Laman

Minggu, 12 Maret 2023

Sejarah Malang (37): Kediri di Hilir Sungai Brantas Malang Berada di Hulu; Jalan Pintas Antara Kediri Malang via Antang Kandangn


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Kediri dan Malang dihubungkan sungai Brantas, Malang di hulu, Kediri di hilir. Malang dan Kediri dipisahkan oleh gunung Arjuno. Namun demikian ada jalan pintas antara Kediri dan Malang melalui Batu, Antang dan Kandangan. Sungai Brantas sejatinya berbentuk tiga perempat lingkatan, berhulu di gunung Arjuno dan berhilir di Mojekerto dan Suranaya. Antara Arjuno dan Mojokerto terdapat Pegunungan Penanggungan. Kota Kediri, Malang dan Surabaya di daerah aliran sungai Brantas adalah tiga kota terbesar di Jawa Timur (idem dito tempo doeloe: Kediri, Singosari/Malang dan Majapahit/Mojokerto).


Kediri kota terletak sekitar 130 km sebelah barat daya Surabaya kota terbesar ketiga di provinsi Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang. Kediri kota tertua di Jawa Timur. Kota Kediri dilalui sungai Brantas dari selatan ke utara. Temuan arkeologi di Tondowongso 2007 menunjukkan sekitar Kediri lokasi Kerajaan Kadiri (Hindu-Buddha abad ke-11). Menurut Serat Calon Arang, awal mula Kediri permukiman perkotaan dimulai Airlangga pindahkan pusat kerajaan dari Kahuripan ke Dahanapura (sekitar Kota Kediri). Wilayah Panjalu menjadi dua, Kediri di barat (berpusat di Daha) dan Jenggala di timur (pusat di Janggala). Panjalu sebagai Kerajaan Kediri. Tumapel (berpusat di Singhasari) menguat, ibukota Dahanapura diserang dan kota jadi kedudukan raja vazal, berlanjut hingga Majapahit, Demak dan Mataram Islam. Pasukan VOC menyerbu Kediri yang dijadikan ibukota oleh Trunajaya–tahun 1678. Kediri jatuh ke tangan VOC pada saat itu dikuasai Cakraningrat IV, adipati Madura yang memihak VOC dan menginginkan bebasnya Madura dari Kasunanan Kartasura. Karena ditolak oleh VOC, ia memberontak. Pemberontakannya ini dikalahkan VOC, dibantu Pakubuwana II, sunan Kartasura. Sebagai pembayaran, Kediri menjadi bagian yang dikuasai VOC. Kota Kediri menjadi Gemeente 1 April 1906. Struktur wilayah Kediri dataran rendah terletak di bagian timur sungai, dataran tinggi di bagian barat sungai. Kabupaten Kediri berbatasan kabupaten Malang dan kabupaten Blitar di timur, Di sebelah timur laut, tepatnya di kecamatan Kandangan, terdapat rangkaian Pegunungan Anjasmoro - Argowayang batas Kediri dan Malang (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kediri di hilir sungai Brantas, Malang berada di hulu? Seperti disebut di atas, sungai Brantas pada dasarnya sungai melingkar, hulunya di wilayah Malang dan hilirnya di Kediri (hingga Mojokerto). Jalan pintas antara Kediri dan Malang melalui Antang dan Kandangan. Lalu bagaimana sejarah Kediri di hilir sungai Brantas, Malang berada di hulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kediri di Hilir Sungai Brantas, Malang Berada di Hulu; Jalan Pintas Antara Kediri dan Singasari/Malang via Antang dan Kandangan

Sejarah masa lalu era zaman kuno selalu menyimpan misteri, bahkan terkesan belum terpecahkan hingga masa kini. Pertanyaan ini muncul karena tidak ada yang menanyakan sehingga tidak ada yang berusaha menjawabnya. Dalam narasi sejarah masa kini tentang masa lampau dianggap sudah stasionary. Dalam narasi disebutkan suksesi kerajaan Medang (Mataram Kuno) muncul di wilayah Kediri yang sekarang. Lantas apakah kerajaan di Kediri berasal di wilayah Mataram? Mungkin bisa iya (rezimnya), tetapi apakah populasinya juga berasal dari Mataram? Hal inilah yang memicu munculnya pertanyaan-pertanyaan baru. 


Secara geomorfologis bentuk pulau Jawa pada masa ini sangat berbeda dibandingkan dengan bentuk masa lampau di zaman kuno. Hal serupa juga terjadi pada pulau-pulau lainnya terutama pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua. Wilayah pulau Jawa di pantai utara relative berubah jika dibandingkan dengan wilayah di pantai selatan Jawa. Pulau Jawa zaman lampau (juga pulau Sumatra) jauh lebih ramping jika dibandingkan dengan keadaan masa kini. Dalam hubungan itu, daratan pulau Jawa banyak pesisir laut di pantai selatan Jawa menyempit yang telah terkikis/tergerus (seperti akibat abrasi), sementara pulau Jawa di pantai utara telah meluas (membengkak di pantai utara) seperti akibat proses sedimentasi. Proses sedimentasi antara lain dipicu oleh aktivitas gunung api dan pembakaran lahan. Perlu ditambahkan perubahan bentuk dapat terjadi karena aktivitas tektonik seperti permukaan bumi retak/terputus. Pulau Jawa diduga dahulu menyatu dengan pulau Sumatra di barat dan juga menyatu dengan Bali di timur. Hal itulah mengapa tiga pulau menjadi habitat harimau.

Populasi penduduk di suatu wilayah adalah pendukung keberadaan candi-candi. Dari berbagai bentuk atau ornament, peta candi di Jawa bagian tengah (berpusat di seputar gunung Merapi) berbeda dengan peta candi di Jawa bagian timur. Keberadaan candi adalah wujud dari suatu peradaban awal di sekitar yang kemudian terbentuk sturuktur penduduk (organisasi/kelembagaan) yang mewadahi terbentuknya pemerintahan (rezim) yang atas dasar resources yang dimiliki pada gilirannya muncul upaya untuk membangun candi (apakah sebagai tanda kekuasaan atau tanda religi). Dalam konteks inilah kita membicarakan zaman kuno di wilayah Jawa bagian timur di seputar gunung Arjuno (paling tidak berpusat di Kediri, Singosari/Malang dan Majapahit/Mojokerto).


Secara geomorfologis, diduga kuat perabaan di wilayah Jawa bagian timur bermula di wilayah pedalaman. Peradaban awal dipicu oleh navigasi pelayaran awal bermula di pantai selatan Jawa; Navigasi pelayaran di pantai utara baru muncul kemudian. Arus navigasi pelayaran perdagangan (populasi dan komoditi) adalah prakondisi terbentuknya peradaban baru di Jawa khususnya di Jawa bagian timur. Dalam konteks inilah kita membicarakan baru di wilayah Kediri yang diduga menjadi pendahulu sebelum terjadi di Malang dan Mojokerto. Seperti disebut di atas, bentuk (geografis) pulau Jawa zaman dulu berbeda pada masa kini, dengan memahami peradaban awal bermula di pedalaman di Kediri maka dengan pendekatan geomorfologis, wilayah Jawa bagian timur adalah wilayah yang terpisah dari Jawa bagian tengah/barat, di zaman kuno dua wilayah dipisahkan oleh selat/teluk sempit yang kini telah hilang karena terbentuknya daratan baru dengan menyisakan sungai Brantas. Apakah dalam hal ini sungai Brantas yang berhulu di Singosari/Malang bermuara di wilayah Kediri di sekitar Tulungagung? Dalam hal ini muara sungai Brantas terus bergeser ke arah timur laut (Kediri, Mojokerto dan kini di Soerabaja/Bangil)? Idem dito dengan pergeseran muara sungai Bengawan/Solo.  Jika pun dua wilayah tidak terpisah sama sekali, paling tidak daratan sempit (Tanah Genting) yang menghubungkannya yang kini berada di pantai selatan Jawa (daerah Terowongan Niyama di kabupaten Tulungagung). Catatan: Kota Tulungagung ketinggian hanya sekitar 60 M dpl.

Migrasi awal para pendatang ke pulau Jawa pada fase pertama melalui pantai selatan Jawa. Pantai selatan Jawa menjadi arah navigasi pelayaran zaman kuno dari daratan Asia (atau sebaliknya) melalui pantai barat Sumatra hingga ke pantai timur India. Dalam hal ini di zaman kuno, secara geomorfologi pulau Sumatra pernah menyatu dengan daratan Asia di Tanjung Burma.


Selain ditemukan Tanah Genting di wilayah Andaman/Nikobar yang sekarang, juga terdapat di Sumatra (di wilayah Tapanuli Selatan), selat Sunda, Tulungagung dan selat Bali. Tanah Genting di selat Sunda dan selat Bali telah putus yang diduga karena dampak tektonik. Sebaliknya Tanah Genting Tulungagung (juga Tanah Genting Tapanuli Selatan) semakin meluas ke utara (pergeseran muara sungai Brantas) karena dampak vulkanik gunung-gunung di sekitar dan massa padat (sampah vegetasi dan lumpur) dari wilayah Malang.  

Migrasi lanjutan pendatang ke pulau Jawa pada fase kedua melalui pantai utara Jawa. Ini sehubungan dengan Tanah Genting Andaman/Nikobar dan selat Sunda terputus. Pada fase ini migrasi dari Asia Timur (Indochina) belum muncul karena peradaban Tiongkok kuno belum mengenal navigasi pelayaran. Diduga kuat navigasi pelayaran Tiongkok baru muncul pada abad ke-7 (era I’tsing). Sementara navigasi pelayaran Sumatra sudah maju pada abad ke-7 tersebut (lihat prasasti Kedoekan Boekit 682 M dan prasasti Kota Kapoer 686 M). Sejak abad ke-7 inilah migrasi ke pantai utara Jawa semakin intens (peradaban Boedha di Jawa dimulai; dinasti Seilendra bermula).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jalan Pintas Antara Kediri dan Singosari/Malang via Antang dan Kandangan: Kediri, Malang, Mojokerto

Pada masa (kerajaan) Madjapahit (sejak 1298 M), dengan ibu kota di Mojokerto, posisi GPS kraton Majapahit diduga tepat berada di garis pantai di muara sungai Brantas. Hal itulah mengapa kerajaan maritime Majapahit berjaya dalam navigasi pelayaran perdagangan (nusantara). Seperti disebut di atas, sungai Brantas berhulu di Malang (Singosari) melalui Blitar, Tulungagung dan Kediri. Lantas bagaimana dengan kerajaan Singosari yang juga sebagai kerajaan maritim?


Meski kerajaan Singosari (sebagai pendahulu kerajaan Majapahit), berada di hulu sungai Brantas, tetapi kerajaan tidak mengikuti garis navigasi sungai ke arah selatan (Blitar) dan barat (Kediri), tetapi telah membangun pelabuhan sendiri di pesisir yang begitu dekat dari Singasari ke pesisir di Pasoeroean/Bangil. Sulit memahami apakah kerajaan Singosari yang beribukota di belakang pantai di pegunungan, peradabannya dibangun dari peradaban populasi pedalaman atau populasii penduduk pesisir. Sementara peradaban kerajaan Majapahit dibangun di atas sttruktur populasi pendudk pesisir. Sedangkan peradaban kerajaan Kediri diduga kuat dibangun di atas perdaban populasi pedalaman. Oleh karena muara sungai Brantas terus bergeser, maka peradaban populasi pedalaman di Kediri berawal dari arah selatan (Tulungagung, Blitar dan Trenggalek). Jika kita percaya bahwa kerajaan Tumapel/Singosari sebelumnya menyerang dan menaklukkan kerajaan Kediri, diduga kuat kerajaan Singosari yang perdabannya dibangun di atas pondasi populasi penduduk pedalaman, tetapi dalam membentuk rezim baru (kerajaan Singosari) diperkaya dengan peradaban populasi penduduk pesisir (di Pasoeroean/Bangil). Tentu saja dalam hal ini Singosari menyerang Kediri tidak melalui laut (muara sungai Brantas), juga tidak melalui hulu sungai Brantas (Blitar), tetapi melalui jalan pintas pegunungan antara gunung Arjuno dan gunung Kawi (wilayah Ngantang dan Kandangan).  

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar