Laman

Selasa, 04 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (8): Tata Kota di Surabaya Bermula di Hilir Daerah Aliran Sungai Soerabaja;Jembatan Merah Surabaya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Seperti kota Jakarta dan kota Semarang, kota Surabaya juga telah menjadi kota metropolitan pada masa kini. Tiga kota ini memiliki tipologi yang sama di pantai utara Jawa, di hilir daerah aliran sungai yang menjadi latar belakang terbentuknya kota. Dalam hal ini kota Surabaya di masa lampau, terutama pada awal Pemerintah Hindia Belanda terbentuk kota Surabaya yang berpusat di sekitar Jembatan Merah yang sekarang.


Sejarah Singkat Kota Tua Surabaya. Dahulu pada zaman penjajahan, Kota Surabaya dipisahkan oleh sebuah sungai yang bernama Kali Mas. Sungai Kalimas ini membelah kota Surabaya dan bermuara di Laut Jawa dan sungai ini adalah jalur masuk bagi kapal pedagang yang ingin singgah di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Saat masa penjajahan VOC Belanda, pimpinan belanda membagi wilayah sekitar Kalimas menjadi dua. Wilayah ini terdiri dari wilayah penduduk dari Eropa dan wilayah yang berpenduduk Asia non Pribumi. Di Kedua wilayah ini bangsa asing membangun wilayahnya masing-masing dan menyesuaikan gaya arsitektur asli dari negara mereka. Di wilayah Kalimas inilah Kota Tua Surabaya berada saat ini. Sehingga saat berkunjung ke kawasan ini, wisatawan akan menemukan berbagai bangunan yang memiliki arsitektur yang berbeda-beda. Karena dua wilayah ini dulunya dihuni oleh penduduk dari negara yang berbeda-beda (https://www.libur.co/)

Lantas bagaimana tata kota Surabaya bermula di hilir daerah aliran sungai Soerabaja? Seperti disebut di atas, secara teknis kota Surabaya baru berkembang cepat sejak era Pemerintah Hindia Belanda. Penanda navigasinya adalah Jembatan Merah Surabaya. Lalu bagaimana tata kota Surabaya bermula di hilir daerah aliran sungai Soerabaja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota Surabaya Bermula di Hilir Daerah Aliran Sungai Soerabaja; Jembatan Merah Surabaya

Sebelum mendeskripsikan tata kota Surabaya ada baiknya memperhatikan nama Surabaya itu sendiri. Nama Surabaya sudah disebut dalam teks Negarakertagama era Majapahit (1365). Lantas apa yang menjadi patokan, dimana pada masa ini disebutkan bahwa Hari Jadi Kota Surabaya adalah tanggal 31 Mei 1293. Apakah tanggal tersebut merujuk pada era Singhasari? Dalam berbagai tulisan kerajaan Singhasari berdiri tahun 1222 dan mencapai puncak tahun 1272 yang kemudian harus berakhir setelah ditaklukkan kerajaan Majapahit tahun 1292. Apakah dalam hal ini hari lahir kota Surabaya merujuk pada tahun didirikannya kerajaan Majapahit? Ini dengan sendirinya, Hari Jadi Kota Surabaya menjadi tanggal tertua keempat hari lahir dari kota-kota di Indonesia.


Yang tertua adalah Kota Palembang yang mengklaim hari jadi tanggal 17 Juni 683, Kota Salatiga tanggal 24 Juli 750 dan kemudian Kota Banda Aceh mengklaim hari jadi pada tanggal 22 April 1205. Sementara Kota Probolinggo 4 September 1359 dan Kota Cirebon pada tanggal 31 Desember 1388; Kota Bogor mengklaim tanggal 3 Juni 1482 dan Kota Jakarta mengklaim hari jadi pada tanggal 22 Juni 1527; Kota Semarang tanggal 2 Mei 1547; Kota Ambon tanggal 7 September 1575; Kota Medan pada tanggal 1 Juli 1590 dan Kota Makassar 9 November 1607. Kota Djogjakarta sendiri hanya mengklaim pada tanggal 7 Oktober 1756. Bagaimana semua itu ditetapkan?

Masih berdasarkan berbagai tulisan masa kini, dipilihnya tanggal 31 Mei karena tanggal itu tahun 1293 disebut peristiwa pengusiran tentara Tartar oleh Raden Wijaya. Okelah, itu satu hal. Hal lain adalah bagaimana kesinambungan nama Surabaya setelah dicatat dalam teks Negarakertagama (1365). Satu sumber tertua lainnya berasal dari pelaut-pelaut Portugis yang kemudian dipetakan oleh para kartografi Portugis pada Peta 19.


Disebutkan peta itu bersumber dari pelaut-pelaut Portugis pada navigasi pelayaran pertama dari Malaka ke Maluku (1511-1513). Bagaimana nama Surabaya begitu lama eksis (1365-1511=146 tahun)? Namun, dalam hal ini, yang menjadi pertanyaan apakah Surabaya yang disebut dalam kurun itu nama geografis (pulau atau wilayah) atau nama tempat (kampong/kota)?   

Saat kehadiran pelaut-pelaut Belanda, yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman (1595-1597) dimana di dalam laporan navigasi pelayaran mereka tidak ditemukan nama Surabaya. Mengapa? Nama yang dicatat di dalam catatan Cornelis de Houtman hanya kota-kota (pelabuhan) Tuban dan Arosbaja (pantai barat Madura). Nama Sorabaja, Tuban dan Madura sudah dipetakan dalam peta-peta awal Portugis.


Nama Arosbaja tampaknya baru terdeteksi pada saat kehadiran pelaut-pelaut Belanda. Suatu nama yang mirip-mirip dengan nama Surabaya (Sora-baja v Aros-baja). Arosbaja adalah pelabuhan di Madura (pada masa ini berada di timur laut Bangkalan). Nama Surabaja (Sorabaja) dan nama Arosbaja tampaknya dua nama tempat yang penting dalam navigasi pelayaran pada era yang berbeda. Sorabaja pada awal kehadiran pelaut-pelaut Portugis dan Arosbaja pada awal kehadiran pelaut-pelaut Belanda.

Menghilangnya nama Soerabaja dalam navigasi pelayaran satu sisi menimbulkan pertanyaan, yang dalam hal ini pertanyaan spesifiknya bagaimana kota Surabaja bermula. Satu yang jelas, nama Soeranaja muncul pertama dalam catatan pada era VOC/Belanda tahun 1686 (lihat Daghregister, 04-10-1686). Disebutkan kapal chialoup Doradus dari Timor melalui Sourabaja.


Pada masa ini banyak kejadian. Trunajaya melakukan pemberontakan tahun 1675. Lalu Raja Amangkurat II dari Mataram meminta bantuan VOC. Trunajaya berhasil dilumpuhkan tahun 1679 (lihat Daghregister, 29-11-1679). Disebutkan Glisson di Malang dan Troenajaja di Antangh. Nama tempat Antangh pada masa ini boleh jadi Ngantang (wilayah Malang). Perjanjian VOC dengan Amangkurat II dibuat. Tidak lama kemudian tahun 1682 terjadi perselisihan di internal Banten dimana VOC diminta lagi bantuan. Pasukan berhasil mengatasinya tahun 1684 di bawah pimpinan Major St Martin. Akhirnya Mataram melepaskan Jawa bagian barat. Lalu kemudian Oentoeng Soerapati melakukan pemberontakan di Pasoeroean. VOC kembali oleh Mataram diminta bantuannya.

Nama Soerabaja kembali dicatat dalam Daghregister, 07-06-1690 dimana disebutkan surat berbahasa Jawa yang dibawa Par[a]nakan China Pangantin Hap dari Sourabaja dari Priays Sourapatty di Passouroan. Untuk memgatasi ekepdisi VOC ke Oos Java dipimpin oleh Majoor Govert Knol. Ini mengindikasikan bahwa Soerabaja terus menunjukkan keutamaannya dan menjadi penting setelah kehadiran Knol. Akan tetapi dimana posisi GPS (kota) Soerabaja menjadi dasar yang penting untuk menyelidiki sejarah awal tata Kelola kota Soerabaja.


Satu yang penting dalam ekspedisi Majoor Govert Knol adalah peta yang dibuat pada tahun 1695. Peta ini menjadi penting, karena terbilang peta terlengkap di Soerabaja dan sekitar. Satu penanda navigasi terpenting dalam peta ini adalah keberadaan sungai Soerabaja. Yang lebih penting lagi bahwa kampong/kota Soerabaja digambarkan dengan baik.

Pada Peta 1695 di tengah kota Soerabaja adalah sungai Soerabaja. Peta ini sudah menggambarkan suatu kota. Dalam peta (sketsa) ini di tempat dimana benteng pertahanan semasa Trunojojo di sisi utara sungai sudah didirikan bendera VOC (bendera merah putih biru). Sementara pusat kekuatan VOC berada di sisi selatan sungai. Area VOC ini berada di wilayah kampong Ampel. Pada Kawasan ini juga diidentifikasi rumah C Speelman.


Kampong Ampel, pada masa ini disebut tempat dimana Sunan Ampel dimakamkan yang wafat pada tahun 1481 (Kawasan masjid Agung Sunan Ampel?). Sunan Ampel adalah seorang wali yang menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa. Ia lahir pada tahun 1401 di daerah Champa, Vietnam. Beliau menjadi pemimpin Wali Songo menggantikan Sunan Gresik yang wafat pada tahun 1419 (lihat Wikipedia).

Dalam Peta 1695 digambarkan wilayah kampong Ampel ini tepat berada di depan belokan sungai Soerabaja yang berbelok ke arah utara. Secara geomorfologi wilayah kampong Ampel sebagai suatu pulau yang menghalangi aliran/arus sungai Soerabaja sehingga menjadi berbelok ke arah utara. Belokan ini dapat diinterpretasi sebagai penanda navigasi sejarah yang membedakan sejarah jaman kuno (era Hindoe/Boedha) dan sejarah jaman baru (era Eropa) di kawasan hilir sungai Soerabaja.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jembatan Merah Surabaya: Menghubungkan Pengembangan Kota Surabaya Diantara Dua Sisi Sungai Soerabaja

Dengan latar belakang masa lampau di wilayah hilir daerah aliran ungai Soerabaja, kita dapat mempelajari lebih lanjut tata kota Soerabaja semasa Pemerintah Hindia Belanda. Ada jarak waktu yang lama antara era VOC (Peta 1695) dengan era Pemeruntah Hindia Belanda yang dimulai pada tahun 1800. Satu yang pasti bahwa kota Soerabaja dalam hal ini adalah kota yang sudah sangat tua yang telah memili karakteristik sebuah kota.

Tunggu deskripsi lengkapnya


 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar