Laman

Sabtu, 11 Maret 2023

Sejarah Malang (36): Pasuruan dari Masa ke Masa, Kota Lama Seberapa Tua? Wilayah Pasuruan Masa Lalu, Malang di Masa Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Pasuruan adalah kota tua. Ada dua kerajaan kuno berpengaruh di sekitar: Singasari (di Malang) dan Majapahit (di Mojokerto). Sejak kehadiran Belanda/VOC Pasoeroean menjadi salah satu perhatian penting. Namun situasi dan kondisi mulai bergeser ke wilayah Malang pada era Pemerintah Hindia Belanda. Bagimana itu bergeser? Yang jelas wilayah Pasuruan menjadi masa lalu dan wilayah Malang kembali menjadi masa ke depan (bahkan hingga ini hari).


Pasuruan sebuah kota 60 km sebelah tenggara Kota Surabaya. Kota pelabuhan kuno, zaman Kerajaan Airlangga, dikenal dengan sebutan "Paravan". Pasuruan juga pernah disebut Gembong (era raja-raja beragama Hindu). Pada abad XVI, raja di Gamda (Pasuruan) adalah Pate Supetak, dalam babad Pasuruan disebutkan pendiri ibu kota Pasuruan. Sultan Trenggono dari Demak menaklukkan Pasuruan tahun 1545. Sejak saat itu Pasuruan menjadi kekuatan Islam. Pada tahun-tahun berikut terjadi perang dengan kerajaan Blambangan Hindu-Budha. Pada tahun 1601 ibu kota Blambangan dapat direbut oleh Pasuruan. Pada tahun 1617-1645 berkuasa di Pasuruan Tumenggung dari Kapulungan. Pasuruan diserang Kertosuro. Pada tahun 1657 diserang Mas Pekik (Surabaya). Kiai Onggojoyo harus menyerahkan kekuasaan kepada Untung Suropati. Untung Suropati di Mataram membunuh Kapten Tack. Untung Suropati menjadi adipati (raja) Pasuruan. Selama 20 tahun pemerintahan Suropati (1686-1706) dipenuhi dengan pertempuran-pertempuran melawan VOC. Onggojoyo dibantu VOC mengalahkan Untung Suropati (1706). Adipati Nitiadiningrat menjadi Bupati di Pasuruan selama 48 tahun (hingga 8 November 1799). Seluruh wilayah Kota Pasuruan merupakan dataran rendah rata-rata 4 M dan menjadi hilir Sungai Gembong. Wilayah daratannya yaitu: Daerah pegunungan, dataran rendah, dan daerah pantai, dengan ketinggian antara 2 – 8 m. Di bagian utara meliputi kecamatan Nguling, Lekok, Rejoso, Kraton, dan Bangil. Bagian utara merupakan dataran rendah, bagian barat daya dengan puncaknya Gunung Arjuno dan Gunung Welirang; bagian tenggara Pegunungan Tengger, dengan puncaknya Gunung Bromo. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pasuruan masa ke masa, kota lama seberapa tua? Seperti disebut di atas, nama Pasuruan sebagai tempat (kota) sudah termasuk tua. Sejak kehadiran Belanda Pasuruan menjadi sangat penting. Akan tetapi situasi kemudian bergeser dimana wilayah Pasuruan menjadi masa lalu dan wilayah Malang menjadi masa depan (hingga ini hari). Lalu bagaimana sejarah Pasuruan masa ke masa, Pasuruan seberapa tua? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pasuruan Masa ke Masa, Kota Lama Seberapa Tua? Wilayah Pasuruan Masa Lalu, Wilayah Malang Masa Depan

Pada tahun 1677 nama Sourabaya menjadi penting di Batavia. Ada apa? Yang jelas pada tahun 1679 yang menjadi pemangku kuasa di Pasuruan adalah Kraeng Panaragan (lihat Dahgregister, 03-11-1679). Beberapa minggu kemudian disebutkan berhasil dilumpuhkan (pasukan) Glisson di Malang dan Troenajaja di Antangh. (lihat Daghregister, 29-11-1679). Karaeng Galesong diketahui wafat di Ngantang, 21 November 1679); Akibat perselisihan dengan Mataram (Soesoehoenan) Pangeran Trunojoyo wafat di Pajak, 2 Januari 1680.


Dari catatan harian Daghregister di Kasteel Batavia dapat dijelaskan sebagai berikut: Setelah kehadiran raja Mataram (Soesoehoena) di Batavia sebelumnya, Pemerintah VOC mengirim ekspedisi ke Oost Java dengan mengambil alih Soerabaja dan menjadikannnya pos utama. Sementara itu, kekuatan pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Trunojoyo dan pasukan yang dipimpin oleh pasukan Galesong di pedalaman, yang menjaga kekuatan di bagian belakang dipimpin oleh pasukan Karaeng Panaragan di Pasuruan. Lalu pasukan lawan di Pasuruan ini dapat dilumpuhkan oleh militer VOC (yang didukung pasukan pribumi yang berasal dari Bugis dan Ambon). Kekuatan Galesong dan Trunojoyo dalam posisi terjepit di pedalaman dengan mudah dapat dilumpuhkan. Dengan demikian, Galesong dan Trunojaya tamat pada tahun 1680, sebaliknya menjadi era baru di Soerabaja dan Pasoeroean pada era VOC.

Nama Pasoeroean sejak 1679 menjadi sangat penting. Kota Pasoeroean menjadi ibu kota VOC di wilayah pantai timur Jawa (hingga ke Blambangan), sementara kota Soerabaja menjadi ibu kota VOC di wilayah selat sempit dan pantai timur laut Jawa. Toeban sendiri sudah sejak lama menjadi salah satu pos perdagangan VOC. Sementara Bali sudah sejak 1597 memberi dukungan kepada Belanda/VOC. Takluknya (kerajaan) Gowa tahun 1669 dan sebelum perang itu ibu kota VOC di relokasi ke Bima (Soembawa), dengan pendudukan VOC di Pasoeroean praktis (pulau) Mafdura dalam posisi terjepit. Pulau Madura sendiri adalah basis utama perlawanan Pangeran Trunojoyo.


Pasca memudarnya (kerajaan) Majapahit kekuatan-kekuatan telah terpecah-pecah yang kemudian terbentuk kekuatan-kekuatan perdagangan di berbagai wilayah di sekitar seperti Bali, Soembawa, Makassar, Timor dan Madura plus Mataram/Demak. Wilayah pantai timur Jawa mulai dari Toeban, Sidajoe, Gresik, Pasoeroean hingga Banjoewangi di bawah kekuatan perdagangan Madura yang berpusat di Arosbaja. Kerajaan Arosbaja di pantai barat pulau Madura tidak hanya menguasai arus perdagangan di selat sempit (Madura), juga cabang-cabangnya seperti di Soerabaja dan Pasoeroean diperkuat. Ketika palaut-pelaut Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman (1595-1597) pertama kali tiba di Hindia Timur (baca: Nusantara), Arosbaja melancarkan serangan di pintu masuk selat Madura. Dengan kekalahan, ekspedisi Belanda yang akan menuju Amboina terpaksa urung karena satu kapal mereka rusak berat sehingga harus kembali ke Belanda dengan memutar arah (mengitari) pulau Lombok. Sebelum melanjutkan pelayaran ke Eropa Cornelis de Houtman dengan sisa pelautnya singgah pantai timur dan diterima Raja Bali. Setelah selama sebulan di Bali, ekspedisi berangkat melalui pantai utara Bali dan memasuki selat Blambangan terus ke pantai selatan Jawa hingga menuju Afrika Selatan. Ekspedisi ini telah menambah pengetahuan di Belanda tentang keseluruhan pulau Jawa, Madura, Lombok dan Bali.

Sejarah pulau Jawa sejak era Majaphit, khususnya pada masa (kekuatan) Arosbaja kemudian menjadi masuk dalam radar pengetahuan pelaut—pelaut Belanda. Kekuatan di Jawa (Banten plus Soenda Kalapa, Chirebon dan Demak/Japara serta Arosbaja bukan tnadingan pelaut-pelaut Belanda. Akan tetapi pengetahuan mereka tentang Jawa, Madura, dan Bali sudah cukup untuk menjelaskan begitu pentingnya pulau-pulau tersebut dalam jangka panjang. Satu yang penting dalam awal ini, Bali sudah mengikat kerjasama dengan pelaut-pelaut Belanda dan semakin erat sejak terbentuknya VOC dengan ibu kota (pos perdagangan utama) yang baru di Batavia (sejak 1619).


Sejak kehadiran ekspedisi Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman, pengetahuan di Belanda dengan cepat bertambah, dan hanya dalam tempo kurang dari lima tahun sudah memetakan seluruh Nusantara (baca: Hindia Timur). Komandan ekspedisi Belanda Oliver Noort telah menjelajah hingga ke laut Cina selatan, pantai utara Borneo dan Sulawesi serta singgah di Bali (1600). Ekspedisi kedua Cornelis de Houtman telah melengkapi pengetahuan di Sumatra (1601). Jumlah ekspedisi Belanda semakin intens sehingga sudah cukup mengenal dengan peta geopolitik di Maluku. Pada tahun 1605 ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Admiral van Hagen yang menyertakan (ahli bahasa Melayu) Frederik de Houtman menaklukkan kekuatan Portugis di Amboina dan mengambil benteng Victoria dan menjadikannya ibu kota (pos perdagangan utama). Frederik de Houtman diangkat menjadi gubernur Belanda (pertama) di Amboina (Maluku). Frederik de Houtman adalah adik Cornelis de Houtman yang turut dalam perang Arosbaja dan melakukan Kerjasama dengan raja Bali. Dalam ekspedisi keduanya, Cornelis de Houtman terbunuh di Atjeh (1601) dan Frederik de Houtman ditangkap dan dipenjarakan di Kotaradja. Selepas tahanan, tahun 1603 Frederik de Houtman kembali ke Belanda dengan kamus bahasa Melayu-Belanda yang kemudian dicetak secara komersil. Dalam rencana Admiral van Hagen yang akan ke Hindia Timur disertakan Frederik de Houtman (yang kemudian menjadi gubernur pertama Belanda di Amboina). Sejak pelaut-pelaut Belanda menemukan jalur navigasi laut melalu selatan Lautan India dan terus menuju pulau Kalapa dan pulau Natatl di selatan Jawa, jalur perdagangan Belanda tidak lagi melalui selat Soenda dan pantai utara Jawa tetapi dari pulau Kalapa dari pantai selatan Jawa ke Bali hingga ke Maluku. Namun dalam perkembangannya, kekuatan tersisa Portugis di Solor dan Couopang menjadi batu sandungan dan kemudian ekspedisi Belanda menaklukkan Portugis de benteng Solor dan di benteng Koupang tahun 1612 (orang-orang Portugis dalam situasi dan kondisi lemah menyingkir ke bagian timu pulau Timor; hingga ini hari sebagai bagian dari Timor Leste). Dengan situasi dan kondisi terbaru di Hindia Timur, para pedagang membentuk sarikat perdagangan di Texel (Belanda) yang diberi nama VOC). Strategi pertama VOC adalah merelokasi ibu kota dari Amboina ke Batavia (1619). Setelah melemahnya kekuatan maritime Demak/Jepara, kekuatan Mataram di pedalaman menemukan puncak. Kekuatan VOC di Batavia menjadi ancaman bagi Mataram dalam memperluas ekspansi ke Oost Java (hingga Blambangan). Kerajaan Mataram (yang didukung Banten) pada tahun 1628 melancarkan serangan ke Batavia. Mataram memang tidak menang, tetapi VOC di Batavia juga tidak kalah. Sejak inilah perselisihan VOC dan Mataram hingga era Soesoehoenan di Kartosoero tidak pernah berujung. Bali (Hindoe) yang selama ini terancam (dari Mataram/Islam) meminta bantuan VOC tahun 1634 untuk mengusir Mataram yang semakin mendekati wilayah batas Tapal Kuda (bagian timur Oost Java). Janji memang diberikan tetapi setelah urusan VOC dengan Portugis selesai. Setelah membersihka Portugis dan Spanyol dari Maluku, VOC kemudian mengincar kekuatan Portugis di Malaka. Pada tahun 1641 VOC berhasil menaklukkan Portugis di Malaka dan juga berhasil menaklukkan Portugis di Kamboja. Praktis Portugis di Hindia Timur hanya tersisa di Macao plus orang-orang Portugis di bagian timur pulau Timor. Tamat Portugis. Sisa Spanyol di Manado, berhasil diusir tahun 1657. Dalam konteks ini, kekuatan di Nusantara, posisi Atjeh telah dibendung di Malaka; lalu kekuatan Makassar (Gowa) harus dibereskan sebelum menyasar Jawa dan Madura. Bali tetap wait en see. Utang lama di Makassar diungkit VOC. Pemerintah VOC menuntut ganti rugi atas terbunuhnya kepala pedagang VOC di Makassar tahun 1641. Gowa menolak; lalu pedagang-pedagang VOC di Makassar direlokasi ke Bima dimana residen baru diangkat. Namun sebelum menyelesaikan urusan Makassar (Gowa), VOC ingin membersihkan Atjeh dari pantai barat Sumatra dan berhasil tahun 1665. Pedagang-pedagang VOC membuka pos perdagangan di Indrapoera, Padang, Pariaman, Tikoe, Baroes dan Singkil. Lalu militer VOC yang dipimpin admiral Speelman yang dibantu pasukan pribumi dari Bali, Ternate/Ambon, Bugis plus Buton berhasil menaklukkan Gowa tahun 1669. Bertepatan dengan urusan Belanda selesai (minus Atjeh), dalam hubungan dengan target lama di Jawa dan Madura, secara kebetulan tahun 1870 timbul pemberontakan di Mataram (Pangeran Trunojoyo dan Soesoehonan/Mataram). Dalam situasi kelelahan dalam Perang Gowa dan kekuatan militer VOC yang dapat tengah menganggur, Soesoehoenan/Mataram meminta bantuan VOC di Batavia. Apakah Bali kecewa ketika permintaan lama terhadap VOC, malah sebaliknya meluluskan permintaan Mataram?  Kebijakan politik VOC tidak memadang agama dan etnik, yang diperlukannya hanya siapa yang mau membantu melancarkan (arus) perdagangan VOC di Hindia Timur. Bali cepat paham dengan adagium VOC ini, juga Mataram cepat paham. Pemerintah VOC dalam konteks ini ingin mendapatkan yang dicita-citakan: Memperoleh hak penuh di Jawa bagian barat, di pantai utara Jawa dan di Jawa bagian timur. Sisanya biar buat Mataram (sebatas Vorstenlanden saja).

Pemerintah VOC yang berpusat di Batavia dan semakin kuat, menjadi awal adanya hubungan Batavia dengan Soerabaja dan Pasoeroean. Setelah perlawanan Pangeran Trunojoyo (Madura/Arosbaja) dan Galesong (eks Gowa) di Jawa bagian timur berakhir (1680), kebijakan baru Pemerintah VOC sejak 1665 (dimana disebutkan penduduk dijadikan subjek; yang pertama direalisasikan di pantai barat Sumatra dan kemudian di Makassar/wilayah selatan Celebes), mulai diterapkan di Jawa (dimulai di Oost Java; di Soerabaja, Pasoeroean dan Malang)._.  


Setelah penyerahan Mataram, West Java kepada Pemerintah VOC, ekspedisi pertama kea rah hulu sungai Tjiliwong dimulai pada tahun 1687. Ekspedisi ini dipimpin oleh Sersan Scipio yang dibantu Kapten Patinggi (Bugis) dari Batavia hingga pantai selatan Jawa di Palaboehan (Ratoe). Sejak ini benteng VOC dibangun di hulu sungai Tjiliwong (eks kota Pakwan Padjadjaran) yang disebut Fort Padjadjaran. Benten ini adaalah benteng VOC terjauh ke pedalaman (posisi benteng itu kini tepat berada di Istana Bogor). Pada tahun 1687 pedagang-pedagang VOC sudah mencapai Malang (dari jalur Pasoeroean). Sebelumnya, untuk mengisolasi Atjeh di ujung Sumatra, Pemerinta VOC mengirim utusan dari Malaka, Thomas Dias tahun 1686 ek kerajaan Pagatoejoeng di pedalaman (Sumatra). Dengan demikian, pantai barat dan pantai timur Sumatra menjadi terhubung melalui relasi Pagaroejoeng di Sumatra dan gubernur VOC di Malaka.

Sejak 1680an Soerabaja dan Pasoeroan di pantai timur Jawa tumbuh dan berkembang sebagai kota-kota utama dan menjadi dua ibukota VOC di wilayah Oost Java.

Wilayah Pasuruan Masa Lalu, Wilayah Malang Masa Depan: Singosari, Pasuruan, Malang

Setelah terjadi pendudukan Prancis sejak 1795, akhirnya VOC dibubarkan dan kemudian di era Napoleon ini dibentuk Pemerintah Hindia Belanda dengan tetap Batavia sebagai ibu kota. Dalam struktur Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dengan Keputusan Kerajaan tanggal 6 Oktober diangkat PF Gerbrants sebagai komandan mariner Madura, 7 Oktober mengangkat N Engelhardt sebagai Commiss Opziender over der Inlander, sebelumnya sebagai Raad Extraordinary (lihat Leydse courant, 26-10-1801). Nicolaus Engelhard kemudian menjadi Gubernur Pantai Timur Laut Jawa (1801-1803). Pasoeroean menjadi penting. Paling tidak pada tahun 1805 satu kapal perang berangkat dari Batavia ke Pasoeroean (lihat Daghregister, 05-05-1805).


Dalam perkembangannya N Engelhardt dipromosikan menjadi Direktur Jenderal Hindia Belanda (di bawah Gubernur Jenderal J Siberg). Pada tanggal 1 Januari Daendels tiba di Batavia dan mulai menjabat tanggal 14 Januari 1808. Pada tahun 1810 residentie Pasoeroean dan residetie Soemanap disatukan dengan ibu kota di Bangil (tidak di pilih di Sumanap dan di Pasoeroean karena diduga adanya ancaman dari serangan Inggris). Lalu tidak lama kemudian terjadi pendudukan Inggris tahun 1811. Selama pendudukan Inggris (1811-1816) pulau Jawa dibagi kedalam 16 residentie termasuk Residentie Pasoeroean.

Pasca pendudukan Inggris, Pemerintah Hindia Belanda kembali dipulihkan. Dengan diangkatnya GG van der Capellen, Komisaris Jenderal tanggal 24 Agustus 1816 mengangkat sejumlah pejabat setingkat Residen dan fungsi lainnya. Di Pasoeroean ditempatkan seorang Superintenden yang dijabat oleh C Vos. Dalam pengangkatan ini juga ada nama N Engelhard sebagai salah satu anggota Adviserende Commisie (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 14-01-1817). Ini mengindikasikan bahwa (kota) Pasoeroean pada awal Pemerintah Hindia Belanda sudah begitu penting. Lalu pada tahun 1817 fungsi superintendent di Pasoeroean tersebut statusnya ditingkatkan menjadi Residen yang berkedudukan di Pasoeroean dan Asisten Resdient di Malang (lihat Bataviasche courant, 04-04-1818). Dalam hal Residentie Pasoeroean terdiri tiga afdeeling (Pasoeroean, Bangil dan Malang).


's Gravenhaagsche courant, 03-04-1820: ‘Gubernur Jenderal van der Capellen, dari Pasoeroean tanggal 11 October (1819) melakukan kunjungan dinas ke Bezoeki. Selama di (residentie) Pasoeroea juga melakukan kunjungan ke district Malang.dimana benda-benda kuno seperti Bama, Ganesa dan Nandi serta dua penjaga berukuran raksasa serta patung wanita, yang oleh Jawa diberi nama Poetie Dedes, ditemukan di hutan dekat Lawang, di tempat selama sepuluh abad - kota Singa-Sati berkembang pesat, yang kalau boleh menilai dari seluruh dunia reruntuhan batu dan sisa-sisa pondasi, pastilah sangat luas. GG van der Capellen tiba kembali di Soerabaja tanggal 16.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar