Laman

Sabtu, 11 November 2023

Sejarah Bahasa (121): Bahasa Tobelo Pulau Halmahera dan Orang Tobelo; Tempo Dulu Sejak Radja Gilolo hingga Radja Ternate


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Tobelo merupakan suatu suku yang berada di daerah semenanjung bagian utara Pulau Halmahera dan di sebagian daratan Pulau Morotai. Sebagian lagi hidup tersebar sampai ke pedalaman Halmahera, seperti ke daerah Patani. Weda dan Gane. Ada juga yang sampai ke Kepulauan Raja Ampat, Papua. Daerah asal mereka termasuk dalam wilayah Kecamatan Galela di Kabupaten Maluku Utara, Provinsi Maluku.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982


Bahasa Tobelo adalah sebuah bahasa dari rumpun bahasa Halmahera Utara yang dituturkan di pulau Halmahera dan di beberapa pulau di sekitarnya. Pusat penuturan bahasa Tobelo berada di kecamatan Tobelo dan Tobelo Selatan, Halmahera Utara yang terletak di pantai barat Teluk Kao. Dialek utama (Voorhoeve; 1988): Heleworuru, Boeng, Dodinga, Danau, Paca (Tugutil), Kukumutuk (Tugutil), Popon (Tugutil). Selain dari ketiga dialek Tugutil tersebut, suku Tugutil alias "Tobelo Dalam" dilaporkan mempunyai beberapa variasi dialek tambahan, tetapi hal ini belum didokumentasikan secara tepat (Voorhoeve; 1988).Selain itu, berdasarkan persentase kesamaan dalam kosakata dasar, (Voorhoeve; 1988) mengelompokkan lima bahasa Halmahera Utara lainnya sebagai dialek dari bahasa putatif yang dinamakannya "Halmahera Timur Laut". Bersama dengan bahasa Tobelo, bahasa putatif tersebut mencakup Galela, Loloda, Modole, Pagu dan Tabaru. Sebagian besar orang Halmahera tidak menyamakan bahasa-bahasa mereka dengan bahasa Tobelo, meskipun mereka mengakui adanya kesalingpahaman dari segi bahasa. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Tobelo di pulau Halmahera dan orang Tobelo? Seperti disebut di atas, bahasa Tobelo dituturkan orang Tobelo di pulau Halmahera.Tempo doeloe sejak Radja Gilolo hingga Radja Ternate. Lalu bagaimana sejarah bahasa Tobelo di pulau Halmahera dan orang Tobelo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Tobelo di Pulau Halmahera dan Orang Tobelo; Tempo Doeloe Sejak Radja Gilolo hingga Radja Ternate

Pada masa ini Maluku Utara menjadi wilayah provinsi. Sebelumnya sebagai suatu kabupaten dari provinsi Maluku dengan ibu kota di Ternate. Provinsi Maluku sendiri beribukota di Ambon. Kabupaten Maluku Utara yang kemudian menjadi Provinsi Maluku Utara identifik dengan pulau Halmahera, suatu pulau terbesar di wilayah Maluku Utara yang sudah dikenal sejak masa lampau, Pulau Halmahera sendiri tempo doeloe disebut pulau Gilolo.


Nama pulau Gilolo adalah nama yang berasal dari zaman kuno dimana pusat perdagangan berada di Bato Cina. Salah satu pusat perdagangan di pulau ini disebut Maluku. Nama Maluku ini sudah dicatat di dalam teks Negarakertagama (1365). Sejak kehadiran pelaut Eropa (Portugis dan Spanyol) dua pusat perdagangan di wilayah Gilolo tidak lagi di Maluku, tetapi di Ternate dan Tidore. Nama tempat Maluku lambat laut menghilang di pulau Gilolo (namun yang muncul di garis pantai barat pulau itu sebut pantai del Moro (era Aru-Moro) yang kemudian berganti menjadi pantai Almahera (era Portugis), yang berasal dari nama Portugis yang kemudian dieja oleh penduduk sebagai Halamera/Halmahera), tetapi masih diabadikan sebagai nama wilayah (kepulauan). Sejak kehadiran pelaut Belanda tahun 1905, Amboina menjadi pusat perdagangan Belanda (menaklukkan Portugis di Amboina). Pada era VOC setelah Belanda berhasil mengusir Portugis nama wilayah dijadikan Maluku dengan ibu kota di Amboina (pusat perdagangan Belanda; sebelum relokasi ke Batavia). Nama pulau Gilolo lambat laun disebut pulau Halmahera. Dalam konteks perjalanan waktu inilah nama Gilolo dan nama Tobelo yang pada masa ini dianggap dua kelompok populasi terpisah (meski awalnya sama).

Awalnya kelompok populasi Gilolo (kini Galela) adalah pelaut yang handal, tetapi pada era VOC posisinya digantikan oleh kelompok populasi Tobelo. Wilayah navigasi pelayaran orang Tobelo bahkan mencapai teluk Kendart dipantai tenggara Sulawesi dan teluk Donggala di pantai barat Sulawesi. Pelaut-pelaut Tobelo dan pelaut Boeton bersaing di era Portugis/awal VOC dan saling berperang (lihat Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1843). Seiring dengan menguatnya Ternate (era Portugis/era VOC), pelaut-pelaut Tobelo menjadi partner strategis Radja Ternate.


Seperti disebut di atas, Gilolo sudah eksis sejak zaman kuno. Nama Ternate muncul kemudian. Hubungan Ternate dan Gilolo diduga bermula sejak era Portugis. Kelompok populasi Ternate yang sudah Islam sementara kelompok populasi Gilolo masih percaya kepada (tradisi) leluhur. Pada tahun 1535 ketika stasion misionris dibuka di Gilolo (pantai barat), yang diduga mengganggu Ternate, kerajaan Gilolo (yang berpusat di pantai timur) bersama dengan orang Ternate yang mengusir Portugis dari pulau. Hubungan inilah yang kemudian membentuk aliansi strategis di wilayah Maluku.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tempo Doeloe Sejak Radja Gilolo hingga Radja Ternate: Navigasi Pelayaran Orang Tobelo

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar