Laman

Jumat, 08 Desember 2023

Sejarah Bahasa (163): Bahasa Babuza dan 'Penjajahan Penduduk Asli' Taiwan; Bahasa Siraya dan Bahasa Pavorlang Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Babuza adalah suatu bahasa Austronesia hampir punah dituturkan suku Babuza dan Taokas, kelompok suku asli Taiwan. Kemungkinan bahasa ini diturunkan atau berhubungan dengan Favorlang, dibuktikan pada abad ke-17 dari suatu kamus bahasa Formosa. Babuza pernah dituturkan di sebagian besar pesisir barat Taiwan. Dua dialeknya yang berbeda, Poavosa dan Taoka, dipisahkan secara geografis oleh bahasa Papora dan Pazeh.


Taiwan minta maaf pada warga pribumi atas penindasan pendatang China. Merdeka.com (sekitar 7 tahun yang lalu), Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, meminta maaf kepada delegasi masyarakat adat yang datang ke Istana Negara dua hari lalu. Permintaan maaf ini ditujukan untuk warga pribumi Taiwan yang sejak empat abad terakhir disingkirkan serta pelan-pelan dijajah oleh pendatang dari daratan China. Tsai, berasal dari keluarga campuran Tionghoa dan masyarakat adat, menyatakan permintaan maaf penting untuk persatuan Taiwan. "Jika kita ingin sama-sama mengaku sebagai warga negara, kita harus mengakui fakta sejarah, bahwa pernah ada marjinalisasi terhadap masyarakat adat," ujarnya seperti dilansir Channel News Asia, Kamis (4/8). Penduduk pribumi Kepulauan Formosa - nama lama sebelum diganti menjadi Taiwan oleh Partai Kuomintang - berasal dari kelompok etnis Austronesia. Secara fisik penampilan mereka mirip orang Melayu, cenderung seperti beberapa etnis Dayak Kalimantan. Tercatat ada 16 kelompok adat yang dulunya menguasai tanah di Taiwan, jumlah mereka sekarang cuma 2 persen dari total populasi penduduk 23 juta. (https://www.merdeka.com/)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Babuza dan penjajahan penduduk asli di Taiwan? Seperti disebutkan di atas bahasa Babuza dituturkan orang Babuza dan Taokas. Bahasa Siraya dan bahasa Pavorlang tempo doeloe. Masa ini ada pengakuan pemerintah terhadap orang-orang asli. Lalu bagaimana sejarah bahasa Babuza dan penjajahan penduduk asli di Taiwan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Babuza dan Penjajahan Penduduk Asli di Taiwan; Bahasa Siraya dan Bahasa Pavorlang Tempo Doeloe

Apakah orang Babuza di Taiwan berasal dari Indonesia? Erin, seorang doctor Jepang (1936) menyebut sudah menjadi rahasia umum bahwa disana hidup ras Indonesia di Formosa, dan orang Jepang menyebutnya Ban-zoku atau Takasago-zoku yang termasuk suku asli Indonesia tidak hanya di Formosa, tapi juga di pulau kecil Botel Tobago. Erin melakukan studi pada tahun 1936 dengan judul: A study of the Yami language: An Indonesian language spoken on Botel Tobago Island.


Menurut klasifikasi Departemen Aborigin dari Pemerintahan Umum Formosa (The Aboriginal Department of the Formosan Government-General) penduduk asli terdiri 7 suku yaitu, Taiyal, Tsou Saiset, Bunun, Paiwan, Ami dan Yami, tapi secara linguistik kita harus berharap lebih divisi. A. Bahasa Eksis: 1. Ataiyal [stajal] Utara. 2. Sedeq Utara. 3. Saisiyat (atau Saiset, Saisirat) Utara.4. Bunun? bunun] Tengah. 5. Tsou Tengah. 6. Pusat Kanakanavu.7. Saaroa [la?aroa] Tengah. 8. Rukai [dukai] Selatan.9. Paiwan Selatan.10. Pantai Timur Puyuma. 11. Ami [patjtsah] Pantai timur. 12. Pulau Yami Botel Tobago. B. Bahasa Setengah Punah: Orang-orang ini menguasai dua bahasa: berbicara bahasa Cina dan bahasa Indonesia yang sebenarnya. Mereka berbicara bahasa Indonesia yang tepat di antara sesama suku sampai batas tertentu dan dikhawatirkan bahasa mereka akan hilang dalam waktu dekat. 1. Kavalan (sebelah utara) 2. Pazeh (pantai barat tengah) 3. Thao (tengah). C. Bahasa Punah: 1. Ketagalan (sebelah utara) 2. Taoka 3. Papora (keduanya pantai barat utara). 4. Babuza di pantai barat yang disebut Favorlang oleh misionaris Belanda. 5. Siraya di pantai barat tengah.

Bahasa Babuza sudah punah tetapi bahasanya masih lestari dalam berbagai bentuk dokumen sejarah masa lampau. Kamus Dialek Favorlang Bahasa Formosa, oleh Gilbertus Happart: ditulis tahun 1650. Lalu apakah sejarah Babuza yang dalam hal ini bahasa Favorlang diketahui orang di Indonesia? Tentu saja iya, sebab ada nama Dr Walter Handry Medhurst.


Dr Walter Handry Medhurst pernah menulis artikel berjudal Over een Favorlangsch Woordenboek yang diterbitkan di Batavia pada tahun 1840.  Medhurst juga mencetak di Batavia buku Gilbertus Happart: Kamus Dialek Pavorlang Bahasa Formosan, ditulis tahun 1650, yang diterjemahkan sendiri oleh WH Medhurst (lihat Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, 1917-1939). Catatan: Dr Walter Handry Medhurst adalah salah satu Sinolog terbaik; revisi terjemahan Alkitab berbahasa Mandarin sebagian besar adalah karyanya. Walter Handry Medhurst lahir di London, 1796. Dari tahun 1819 hingga 1822, Medhurst bekerja di Poelau Pinang, setelah itu dia menetap di Batavia. Dia sudah akrab dengan bahasa Ohine dan Melayu dan bekerja terutama di antara orang Tionghoa, tetapi juga di antara orang berbahasa Melayu. Beliau adalah pendiri Gereja Inggris di Batavia dan Gereja Inggris di Parapatan. Pada tahun 1835 Medhurst melakukan perjalanan penjelajahan penting di sepanjang pantai Tiongkok, diundang oleh masyarakatnya, termasuk misionarisnya di Tiongkok, Dr. Morrison, Pada tahun berikutnya ia kembali ke Batavia. Lalu ddi Batavia ia mendrikan sebuah sekolah pelatihan bagi kaum muda Tiongkok, yang terhubung dengan Institut Parapattan; istrinya mengurus pendidikan para gadis Tionghoa. Ketika misi tersebut diterima di Tiongkok pada tahun 1842, dia berangkat ke Shanghai pada tahun berikutnya, di mana dia juga mendirikan percetakan dan terus melayani pekerjaan misionaris dengan berbagai cara melalui khotbah, pengajaran, perjalanan dan karya sastra.

.Karya Dr Walter Handry Medhurst tentang orang Babuza berbahasa Favorlang dapat dianggap sangat penting. Salah satu artikelnya berjudal Over een Favorlangsch Woordenboek yang diterbitkan di Batavia pada tahun 1840. Walter Handry Medhurst juga telah menerjemahkan dan mencetak di Batavia buku kamus berbahasa Babuza berjudul: Gilbertus Happart: Dictionary of the Pavorlang dialect of the Pormosan (Gilbertus Happart: Kamus Dialek Pavorlang Bahasa Formosan), diterbitkan tahun 1650, Dr Walter Handry Medhurst adalah salah satu Sinolog terbaik.


Apa yang menjadi sebab bagi Dr Walter Handry Medhurst untuk menerjemahkan kamus bahasa Babuza di Indonesia? Tentu saja terkait keberadaan Walter Handry Medhurst di Batavia yang terkait dengan pekerjaannya dengan orang Cina di Batavia dan kegiatan misi di Tiongkok. Sementara itu kamus bahasa Babuza sudah pernah ditulis dalam bahasa Belanda semasa VOC/Belanda.

Bahasa Babuza jelas sudah punah, tetapi masih lestari dalam kamus dalam dua bahasa (Belanda dan Inggris). Ini ibarat bahasa Wales di pulau Britania yang dianggap sudah punah tetapi kamus dan literaturnya masih eksis. Kamus bahasa Wales dapat diakses di Google terjemahan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa Siraya dan Bahasa Pavorlang Tempo Doeloe: Apakah Lestari dalam Bahasa Babuza?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar