Laman

Jumat, 07 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (13): Tata Kota di Bengkulu di Pantai Barat Sumatra; VOC, Inggris hingga Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Ada beberapa kota di Indonesia (sejak era VOC) yang memiliki sejarah tersendiri diantaranya Bengkulu dan Atjeh. Secara khusus, sejarah tata kota Bengkulu di awal terkait dengan kehadiran Inggris ((1685-1824). Setelah tahun 1824 berada di dalam bingkai Pemerintah Hindia Belanda.


Masa Penjajahan di Bengkulu. Kompas.com. 27-01-2022. Pada 1685, Inggris masuk ke Bengkulu yng dipimpin oleh kapten J. Andiew dengan menggunakan 3 kapal yang bernama The Caesar, The Resolution, dan The Defence yang menjajah Bengkulu kurang lebih 139 tahun (1685-1824). Bagi Inggris, perjalanan ke Bengkulu sangat susah. Saat itu, perjalanan pelayaran dari Inggris ke Bengkulu memakan waktu 8 bulan. Terjadi juga pertempuran dengan penduduk setempat. Pada 1714 - 1719, Inggris mendirikan Benteng Marlborough di bawah pimpinan wakil Gubernur England Mdische Company (EIC), yaitu Josep Collet. Namun karena kesombongan dan keangkuhan Josep Collet, saat benteng selesai dibangun pada 1719, rakyat Bengkulu di bawah pimpinan Pangeran Jenggalu menyerang pasukan Inggris di Ujung Karang dan Benteng Marlborough. Akhirnya, Benteng Marlborough berhasil dikuasai dan Inggris dipaksa meninggalkan Bengkulu. Peristiwa heroik itu sampai sekarang diperingati sebagai Hari Jadi Kota Bengkulu. Selain Inggris, Belanda pernah menduduki Bengkulu pada 1824-1942. Pada 1942, Belanda kalah melawan Jepang. Lalu, Jepang berada di Bengkulu kurang lebih 3 tahun. (https:// kompas.com/read/) 

Lantas bagaimana sejarah tata kota di Bengkulu di pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas, sejarah awal tata kota juga dipengaruhi oleh Inggris. Dalam hal ini kota Bengkula sejak eEra VOC dan Inggris hingga Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah tata kota di Bengkulu di pantai barat Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota di Bengkulu di Pantai Barat Sumatra; Era VOC dan Inggris hingga Pemerintah Hindia Belanda

Pada dasarnya semua kota-kota di Indonesia masa ini memiliki sejarah awalnya masing-masing. Tidak sama memang, tetapi ada kemiripan satu sama lain. Satu yang pasti, sejak era VOC, dalam pertumbuhan dan perkembangan kota juga ada peran orang asing. Mereka terlibat karena mereka ada disitu. Artinya, orang asing, dalam hal ini orang Eropa seperti Belanda dan Inggris) turut berpartisipasi seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kota. Di awal terbentuknya kota Bengkulu, orang-orang Inggris turut hadir.


Kapan nama Bengkulu bermula tidak diketahui secara pasti. Namun yang jelas nama Bengkulu sudah terinformasikan dalam Peta 1665 yang diidentifikasi dengan nama Boncolo. Dalam sketsa tahun 1665 yang dibuat pelaut VOC/Belanda (Johannes Vingboons) juga dengan nama Boncolo. Identifikasi nama Bengkulu (sketsa 1665) yang dibuat oleh Johannes Vingboons, seorang pelukis Francis diduga kuat setelah ekspedisi VOC/Belanda ke pantai barat Sumatra pada tahun 1665 untuk menaklukkan tiga kerajaan di di sekitar kota Padang yang sekarang. Pada tahun 1665 ini juga kebijakan baru Pemerintah VOC untuk menjadikan penduduk sebagai subjek.

Kehadiran Inggris di Bengkulu bermula ketika di Banten terjadi perselisihan internal. Pemberontakan sang anak di Kesultanan Banten yang mana sang anak meminta bantuan VOC, satu ekspedisi dikirim ke Banten tahun 1682. Sang ayah (Sultan) yang bermitra dengan Inggris tersingkir dari Banten. Akibatnya, selain Banten lalu Lampung menjadi bagian dari perdagangan VOC (di teluk Semangka dan muara sungai Toelang Bawang). Pada saat kekacauan di Banten, Inggris yang berpusat di India (Calcutta) bekerjasama dengan Selebar yang ingin membebaskan diri dari Banten tahun 1685.


Pada tahun 1686 pelaut Inggris bekerjasama dengan pemimpin local di Bengkulu dimana perwakilan Inggris Ralph Ord berkedudukan. Sementara itu VOC memiliki otoritas di wilayah luarnya yakni dari Indrapoera ke Barus hingga Singkil.

Pada awalnya Inggris tahun 1685 membuka pos pedagangan di muara sungai Benculo. Tempat ini tampaknya tidak disukai Inggris, dianggap tidak sehat. Lalu Inggris merelokasi pos perdagangan tersebut ke suatu tempat yang baru, satu jam perjalanan di selatan. Di tempat baru inilah kemudian Inggris membangun benteng, suatu benteng yang kemudian menjadi Fort Marborogh (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1842 dengan judul artikel Bengkoelen 1833).


Kehadiran Inggris di Bengkulu menjadi menarik, karena Pemerintah VOC belum lama mengubah kebijakannnya dari perdagangan yang longgar di pantai-pantai menjadi kebijakan baru dimana penduduk dijadikan subjek (1665). Kebijakan ini muncul setelah VOC pada tahun 1657 VOC berhasil mengusir Spanyol dari Manado dan tahun 1665 dari Ternate dan Tidore. Implikasi kebijakan baru ini pertama, pemerintah VOC membantu pemimpin local di pantai barat Sumatra untuk mengusir Atjeh. Lalu VOC membuka pos perdagangan di muara sungai batang Araoe (Padang). Kedua, perselisihan yang sudah lama antara VOC dengan kerajaan Gowa, pada tahun 1667 VOC melancarkan perang ke Gowa (dan berhasil menaklukkan Gowa tahun 1669). Ini mengindikasikan VOC yang berpusat di Batavia tengah berada di atas angin karena sudah memiliki pengaruh besar dari wilayah timur (Amboina, Banda, Timor, Manado, Ternate dan Tidore) hingga di pantai barat (Padang, Baroes dan Singkil). Lalu pada tahun 1882 terjadi perang saudara di Banten dimana VOC memenangkan satu pihak tahun 1684 (akibatnya perdagangan Inggris di Banten tersingkir). Pada tahun 1684 ini VOC/Belanda yang telah memiliki pos perdagangan di Padang dan Palembang, pemerintah VOC yang berkedudukan di Batavia, mengirim satu ekspedisi damai ke Pagaroejoeng dari Malaka ke pedalaman yang dipimpin oleh Thomas Dias melalui sungai Kampar/sungai Siak tahun 1684. Lengkap sudah VOC telah memiliki wilayah yurisdiksi dari barat hingga timur (minus Atjeh—dimana Inggris juga hadir). Dalam konteks inilah kemudian, seperti disebut di atas, Inggris membuka pos perdagangan di Bencoolen, yakni setelah berakhirnya perang saudara di Banten dan adanya Kerjasama Inggris dengan pemimpin local di Selebar (eks Banten). Setelah Mataram menyeragkan Jawa bagian barat kepada VOC, lalu pada tahun 1687 pemerintah VOC mengirim ekspedisi ke wilayah hulu sungai Tjiliwong yang dipimpin oleh Sersan Scipio. 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Era VOC dan Inggris hingga Pemerintah Hindia Belanda: Kota Bengkulu Masa ke Masa

Sejak kehadiran Inggris (EIC) di Bengkulu, nama Bengkulu dari nama Bonculo kemudian teridentifikasi dengan nama Bencolen (lihat Amsterdamse courant, 09-05-1724). Disebutkan tiga kapal EIC baru tiba di Inggris dari Bombay, St Helena dan Bencolen. Ini mengindikasikan, pantai barat India di Bombay sudah dikuasasi Inggris.


VOC/Belanda sebelumnya masih memiliki otoritas di Coromandel dan Malabar tampaknya telah direbut EIC (sebab Gubernur Malabar pada tahun 1711 adalah van Reebeck yang diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda.  Inggris sendiri saat itu berpusat di Calcutta/Madras. Penamaan diantara Inggris dan Belanda tampaknya soal pelafalan semata. Lantas, bagaimana dengan pengucapan dan penulisan nama aslinya menurut penduduk Bengkulu sendiri. Besar dugaan dilafalkan sebagai Bengkulu seperti pada masa ini. 

Nama Bengkulu juga diidentifikasi dengan nama Bencoolen (lihat 's Gravenhaegse courant, 27-09-1734). Disebutkan kapal EIC berangkat dari Inggris 3 kapal menuju China, 6 kapal menuju Kust en de Baey, 2 kapal menuju Bencoolen dan 3 kapal menuju Bombay. Sekali lagi, ini mengindikasikan bahwa Inggris relah menjadi penguasa pantai benua Asia dari Laut Merah hingga pantai timur Tiongkok (plus pantai di pulau Sumatra di Bengkulu). Peta Sumatra yang lebih sempurna baru terbit pada tahun 1724.


Peta tersebut dibuat oleh seorang ahli geografi Belanda yang tinggal di Amboina, Francois Valentijn. Peta ini kemudian kerap dijadikan patokan oleh ahli kartografi asing seperti Inggris. Valentijn yang banyak mengunjungi berbagai tempat khususnya di Hindia Timur telah menerbitkan buku yang diterbitkan pada tahun 1726, Francois Valentijn tidak hanya mengulik klaporan-laporan Portugis juga memiliki akses pada data catatan harian Kasteel Batavia (Daghregister). Oleh karena itu, peta yang dibuat Valentijn lebih kaya tentang nama-nama geografi di Hindia Timur.

Dalam peta yang dibuat Francois Valentijn, nama Bengkulu diidentifikasi dengan nama Bancoulo. Nama ini tampaknya pelafalan baru oleh orang-orang Belanda yang tetap berbeda dengan cara pelafalan orang-orang Inggris. Identifikasi Valintijn ini pad dasarnya masih mirip dengan nama awal Bengkulu sebelum identifikasi nama oleh Inggris. Dalam peta Valentijn ini dengan jelas posisi kota/kampong Dampin dan Bencoulo diidentifikasi. Kampong Dampin berada di sekitar gunung Radja Basa, Kalianda yang sekarang, sementara posisi kampong/kota Bengkulu berada di sebelah utara sungai Bengkulu (sungai Serut?). Sedangkan kota/kampong diidentifikasi di ujung tanjong antara selat Lampung dan selat Semangka dekat dengan pulau Lagundi.


Yang perlu diperhatikan dalam peta Francois Valentijn, bahwa nama Bengkulu yang diidenytifikasi dengan nama Bencoulo. Memiliki kemiripan dengan nama ditempat lain di pantai timur Sumatra yakni nama pulau Bangka yang diidentifikasi dengan Banca (Bangka) dan nama Bancalo di sungai Rokan (Bangkalis atau Bengkalis). Jika penduduk Bengkulu di wilayah pesisir adalah orang Melayu, lalu apakah ada hubungan nama tersebut di zaman kuno antara Bengkulu di pantai barat dan nama Bangka dan nama Bengkalis. Nama Banca pertama kali diidentifikasi oleh pelaut-pelaut Portugis. Banca atau Bangka dalam hal ini diduga adalah nama yang berasal dari zaman kuno (Banka atau Bangka). Oleh karena itu nama Bangkulu dan nama Bengkalis juga diduga berasal dari zaman kuno. Nama Bangka lainnya juga ditemukan di Jawa (Bangkalan di pulau Madura). Bisa juga ditambahkan disini nama Bangkok. Last but not least: bagaimana dengan nama Bangko di pedalaman? Dalam hubungannya dengan nama Bengkulu, untuk nama yang terakhir tersebut mungkin akan dibuat artikel tersendiri.

Sebagaimana akan dideskripsikan nanti, nama-nama yang beredar sekarang yakni Bengkulu; Benkoelen, Bengkulen, Bangkaihulu, Bangkahulu, Bencoolen dan Bangkulon, hanya nama Bangkaihulu yang tidak dapat ditelusuri. Nama Bengkoelen atau Bengkulen berasal dari nama Belanda, sementara Bengcoolen dari nama Inggris. Bangkahulu merujuk pada nama yang diberikan oleh penduduk asli, sedangkan orang yang berasal dari Jawa ada yang menyebut nama Bangkulon. Namun tampaknya dari semua itu ada yang terlupakan nama Banka atau Bangka adalah nama yang berasal dari zaman kuno. Oleh karena itu, seperti dideskripsikan nanti kisahnya menjadi berubah. Nama Bengkoeloe atau Bengkulu sendiri baru muncul belakangan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar