Laman

Kamis, 30 November 2023

Sejarah Bahasa (147): Bahasa Aeta Bahasa Atta di Pulau Luzon di Kepulauan Filipina; Evolusi Populasi Negrito, Alifuru, Nusantara


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Aeta (Ayta atau Agta, adalah sebuah penduduk asli yang tinggal di bagian pegunungan terisolasi di pulau Luzon, Filipina. Suku tersebut dianggap merupakan Negrio to (Negrito). To adalah orang (people) dan Negrio adalah negeri (land). Kelompok penduduk asli (negrito) juga masih ada di Semenanjung (Semang) dan di pulau Andaman.


Bahasa Atta adalah sejumlah kesinambungan dialek-dialek Luzon Utara yang dituturkan oleh sebagian kelompok Aeta (Agta) di Luzon utara, Filipina. Ada tiga ragam bahasa Atta menurut Ethnologue: Atta Faire (Atta Selatan): dituturkan dekat Faire, Rizal, Cagayan; Atta Pamplona (Cagayan Utara Negrito): dituturkan di Pamplona, Cagayan; mirip dengan bahasa Ibanag; Atta Pudtol: dituturkan di Pudtol, Apayao, dan sepanjang tepian sungai Abulog di Pamplona selatan; Atta Viciosa Villa, sepertinya pernah dituturkan di Villaviciosa, Abra, kemungkinan berhubungan dengan bahasa ini, tapi tidak ada bukti yang mendukung. Reid (1994) juga menyebut beberapa tempat tinggal penutur Agta Cagayan Selatan: Minanga, PeƱablanca, Cagayan; Conyan, Minanga, PeƱablanca, Cagayan; Sapinit, Maconacon, Isabela; Makagaw (Dupaninan), Cagayan (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Aeta bahasa Atta di pulau Luzon kepulauan Filipina? Seperti disebut di atas bahasa Aeta dituturkan oleh orang Aeta di pulau Luzon. Evolusi populasi dari Negrito, Alifuru (Austronesia) hingga Nusantara. Lalu bagaimana sejarah bahasa Aeta bahasa Atta di pulau Luzon kepulauan Filipina? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Aeta Bahasa Atta di Pulau Luzon Kepulauan Filipina; Evolusi Populasi dari Negrito, Alifuru hingga Nusantara

Siapa orang Aeta di pulau Luzon? Pada masa ini ada kelompok populasi yang diklasifikasikan sebagai etnik Negrito. Kelompok populasi ini masih tersisa di Andaman, orang Semang di Semenanjung Malaya dan Aeta di pulau Luzon dan beberapa kelompok etnis di Filipina. Lantas apakah kelompok negrito ini ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi?


Dalam sumber-sember tertulis sejak era VOC/Belanda, kelompok populasi negrito tidak ditemukan di Sumatra dan Kalimantan. Mengapa? Lalu bagaimana dengan di Jawa? Ada laporan masih ditemukan. Seperti disebut di atas, kelompok populasi negrito masih tersisa di Andaman, Malaya dan pulau-pulau Filipina. Dalam konteks ini apa yang bisa dibayangkan 1.000 tahun lalu di Sumastra dan Jawa. Dalam relief candi Borobudur tergambar profil populasi penduduk pada masa itu. Artinya populasi penduduk Jawa yang sekarang berbeda dengan populasi pada masa Borobudur.

Lantas mengapa tidak ditemukan kelompok populasi negrito di Sumatra? Tidak ditemukan karena masanya sudah berlalu (kecuali masih tersisa di Malaya dan Andaman). Di Sumatra lalu pada masa berikutnya di Kalimantan telah terbentuk kelompok populasi baru (tidak lagi besifat negritos tetapi bercampur dengan pendatang baru yang membentuk kelompok populasi alifuru).


Dalam pengetahuan orang Eropa, Sumatra dan Kalimantan sudah dikenal pada masa Ptolomeus. Dalam catatan geografis Ptolomeus pada abad ke-2 digambarkan semenanjung Malaya dan pulau Sumatra sebagai Chersonesus. Pulau Kalimantan diidentifikasi sebagai pulau Taprobana. Pada abad ke-5 dalam catatan Eropa disebut kamper diimpor dari pelabuhan Barus (Sumatra?). Prasasti di Jawa Barat dan Kalimantan Utara dibuat pada masa abad ke-5 ini. Pada abad ke-7 prasasti-prasasti Sumatra mengindikasikan keberadan suatu kerajaan besar (Sriwijaya). Ibu kota (kerajaan) Sriwijaya diduga kuat berada di Minanga (lihat prasasti Kedukan Bukit 682 M). Jika Minanga ini benar berada di muara sungai Barumun di Padang Lawas (pantai timur Sumatra), itu berarti ibu kota Minanga sangat berdekatan dengan pelabuhan internasional di Barus (pantai barat Sumatra). Wilayah antara Barus dan Minanga ini adalah wilayah Tanah Batak yang sekarang. Populasi di wilayah itu diduga bukan negrito tetapi alifuru, populasi yang berbeda dengan sekarang sebagai populasi nusantara.

Lalu bagaimana kelompok populasi negritos yang masih eksis sekarang di pulau-pulau Filipina? Sumber tertua yang ditemukan adalah prasasti Laguna yang berasal dari tahun 900 (sebelum serangan Chola ke pantai timur Sumatra). Dalam prasasti Laguna (900) disebutkan ada raja yang termasyhur di Binwangan (Minanga/Binanga di Padang Lawas?).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Evolusi Populasi dari Negrito, Alifuru hingga Nusantara: Terbentuknya Bahasa-Bahasa Nusantara

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar