Laman

Rabu, 20 September 2023

Sejarah Bahasa (30): Bahasa Bintauna dan Bahasa Kaidipang di Semenanjung Sulawesi Utara; Bahasa-Bahasa Bolaang Mongondow


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Kaidipang adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara. Kecamatan ini memiliki 15 desa: Boroko, Bigo, Kuala, Pontak, Inomunga, Solo, Komus II, Boroko Timur, Kuala Utara, Boroko Utara, Bigo Selatan, Inomunga Utara, Komus II Timur, Soligir dan Gihang. Bintauna merupakan salah satu kecamatan Bintauna di kabupaten Bolaang Mongondow Utara, provinsi Sulawesi Utara.


Bahasa Bintauna adalah bahasa yang merupakan bagian dari rumpun bahasa Filipina yang dituturkan di Sulawesi Utara. Penutur bahasa ini sekitar sepuluh ribuan menurut Sensus Penduduk Indonesia 2000. Bahasa Kaidipang adalah sebuah bahasa Austronesia yang dituturkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara. Kebanyakan dari penutur bahasa ini adalah Suku Kaidipang. Bahasa Kaidipang termasuk ke dalam rumpun bahasa Gorontalik. Penutur bahasa ini dapat ditemukan di seluruh kabupaten Bolaang Mongondow Utara, serta di desa Ayong, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara dan desa Imana dan Gentuma, Gorontalo Utara, Gorontalo. Catatan mengenai bahasa Kaidipang sudah ada sejak abad ke-19, yaitu berupa teks dan leksikon atau daftar kosakata. Terdapat dua dialek bahasa Kaidipang, yaitu: Dialek Bolangitang (Aparu Bulangita) dan Dialek Kaidipang (Aparu Keidupa). Perbedaan kedua dialek ini hanya pada bidang leksikal atau kosakata saja, sedangkan bidang fonologi dan gramatikalnya sama. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Bintauna dan bahasa Kaidipang di semenanjung Sulawesi Utara? Seperti disebut di atas, bahasa Bintauna dan bahasa Kaidipang dibedakan. Bagaimana bahasa-bahasa di Bolaang Mongondow? Lalu bagaimana sejarah bahasa Bintauna dan bahasa Kaidipang di semenanjung Sulawesi Utara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Bintauna dan Bahasa Kaidipang di Semenanjung Sulawesi Utara; Bahasa-Bahasa di Bolaang Mongondow

Nama Kaidipang paling tidak sudah dicatat sejak era VOC oleh Francois Valentijn dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1726. Valentijn mencatat nama-nama tempat yang masuk wilayah yurisdiksi kerajaan Ternate antara Manado hingga Kajeli (kini teluk Palos) yakni Amoera, kerajaan Boelan ibu kota di Boelan, Auwn atau Aja, kerajaan Caudipan dengan dua kampong besar Dauw en Boelan Itam, Bwool atau Bool, kampong Tontoli, dan kampong Dondo.


Nama Kaidipang jelas bukan nama-nama baru. Nama Kaidipang oleh Valentijn dicatat Caudepan sebagai suatu kerajaan. Di wilayah kerajaan paling tidak diidentifikasi dua kampong besar yakni Dauw dan Boelan Itam. Bagaimana dengan nama Bintauna?

Hingga satu abad kemudian nama Kaidipang masih eksis. Pada tahun 1850 Pemerintah Hindia Belanda mengirim ekspedisi di pulau Sulawesi dengan dua kapal angkatan laut Argo dan Bromo (lihat Nederlandsche staatscourant, 22-10-1850). Nama-nama lanskap di pantau utara Sulawesi dicatat Bolang Mogondo, Bolang Banka, Bintaona, Bolongietam en Kaijdipan. Dalam hal ini nama Bintauna sudah terinformasikan. Nama Kaidipang saling menggantikan dengan nama Bolang Itam.


Maandberigten voorgelezen op de maandelijksche bedestonden van het Nederlandsch Zendeling-genootschap, betrekkelijk de Uitbreiding van het Christendom, bijzonder onder de heidenen, 1833: ‘Gubernur Ambon melakukan kunjungan ke Sulawesi di Menado, Liekupang, Kema, Amurang, Tanawangko, Bolang, Bintaoene, Bolang Itam’. Catatan: setelah kunjungan Gubernur lalu kemudian wilayah dipisahkan dari Residentie Ternate dengan membentuk Residentie Manado.

Bahasa-bahasa di utara semenanjung Sulawesi mulai terinformasikan setelah misionaris ditempatkan Hermaan dan Schwarz di Amoerang. Dalam upaya memulai kontak dengan pendudukan di berbagai lanskap, mereka kesulitan dalam bahasa. Bahasa-bahasa yang digunakan berbeda dialek antara satu lanskap dengan lanskap lainnya (lihat Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap (bijdragen tot de kennis der zending en der taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1859). Disebutkan ada upaya memperkenalkan bahasa Melayu untuk menjembatani perbedaan bahasa-bahasa, hal ini karena selama ini bahasa Melayu sudah banyak dilakukan.


Nama-nama tempat di pantai utara, diduga sudah eksis sejak lama dan dikenal. Hal ini karena pada fase era Portugis, dari Malaka hingga ke Maluku (Ternate, Tidore dan Amboina) salah satu jalur navigasi pelayaran perdagangan melalui pantai utara Borneo dan pantai utara Celebes. Dalam peta-peta VOC (1630-1664) nama tempat yang didientifikasi adalah Tontoli. Dalam Peta 1695 dari Manado ke arah barat diidentifikasi nama-nama Bentenang, Amoerang, Gorontalo dan Bolang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa-Bahasa di Bolaang Mongondow: Perkembangan Bahasa Waktu ke Waktu

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar