Laman

Kamis, 06 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (11): Tata Kota di Palembang di Daerah Aliran Sungai Musi; Prasasti Kedukan Bukit - Kerajaan Sriwijaya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Kota Palembang disebut kota tua. Pada masa ini tanggal 17 Juni 688 dijadikan sebagai hari jadi Kota Palembang. Sedikit lebih muda dari kota Kediri (27 Juli 879). Okelah, itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana kota Palembang di daerah aliran sungai Musi terbentuk dan tetap eksis hingga ke hari ini.


Asal Usul Nama Palembang, Tempat yang Basah. sumsel. inews.id. Jumat, 23 Desember 2022. Asal usul nama Palembang terkait sejarah dan topografinya. Palembang merupakan kota tertua dan berada di dataran rendah berupa rawa dan banyak sungai di dalamnya. Predikat kota tertua berdasarkan prasasti Kedukan Bukit tertulis 16 Juni 682. Saat itu, penguasa Sriwijaya mendirikan Wanua di daerah yang sekarang dikenal Palembang.  Topografinya dikelilingi air dan sebagiannya terendam air berupa rawa dan sungai. Statistik 1990 dari laman resmi Pemerintah Kota Palembang, 52 persen tanah di Palembang tergenang air. Data tersebut tentu sudah menurun karena perkembangan kota, namun dipastikan wilayah Palembang yang tergenang air masih cukup luas. Sebelum dibangun stadion dan puluhan gedung olah raga serta perumahan dan pasar, Jakabaring adalah hamparan rawa. Nenek moyang Wong Kito Galo menamakan wilayah dengan Palembang dari bahasa Melayu. Pa atau Pe adalah kata untuk menunjuk suatu tempat. Sementara lembang berasal dari lembeng berarti dataran atau tanah rendah yang terendam air. Karena itu, Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan besar memiliki armada laut kuat berpusat di Palembang. Palembang juga memiliki dataran tinggi salah satunya di Bukit Siguntang di kawasan Bukit, taman sekaligus tempat makam keturunan Raja Sriwijaya. (https://www.inews.id/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota di Palembang di daerah aliran sungai Musi? Seperti disebut di atas, kota Palembang berada di wilayah rendah berair (berawa). Disebut kota Palembang dulunya merupakan pusat kerajaan Sriwijaya, tepatya di bukit Siguntang, tempat dimana ditemukan prasasti Kedukan Bukit (682). Lalu bagaimana sejarah tata kota di Palembang di daerah aliran sungai Musi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota di Palembang di Daerah Aliran Sungai Musi; Prasasti Kedukan Bukit dan Kerajaan Sriwijaya

Kapan nama Palembang muncul? Nah, itu dia. Tentu saja itu penting karena nama ini hingga hari ini tetap eksis sebagai kota di daerah aliran sungai Musi, Sumatra bagian selatan. Seperti disebut di atas, pada masa ini hari jadi kota Palembang merujuk pada tahun 682 dimana prasasti bertarih tahun 682 ditemukan di Palembang. Di suatu tempat di bukit rendah (Bukit Siguntang) di tengah kota Palembang yang sekarang (disebut prasasti Kedukan Bukit).


Dalam prasasti Kedukan Bukit ada dua nama tempat yang disebut yakni (dari) Minanga dan tiba (di) Matajap untuk membuat banua (kerajaan baru?). Nama Sriwijaya pada kalimat terakhir suatu nama kerajaan. Dimana itu Minanga dan dimana ini Matajap? Apakah duan ama tempat itu telah menjadi bagian kerajaan Sriwijaya. Prasasti Kedukan Bukit yang ditermukan di Bukit Siguntang tidak sendiri. Ada empat prasasti lain yang satu sama lain isinya kurang lebih sama yakni tentang hukum penaklukan di wilayah-wilayah baru, yakni: prasasti bertarih 684 yang ditemukan di Talang Tuo (di kota Palembang), prasasti yang ditemukan di Pasemah (Kalianda/Lampung), prasasti di Karang Brahi/Sarolangun Jambi dan prasasti yang ditemukan di Kota Kapur (pantai barat Bangka). Dalam prasasti Kota Kapur bertarih 686 ada nama satu tempat yang disebut (‘tentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang bumi Jawa yang tidak takluk kepada Sriwijaya). Nama Sriwijaya pada prasasti Kota Kapur ini lebih menjelaskan bahwa ada nama kerajaan besar (Sriwijaya) yang tengah dalam perjalanan menuju Jawa. Dari lima prasasti muncul pertanyaan yang memerlukan jawabannya. Dimana itu Minanga? Tempat Dapunta Hyang Nayk berangkat. Apakah Matajap adalah tempat dimana kota Palembang yang sekarang berada? (Prasasti Kedukan Bukit). Dalam Prasasti Talang Tuo disebut raja adalah Dapunta Hyang Srijayanaga (raja yang baru ditabalkan di Matajap?). Dalam prasasti ini Dapunta Hyang Srijayanaga mengingatkan niat dari Dapunta Hyang Nayk (?). Lalu dalam konteks lima prasasti itu siapa Dapunta Hyang Nayk? Maharaja Sriwijaya (yang datang) dari Minanga, (singgah di Matajap) dan kemudian (meneruskan perjalanan) ke Jawa? Dalam azas silogisma Dapunta Hyang Nayk berangkat dari Minanga dalam perjalanan ke Jawa, sementara Dapunta Hyang Srijayanaga (tetap di Matajap) sebagai raja yang baru (ditasbihkan dengan gelar Dapunta Hyang; semacam sultan?). Dalam hal ini nama Jawa cukup jelas. Lalu apakah nama tempat Matajap adalah Palembang?  Kemudian, apakah nama Minanga adalah kota Binanga yang sekarang di daerah aliran suangai Barumun (Padang Lawas)? Catatan: Padang Lawas kini adalah pusat percandian terbesar di Indonesia di Sumatra.

Nama Palembang tidak ditemukan dalam prasasti-prasasti lama. Apakah prasasti di Sumatra maupun di Jawa. Yang ada adalah nama Minanga dan Matajap di Sumatra (Sriwijaya). Nama yang mirip Minanga disebut dalam prasasti Laguna (bertarih 900): ‘yang termasyhur dari Binwangan’. Nama Sriwijaya kembali disebut dalam prasasti Tanjore (bertarih 1030). Dalam prasasti ini juga disebut nama-nama tempat (mirip) di wilayah Padang Lawas, seperti Vidyadhara-torana (Torgamba); Pannai (Pane); Malaiyur (Malea); Mappappalam (Sipalpal); Mevilimbangam (Limbong); Ilangasogam (Binanga/Langga Sunggam); Valaippanduru (Mandurana); Takkolam (Akkola); Madamalingam (Mandailing). Lantas apakah nama Illanga (prasasti Tanjore) merupakan nama Minanga (prasasti Kedukan Bukit). Nama Palembang sendiri baru ditemukan dalam catatan Tiongkok (dan kemudian dalam peta-peta Eropa/Portugis\).


Nama Palembang juga disebut dalam teks Negarakertagama (bertarih 1365). Keberadaan teks ini berada di Jawa. Dalam teks ini tidak ada disebut nama Sriwijaya. Nama Sriwijaya disebut terakhir pada prasasti Tanjore 1030, dimana juga nama Minanga/Illanga/Binanga disebut. Dalam teks Negarakertagama hanya nama Lampong dan Palembang yang disebut di wilayah Sumatra bagian selatan. Di wilayah Sumatra bagian tengah nama-nama yang disebut adalah Jambi, Darmasraya, Kampar, Syak, Mandailing, Lawas, Pane dan Rokan serta Tebo/Toba. Apakah dalam hal ini Matajap telah digantikan Palembang; dan Minanga telah digantikan oleh Panai/Pane dan Lawas?

Nama-nama tempat di nusantara baru terpetakan pada peta-peta Portugis. Pelaut-pelaut Portugis menaklukkan dan menduduki (kerajaan) Malaka tahun 1511. Dalam laporan tiga kapal Portugis yang melanjutkan navigasi pelayaran ke Maluku pada tahun 1511 yang dipimpin oleh Francisco Rodriguez disebut nama Palembang, terdapat pada peta navigasi Rodriguez (Peta 19): „esta he a firn da Ilha de camatara, Palembam, Nucapare, Ilha de bamca, Compeco da Ilha de maquater”. Ini mengindikasikan nama Palembang sejak 1365 hingga tahun 1511 masih eksis.


Dalam laporan-laporan Portugis, hanya ada tiga nama kerajaan di seputar selat Malaka yang dideskripsikan panjang lebar yakni Aroe Batak Kingdom, Malaka dan Atjeh. Dalam laporan Mendes Pinto Kerajaan Aroe Batak beberapa kali menyerang Malaka (sehingga selalu Malaka khawatir terhadap Aroe Batak di pantai timur Sumatra). Kejadian itu terjadi sebelum Portugis menaklukkan dan menduduki Malaka tahun 1511. Mendes Pinto yang pernah berkunjung ke Aroe Batak pada tahun 1537 mencatat kekuatan pasukan Aroe Batak sebanyak 15.000 tentara yang mana delapan ribu orang Batak dan sisanya didatangkan dari Jambi, Indragiri, Minangkabau, Broenai dan Luzon (tempat dimana ditemukan prasasti Laguna).

Meski nama Palembang kurang terdiskripsikan pada laporan-laporan Portugis, tetapi nama Palembang sendiri sudah terpetakan dalam peta-peta Portugis. Peta buatan ahli kartografi Portugis kemudian yang digunakan oleh pelaut-pelaut Belanda yang melakukan ekspedisi pertama ke Hindia Timur (1595-1597). Dalam peta tersebut (lihat peta) nama Palembang diiidentifikasi di pantai timur Sumatra bagian selatan (juga ada nama Lampong); di pantai barat Sumatra ada nama Indrapoera, Minangkabau dan Baroes; di pantai timur Sumatra bagian tengah/utara diidentifikasi nama Indragiri dan Daru (D’Aru).


Sejak Belanda/VOC merelokasi pos perdagangan utamanya dari Amboina ke hilir daerah aliran sungai Tjiliwong (Jacatra/Batavia) tahun 1619, Pemerintah VOC mulai melakukan komunikasi pertama dengan penguasa Palembang tahun 1637 (lihat Daghregister). Sejumlah komunike dalam bentuk nota (brieven) dikirimkan dari Batavia. Pada tahun 1643 dibuat suatu resolusi dan0 kemudian dibuat lagi resolusi tahun 1644. Komunike ini berlangsung hingga tahun 1645. Komunike dilanjutkan lagi pada tahun 1655, tahun 1656 dan 1658 yang hasilnya dibuat resolusi tahun 1659, 1662 dan 1663.

Jelas dalam hal ini nama Palembang adalah kota tua, sudah diketahui sejak lama, bahkan sejak era Majapahit (lihat teks Negarakertagama 1365). Namun yang pertanyaan dalam hal ini, dimana posisi GPS (kota) Palembang yang diidentifikasi berada di pedalaman Sumatra (bukan di wilayah pesisir/pantai). Peta tertua yang dapat dijadikan rujukan dalam hal ini adalah peta VOC yang bertarih 1700. Dalam peta ini diidentifikasi di daerah aliran sungai Moesi dengan nama Palimban (Palembang). Tanda benteng dalam peta tersebut adalah benteng VOC (berada di sisi selatan sungai Moesi). Posisi tepatnya tidak jauh di arah hulu dari pulau di tengah sungai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Prasasti Kedukan Bukit dan Kerajaan Sriwijaya: Kota Palembang dan Bukit Siguntang

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar