Laman

Senin, 24 Juli 2023

Sejarah Sepak Bola Indonesia (4): Sepak Bola Semarang Sejak Era Hindia Belanda; Klub Cina, Klub Belanda dan Klub Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Sepak Bola Indonesia di blog ini Klik Disini

Sejatinya sepak bola belum lama dan oleh karena itu tidak terlalu sulit menemukan datanya. Pertandingan sepak bola di Medan diberitakan pada tahun 1893. Bagaimana dengan di Semarang? Satu yang jelas pada tahun 1882 ada seorang warga menulis artikel di surat kabar yang terbit di Semarang; bahwa di seluruh Hindia Belanda belum ada indikasi adanya (permainan) sepak bola. Mengapa? Di Belanda sendiri, sepak bola baru mulai popular.


Persatuan Sepak Bola Indonesia Semarang PSIS adalah klub sepak bola profesional yang berbasis di Kota Semarang. Sejarah tim sepak bola kota Semarang telah berlangsung sejak lama. Yang pertama tercatat adalah team sepak bola UNION berdiri 2 Juli 1911. UNION sendiri hanyalah sebutan bagi tim dengan nama Tionghoa Hoa Yoe Hwee Koan. Tim ini mendapatkan hak rechspersoon tahun 1917 dari pemerintah. Selanjutnya ada pula tim bernama Comite Kampioens-wedstrijden Tionghoa (CKTH). Pada tahun 1926 tim ini berubah nama menjadi Hwa Nan Voetbalbond (HNV). Tercatat klub Hwa Nan melakukan pertandingan dengan klub asal Taiwan, Loh Hua Team Voetbalbond. Di kalangan pendukung pribumi, perkumpulan yang menonjol adalah Tots Ons Doel (TOD) yang didirikan pada 23 Mei 1928, berganti nama menjadi PS. Sport Stal Spieren (SSS), yang menjadi cikal bakal PSIS. Pada tahun 1930 team ini berganti nama menjadi Voetbalbond Indonesia Semarang (VIS). Setelah PSSI lahir pada 19 April 1930, VIS berganti nama menjadi Persatuan Sepak bola Indonesia Semarang (PSIS) yang beranggotakan klub sepak bola Romeo, PSKM, REA, MAS, PKVI, Naga, RIM, RDS dan SSS sendiri. Nama klub SSS kemudian berganti nama menjadi Sport Supaya Sehat (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah sepak bola di Semarang sejak era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, sepak bola di Indonesia sejak era Hindia Belanda sejatinya belum lama dan oleh karena itu tidak terlalu sulit menemukan datanya. Data sejarah inilah yang dapat dijadikan untuk menyusun narasi sejarah sepak bola di Semarang. Ada klub Cina, tentu saja ada klub Belanda dan klub pribumi. Lalu bagaimana sejarah sepak bola di Semarang sejak era Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Sepak Bola di Semarang Sejak Era Hindia Belanda; Ada Klub Cina, Tentu Ada Klub Belanda dan Pribumi

Pertandingan sepak bola di Medan diberitakan pada tahun 1893. Bagaimana bisa di Medan sudah ‘dipermainkan’ bola yang dimainkan oleh dua tim (kesebelasan) di satu lapangan. Lalu apakah di Jawa, khususnya di Semarang sudah pula sepak bola dipertandingkan seperti halnya di Medan? Mari kita bandingkan antara yang terjadi di di lingkungan warga di tengah (lapangan) kota (sipil) dengan di barak-barak militer.


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-10-1893: ‘Akhir-akhir ini keinginan untuk memperbaiki nasib prajurit Hindia telah terdengar dari berbagai kalangan. Berulang kali didesak untuk memperbaiki barak dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga prajurit merasa tidak perlu mencari hiburan di luar barak. Hal ini mengakibatkan perlu didirikannya apa yang disebut dagverblijven di barak tersebut, dimana dia dapat menemukan minuman, cerutu, dan makanan ringan lainnya dengan harga yang sangat wajar. Tenis rumput, kriket, sepak bola, dan permainan lainnya dibeli, perlengkapannya diperbaiki, tarif makanan baru diperkenalkan, singkatnya, langkah-langkah diambil ke berbagai arah untuk membuat nasibnya lebih dapat ditanggung. Namun, diragukan apakah upaya ini selalu bijaksana, memiliki hasil yang diinginkan, dan memenuhi tujuan yang dimaksudkan... sementara pembelian game yang disebutkan di atas juga tampaknya setengah-setengah. Permainan itu diberikan kepada berbagai batalion; tetapi seringkali tidak ada yang cukup berpengetahuan untuk mengajarkannya… Siapa pun yang pernah tinggal di Batavia, Semarang dan Surabaya dan tempat-tempat pesisir lainnya tahu dari pengalaman betapa mengerikannya wabah serangga dan terutama nyamuk…’.

Apa yang diharapkan di barak-barak militer, meski sudah ada upaya namun masih dalam tahap awal dan celakanya tidak ada yang mampu mengajarkan (aturannya), sebenarnya untuk warga sipil terutama kelompok golongan muda sudah ada yang mewacanakan pada tahun 1882 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-11-1882). Dalam hal ini ada satu decade (1882-1893) berlangsungnya fase stadium pertama introduksi sepak bola di Hindia (fase embrio). Hasilnya sudah ada pertandingan sepak bola di Medan (1893) dan di barak militer sudah disediakan peralatan di sebagian barak militer tapi tidak ada yang mengajarinya. Lalu bagaimana solusinya jika ada alat/peralatan tetapi tidak ada yang mengajarinya?


Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1895: ‘W Muller telah menulis buklet dengan kerjasama beberapa pakar dalam dan luar negeri, dimana sejarah dan asal-usul hal-hal tersebut diperlakukan dengan judul Atletik dan Sepak Bola. Itu penuh dengan gambar dan potret dan memberikan banyak petunjuk kepada para atlet dan pemain sepak bola. Bagi penyuka seni tubuh sehat, karya ini tentu sangat berharga. Penerbit kami memilikinya di toko’. Iklan (Bataviaasch nieuwsblad, 06-02-1895).

Lantas bagaimana dengan sepak bola di Semarang? Apakah sudah dikenal? Apakah sudah ada komunitas di dalam kota Semarang (termasuk di barak militer) yang telah ‘mempermaikan’ bola yang disepak? Meski sudah ada introduksi sepak bola di Batavia, seperti toko telah menjual alat/peralatan sepak bola dan buku sepak bola, fakta bahwa hingga tahun 1895 di Semarang belum ditemukan adanya permainan sepakbola (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 13-06-1895). Bagaimana dengan di Batavia sendiri? Satu yang pasti bahwa di Medan pada tahun 1893 sudah dipertandingkan sepak bola.


Sepak bola di Inggris sudah sangat jauh berkembang. Di Inggris bahkan sepak bola sudah masuk kurikulum sekolah. Sebelum mendeskripsikan lebih lanjut di Hindia, bagaimana dengan di Belanda sendiri. Tidak terlalu berbeda sebenarnya, masih tahap awal perkembangannya dan dapat dikatakan hanya beda tipis dengan di Hindia, 11 vs 12 lah. Sebagai contoh di Den Haag (yang telah menjadi ibu kota negara Belanda. Di lapangan terbuka di Maliebaan yang berawa diusulkan sudah saatnya ditinggalkan begitu saja oleh anak-anak muda kita (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-05-1895). Disebutkan ada usul ada tempat terbuka yang tersisa di Avenue vau Nieuw Osticja, yang akan segera disiapkan, dan ingin menggunakannya sebagai gelanggang olahraga untuk melokalisir para pecinta olahraga kita. Dengan demikian berkumpul bersama semua kegiatan kriket, tenis dan sepak bola dan kuda serta sepatu roda. Artinya, kota Den Haag baru tengah merencanakan pembangunan gelanggang olahraga, dan sepak bola yang mulai digandrungi anak muda disehatkan dai lapangan yang berawa dan berlumpur. Catatan: di kota-kota Belanda, katakanlah lebih modern, biasanya setiap lapangan terbuka dijadikan taman dimana di tengah taman disediakan tempat duduk diantara tanaman dan pohon. Di kota-kota Hindia, terutama di Jawa lapangan terbuka biasanya semacam alun-alun (esplanade). Lapangan luas persegi yang hanya rumput dimana dimasing-masing sisi dibangun jalan. Dalam konteks inilah lapangan di Hindia dijadikan sebagai area intrioduksi sepak bola, sebagaimana di Medan, sepak bola di pertandingkan di lapangan Esplanade Medan tahun 1893.

Setelah adanya klub olah raga yang memiliki cabang sepak bola di Batavia (1896), di Semarang sendiri adanya sepak bola kali pertama baru dilaporkan tahun 1899 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 22-05-1899). Disebutkan di Semarang kesebelasan Semarangsche voetbalclub melakukan pertandingan dengan tim kesebelasan dari Soerabaja. Klub di Semarang ini tampaknya secara khusus untuk sepak bola. Bagaimana dengan klub olah raga yang menaungi berbagai cabang olah raga seperti di Batavia?


De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-10-1899): ‘Een nieuwe Vereeniging. Sebuah Vereeniging baru. Kemarin malam beberapa warga Semarang pada prinsipnya memutuskan untuk mendirikan, dengan partisipasi masyarakat yang cukup, dibentuk suatu kesatuan yang bertujuan: a. Pembibitan jenis kuda; b. Menjaga ras dan pacuan kuda, yang akan diatur sedemikian rupa sehingga partisipasi bisa dijangkau oleh banyak orang; c. Konstruksi dari landasan pacu, yang mana medannya sangat cocok telah ditemukan; d. Promosi latihan tubuh lainnya di udara terbuka seperti bersepeda, sepak bola, liga rumput, kriket, dll., yang kursus dan ladangnya akan dibangun di atas lapangan lomba; e. Untuk mengadakan pameran setiap tahun jika memungkinkan. Jika serikat pekerja yang bersangkutan terbentuk, maka kehidupan di Semarang akan dapat menawarkan variasi yang lebih banyak, yang benar-benar diperlukan. Uang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana ini; Biarkan semua orang berkontribusi pada kemampuannya atas keberhasilan rencana ini. Dewan terdiri dari: Residen PF Sythof dan Jenderal HCT de Bruyn sebagai pembina; Oei Tjie Sien dan Oei Tiong Ham sebagai donatur kehormatan; G. Hogenraad sebagai presiden; GC Zeverijn, wakil presiden; G Haye, bendahara; HUS Boerma, sekretaris; Anggota terdiri dari Bupati Semarang, P. Buwalda, GW. Baron van Heeckeren, JGL Houthuysen, RWJ Koopmans, GA Penning, Oei Tiong Bing, FH Soesman, JW Stewart dan IJssel de Schepper’.

Bagaimana sepak bola di Batavia, Soerabaja dan Semarang berlangsung tidak terinfomasikan secara lebih luas. Tampaknya di tiga kota ini hanya dilaporkan sepak bola di kalangan orang Eropa/Belanda. Di Medan sudah ada indikasi sepak bola di kalangan pribumi (lihat De Sumatra post edisi 24-05-1899). Disebutkan bahwa di Medan telah diselenggarakan pertandingan sepak bola dengan tajuk pergaulan bersahabat (verbroedering). ‘Kemarin sore yang berada di lapangan Esplanade (kini Lapangan Merdeka) di Medan terlihat tontonan yang menggembirakan. Sejumlah orang Eropa berada di pertandingan sepak bola tersebut dengan warga Tionghoa dan kaum pribumi. Hidup persaudaraan!!’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Ada Klub Cina, Tentu Ada Klub Belanda dan Pribumi: Bagaimana Bermula?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar