuk salah satu kerajaan penting pada zaman kuno, Keutamaan Kerajaan Singhasari dalam sejarah zaman kuno Indonesia karena posisinya dalam sejarah nusantara sebagai kerajaan pertama di Jawa yang menjalin hubungan dengan, terutama kerajaan-kerajaan di Sumatra (misalnya Kerajaan Aru dan Kerajaan Mauli). Schnitger seorang arkeolog (1935) di dalam risalahnya dinyatakan raja terkenal Singhasari Kertanegara adalah pendukung fanatik agama Boedha Batak sekte Bhairawa. Ups! Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.


M Schnitger, kepala dinas kepurbakalaan Sumatra di Palembang melakukan eskavasi di candi-candi Padang Lawas (Tapanuli Selatan) pada tahun 1935. Schnitger sangat kaget dan menyimpulkan ada banyak persamaan candi-candi di Padang Lawas dengan candi Singhasari di Malang. Schnitger terus mengujinya. Yang membuat lebih kaget Schnitger dan menyimpulkan bahwa Raja Kertanegara dari Singhasari adalah salah satu pendukung fanatik agama Boedha Batak sekte Bhairawa. Koran-koran di Hindia Belanda heboh dan beritanya menjadi viral di koran-koran nun jauh di Belanda. Padang Lawas adalah pusat percandian yang terdapat di Tapanuli Selatan, pantai timur Sumatra. Di wilayah dimana terdapat percandian inilah pernah terbentuk kerajaan-kerajan yang berkesinambungan: Kerajaan Angkola (Baroes) dari abad ke-2, Kerajaan Panai dari abad ke 7 dan abas ke-11 dan Kerajaan Aru dari abad ke-15.

Schnitger tampaknya mendasarkan temuannya tentang adanya relasi kerajaan Singhasari dengan kerajaan di Padang Lawas yang dilatarbelakangi ekspedisi Pamalu pantai timur Sumatra dengan berdasarkan pemahamannya bahwa dari sejumlah candi di Padang Lawas ada satu candi di Singosari yang memiliki kemiripan. Schnitger berpendapat hal itu terjadi karena adanya pengaruh agama Boedha Batak sekte Bhirawa (Schnitger menyebut Raja Singasari Kertangara (abad ke-13) salah satu pendukung fanatic sekte Bhirawa).


Sementara itu peneliti lainnya, menyimpulkan ada dugaan kuat wilayah Tapanuli Selatan memiliki relasi dengan di Jawa, hal itu diasarkan bentuk dan arsitektur candi-candi tua di Tapanuli Selatan (candi Simangambat, abad ke-8) memiliki kemiripan dengan candi-candi di selatan Jawa bagian tengah seperti candi Sewu. Relasi timbal balik tersebut (antara Sumatra-Jawa dan sebalinya) diduga dimulai pada abad ke-7. Dalam prasasti Kedoekan Boekit (682 M) raja Dapunta Hyang Nayk berangkat dari ibu kota Minanga (di Sumatra bagian utara) ke Sumatra bagian selatan untuk mendirikan otoritas Dapunta Htang Srinagajaya, Minanga dalam hal ini terletak di muara sungai Panai pantai timur Sumatra (Padang Lawas, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara). Dalam prasasti Kota Kapoer (686 M) dilakukan satu ekspedisi ke Jawa. Jawaban ini ditemukan di dalam prasasti Sojomerto (720 M). Di dalam prasasti ini dinyatakan didirikannnya otoritas Dapunta Ceilendra. Gelar Dapunta inilah yang kemudian muncul di wilayah Jawa bagian timur. Dalam hal ini gelar Dapunta terdapat di Sumatra bagian utara, Sumatra bagian selatan, Jawa bagian tengah dan Jawa bagian timur). Dapunta adalah gelar dalam tradisi kerajaan-kerajaan Boedha (semantara di Jawa leboh cenderung Hindoe). Sejak abad ke-7 inilah terbentuk relasi Sumatra-Jawa dan sebaliknya) hingga era Singhasari (kemudian berlanjut pada era Majapahit).

Dalam konteks ini, satu pertanyaan penting yang nyaris terabaikan dalam narasi sejarah (kerajaan) Singhasari: Bagaimana kerajaan Singhasari terbentuk? Pertanyaan yang sama, seperti kita lihar nanti berlaku untuk kerajaan Majapahit. Yang jelas di wilayah Jawa garis continuum kerajaan-kerajaan Hindoe dimulai dari Tarumanegara (barat) dan Kalingga (tengah) yang kemudian menyusul keberadaan kerajan-kerajaan Boedha (dinasti Ceilendra) di (perdalaman Jawa bagian tengah)—suatu era yang kerap disebut era Mataram Kuno. Kerajaan-kerajaan pedalaman Jawa bergeser ke arah timur (seperti terbentuknya Kerajaan Kediri). Dalam konteks inilah pertanyaan tersebut di atas dapat dispesifikkan: Apakah kerajaan Singhasari terbentuk dari garis continuum kerajaan-kerajaan di pedalaman Jawa? Atau sebaliknya: apakah kerajaan Singhasari terbentuk dari sisi luar (laut/pesisir pantai)?


Salah satu kerajaan di wilayah Malang, yang memiliki reputasi adalah kerajaan Singosari. Salah satu sisa warisan kerajaan adalah candi Singosari yang sekarang. Jika sekitar candi adalah ibu kota kerajaan, satu yang perlu diperhatikan secara geomorfologis dan secara geopolitik kawasan kota tepat berada di titik tertinggi wilayah dataran tingggi Malang. Secara geografis wilayah kota Singasari zaman kuno ini sungai-sungai sebagian mengalir ke arah utara dan Sebagian yang lain ke arah selatan. Dalam navigasi zaman kuno untuk mencapai kota Singasari melalui jalur sungai ke utara hingga ke Bangil (saat itu Bangil adalah garis pantai/laut). Sedangkan aliran sungai (Brantas) dari Malang melalui Sengoeroh, Blitar hingga ke Kediri. Dengan kara lain dari kerajaan Kediri menuju kota Singosari melalui sungai Brantas, sebaliknya dari pelabuhan Bangil menujuk kota Singosari melalui navigasi sungai. Jarak dari Singosari ke Bangil begitu dekat. Lalu apakah Bangil sebagai pelabuhan Singosari? Dan juga Pasoeroean? Jika asumsi ini benar, dari arah mana kota Singosari tumbuh dan berkembang? Besar dugaan dari arah pelabuhan. Sebab jarak Kediri ke Singosari begitu jauh. Apakah prakondisi ini yang menyebabkan Singosari mampu mengalahkan Kediri, paling tidak Kediri tertinggal dari Singosari. Hal inilah yang menyebabkan kerajaan Singosari sebagai kerajaan maritime (sementara Kediri adalah representasi kerajaan pertanian di pedalaman).

Jika Kerajaan Singosari terbentuk, tumbuh dan berkembang dari arah laut/pantai, lalu apakah Kerajaan Singosari sebagai warisan kerajaan Kediri? Tampaknya tidak. Justru sebaliknya, kerajaan Singosari adalah kerajaan yang terpisah yang terbentuk dengan sendirinya dari arah laut/pantai. Umumnya kerajaan-kerajaan maritime di nusantara, tumbuh dan berkembang di kota-kota pantai yang kemudian ibukota baru relokasi ke arah pedalaman. Tipologi ini tampaknya sesuai dengan kerajaan Singosari. Kekuatan maritim inilah yang kemudian menjelaskan relasi pantai timur Jawa (Singosari) dengan pantai timur Sumatra (Panai).


Hubungan Sumatra-Jawa diduga sudah terbentuk lebih awal, tetapi tidak melalui pantai utara atau pantai timur Jawa tetapi pantai selatan Jawa dengan pantai barat Sumatra. Dasar pembentukan relasi ini adalah terdapatnya kemiripan candi Simangambat di pantai barat Sumatra dengan candi-candi di pantai selatan Jawa seperti candi Sewu. Arah navigasi pelayaran zaman yang lebih tua adalah dari pantai barat Sumatra ke pantai selatan Jawa (dan sebaliknya). Setelah ini terbentuk jalur navigasi antara pantai timur Sumatra (Dapunta Hyang Nayk di Minanga) dengan pantai utara Jawa (Dapunta Ceilendra di Sojomerto). Dinasti Ceilendra inilah dari pantai utara merangsek ke padalaman Jawa (candi Borobudur di Magelang). Dengan demikian arah perkembangan peradaban di Jawa bertemu di pedalaman yang datang dari arah selatan (Sewu, Prambanan) dan juga dari arah utara (Borobudur. Mendut). Lantas bagaimana dengan Singosari (plus Majapahit)? Seperti disebut di atas dari pantai timur Jawa ke pantai timur Sumatra. Candi Simangambat adalah pelabuhan di pantai barat dan candi-candi di Padang Lawas adalah pelabuhan pantai timur (kedua lokasi candi ini kini masuk wilayah kabupaten Tapanuli Selatan).

Terbentuknya relasi antara kerajaan (peradaban, religi, arsitektur candi) melalui jalur navigasi pelayaran yang jauh, tentu saja karena ada prakondisi yang memulainya. Prakondisi ini adalah titik-titik tumbuh berkembangnya perekonomian yang dapat berjauhan satu sama lain. Saling membutuhkan membentuk relasi navigasi, relasi perdagangan dan relasi peradaban termasuk relasi religi). Sumatra di bagian utara memiliki keunggulan kompratif dalam pertambangan terutama emas dan hasil-hasil hutan seperti gading, kamper, kemenyan dan damar. Sedangkan Jawa di semua bagian memiliki keunggulan komparatif dalam produk-produk pertanian seperti beras dan industry seperti kerajinan. Pertukaranlah yang membentuk relasi perdagangan Sumatra dan Jawa melalui navigasi, dalam hal ini kerajaan Singosari menjadi kerajaan maritime pertama di Jawa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sebelumnya Kerajaan Kediri, Selanjutnya Kerajaan Majapahit: Bagaimana Kerajaan Singhasari Berkembang di Wilayah Malang?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar