Laman

Sabtu, 11 Maret 2023

Sejarah Malang (35): Probolinggo, Sekolah Guru, Pendidikan di Malang; van Ophuijsen Guru di Kweekschool Padang Sidempoean


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Probolinggo? Tentu saja sudah banyak ditulis. Artikel ini hanya sekadar melengkapi, menambah yang kurang dan mengurangi yang berlebihan. Dari Namanya, Probolinggo adalah nama tua (probo. prabu; dan lingga. linggo). Namun seberapa tua. Yang jelas kota Probolinggo terletak di dataran rendah di pesisir pantai timur Jawa dimana di wilayah pedalaman berada wilayah Malang. Satu yang penting di Probolinggo, pernah eksis sekolah guru pada era Pemerintah Hindia Belanda.


Probolinggo (Madura: Prabâlingghâ), kota 100 Km tenggara Surabaya terbesar keempat di Jawa Timur. Probo bahasa Sanskerta sinar, lingga berarti tanda. Era Majapahit, Probolinggo dikenal dengan nama “Banger” juga nama sungai (tercatat dalam teks Negarakertagama). Pedukuhan kecil di muara kali Banger, berkembang manjadi Pakuwon (batas antara Majapahit dan Blambangan). Pada masa VOC, Mataram menyerahkan daerah di sebelah timur Pasuruan (termasuk Banger) tahun 1743. Untuk memimpin pemerintahan di Banger, tahun 1746 mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati. Kyai Djojolelono adalah putera Kyai Boen Djolodrijo (Kiem Boen). Patihnya Bupati Pasuruan Tumenggung Wironagoro (Untung Suropati). Kyai Djojolelono menangkap/membunuh Panembahan Semeru, Patih Tengger, keturunan Untung Suropati yang memusuhi VOC. Kyai Djojolelono menyingkir tahun 1768, dengan mengembara/lelono. VOC mengangkat RT Djojonegoro, putra Bupati Surabaya dan kabupatennya dipindah ke Benteng Lama. Pada tahun 1770 nama Banger diubah “Probolinggo”. Wilayah kota ketinggian 0- 50 M, semakin ke selatan semakin tinggi. Sungai-sungai utama di kota sungai Banger (6.40 Km; dari arah selatan ke utara). Tanah alluvial (63.98%); Masyarakat sebagian besar suku Jawa dan Madura Pendalungan. Kini ibu kota kabupaten di Kraksaan Kota. Kabupaten di lereng pegunungan gunung Semeru, Argopuro, Lemongan, dan pegunungan Bromo-Tengger (ketinggian wilayah 0-2500 M). Sungai antara lain Pekalen, Pancarglagas, Krasak, Kertosuko, Rondoningo, Pendil, Gending, Banyubiru, Ronggojalu, Kedunggaleng dan Patalan dan terpanjang Rondoningo (95,2 Km) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Probolinggo di pantai timur Jawa? Seperti disebut di atas, sejarahnya bermula sejak era Majapahit lokasi di muara sungai Banger di lerang gunung. Desa Banger menjadi Probolinggo yang relokasi ke benteng. Di Probolinggo pernah eksis sekolah guru yang menjadi penting di wilayah Malang. Sekolah guru ini semasa dengan CA van Ophuijsen dan Dja Endar Moeda di Kweekschool Padang Sidempoean. Lalu bagaimana sejarah Probolinggo di pantai timur Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Probolinggo dan Sekolah Guru, Pendidikan di Malang; CA van Ophuijsen di Kweekschool Padang Sidempoean

Sejak terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda (pasca berakhirnya VOC), Bezoeki menjadi wilayah penting di Prefect Oost Java. Pada masa pendudukan Inggris (1811-1816) dibentuk Residentie Bazoeki yang terdiri dari tiga afdeelingL Bezoeki, Probolinggo dan Banjoewangi. Setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan kembali, pembangian wilayah administrasi tetap dipertahankan seperti itu yang mana koffiecultuur mulai diintensifkan. Sejak masa lampau hingga era Residentie Bezoeki sebenarnya dapat dikatakan provinsi (residentie) Madura.


Berdasarkan sensus yang dilakukan pada tahun 1845, jumlah populasi penduduk di Residentie Bazoeki sebanyak 502,887 jiwa di tiga afdeeling 1.203 kampong/desa (17 district di Bazoeki, 13 district di Probolinggo dan 2 district di Banjoewangi). Komposisi populasi 393,761 orang Madura; 103.545 orang Jawa; 3.678 Arab, Melayu, Bugis, Bali, dll; 1.373 orang China, dan 530 orang Eropa. Luas residentie Bazoeki seluas 7.452 pal persegi dimana luas afdeeling Probolinggo sendiri hanya 1.834 pal persegi. Jumlah populasi di afdeeling Probolinggo sebanyak 242.932 jiwa yang tersebar di 511 kampong/desa. Kepadatan penduduk di afdeeling Probolinggo sangat tinggi sebesar 132 jiwa per paal (bandingan dengan di afd Bazoeki 64 dan di Banjoewangi 13). Catatan: afdeeling Probolinggi termasuk district Loemadjang; afdeeling Bazoeki termasuk district Bondowoso dan district Jember. Tetangga Residentie Bazoeki adalah Residentie Pasoeroean (terdiri afdeeling Pasoeroean, Bangil dan Malang). 

Berdasarkan tulisan Dr P Bleeker residentie Bazoeki menghasilkan produk padi, gula, kopi, kochenille dan kulit manis (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie 1849). Pada tahun 1855 afdeeling Probolinggo dipisahkan dari Residentie Bazoeki dan kemudian dibentuk residentie yang baru Residentie Probolinggo (berdasarkan Besluit 4 Februari 1855 No 6).

Tunggu deskripsi lengkapnya

CA van Ophuijsen di Kweekschool Padang Sidempoean: Renaisans di Wilayah Probolinggo dan Malang

Pada tahun 1870 ada usulan agar keputusan lama diputuskan untuk mendirikan sekolah giuru (kweekschool) di Probolinggo, di Koepang, di Ambon, di Makassar, dan juga ada kebutuhan mendesak akan sekolah guru yang bagus di Sumatera, tetapi belum ada, dan kapan semua itu direalisasikan? (lihat Aan diegenen onder het Nederlansche volk, die belangstellen in de bevolking van een merkwaardig deel onzer Oost-Indische bezittingen, 1870). Kebutuhan sekolah guru di wilayah Oost Java menjadi sangat mendesak, sebab hingga sejauh ini belum ada sekolah guru. Penunjukan Probolinggo tempat dimana sekolah guru dibangun menjadi nilai tambah diantara residentie-residentie di Oost Java.


Hingga tahun 1870 jumlah sekolah guru di Hindia Belanda baru beberapa buah. Ini bermula pada tahun 1851 di residentie Soerakarta didirikan sekolah guru dimana sebagai kepala sekolah adalah Mr Palmer van der Broek. Pada tahun ini juga di Batavia didirikan sekolah kedokteran pribumi (kini dikenal sebagai Docter Djawa School). Pada tahun 1856 Resident Padangsche Bovenlandern GWH van Ophuijsen menginisiasi pendirian sekolah guru di Fort de Kock. Sebelumnya tahun 1854 dua siswa lulusan afdeeling Angkola Mandailing Residentie Tapanoeli diterima di Docter Djawa School Bernama Si Asta dari Onderaf, Mandailing dan Si Angan dari onderafd. Angkola (mereka adalah siswa pertama yang diterima dari luar Jawa). Pada tahun 1857 rekan di Asta Bernama Si Sati melanjutkan studi keguruan ke Belanda. Pada tahun 1860 Si Sati alias Willem Iskander lulus dengan mendapat akta guru di Haarlem dan kembali ke tanah air tahun 1861. Pada tahun 1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru di Tanobato (afdeeling Angkola Mandailing). Sekolah guru (kweekschool) Tanobato menjadi sekolah guru ketiga di Hindia Belanda. Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi Mr A van der Chjis mengumumkan kweekschool Tanobato terbaik di Hindia Belanda (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels, nieuws- en advertentieblad, 20-03-1865). Tidak lama kemudian pada tahun 1866 di Bandoeng dibuka sekolah guru.

Jumlah sekolah guru yang masih sedikit di Hindia Belanda, sementara kebutuhan guru yang banyak untuk peningkatan pendidikan pribumi. Heboh sekolah guru di Tanobato Afdeeling Angkola Mandailing juga ikut memicu diputuskannya pendirian sekolah guru yang baru, termasuk untuk mendirikan sekolah guru yang baru di Probolinggo. Akan tetapi hingga tahun 1870 semua kuputusan yang telah dibuat belum terwujud. Satu yang masih menjadi teka-teki dalam keputusan pendirikan sekolah guru yang yang bagus di Sumatra. Dimanakah itu akan dibangun?


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 14-11-1868 yang mengutip dari surat kabar Soerabayasch Handelsblad edisi 5 November sangat menyentuh: ‘Mari kita mengajarkan orang Jawa, bahwa hidup adalah perjuangan. Mengentaskan kehidupan yang kotor dari selokan (candu opium). Mari kita memperluas pendidikan sehingga penduduk asli keluar dari kebodohan’. Orang Jawa, harus belajar untuk berdiri di atas kaki sendiri. Awalnya Chijs mendapat kesan (sebelum ke Tanobato) di Pantai Barat Sumatra mungkin diperlukan seribu tahun sebelum realisasi gagasan pendidikan (sebaliknya apa yang dilihatnya sudah terealisasi dengan baik). Kenyataan yang terjadi di Mandailing dan Angkola bukan dongeng, ini benar-benar terjadi, tandas Chijs’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar