Laman

Selasa, 02 Januari 2024

Sejarah Bahasa (213): Bahasa Barakai dan Dialek Gomo Gomo, Lorang, Mariri, Koba; Pulau Longgar, Apara, Bemun dan Mesiang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Barakai adalah sebuah bahasa Austronesia di Maluku. Bahasa ini dituturkan di kawasan pulau Barakai, Longgar, Apara, Bemun, dan Mesiang; tenggara Kepulauan Aru; Pulau Gomo-Gomo di timur laut Barakai. Bahasa ini memiliki empat dialek, yaitu: Gomo-gomo, Lorang, Mariri dan Koba.

 

Lorang Languages, Barakai Languages, and Dobel Languages in Aru Islands in Lexicostatistic Study. Mei 2022. Taha Fida, Dendi Febriningsih, Erniati, dkk. Abstrak. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kekerabatan bahasa Lorang, bahasa Barakai, dan bahasa Dobel yang ada di Kabupaten Kepualauan Aru, Provinsi Maluku melalui kajian leksikostatistik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode leksikostatistik. Tujuan penelitian ini adalah hubungan kekerabatan bahasa Lorang, bahasa Barakai, dan bahasa Dobel. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi langsung, simak, dan perekaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga bahasa tersebut masih berkerabat sebagai keluarga bahasa. Persentase kekognatan/kekerabatan antara bahasa Lorang dengan bahasa Barakai sebesar 52%, bahasa Lorang dengan bahasa Dobel sebesar 46%, dan bahasa Barakai dengan bahasa Dobel sebesar 68%. (https://www.researchgate.net/)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Barakai dan dialek bahasa Gomo Gomo, Lorang, Mariri dan Koba? Seperti disebut di atas bahasa Barakai dituturkan di wilayah tenggara kepulauan Aru. Geomorfologis pulau Longgar, pualau Apara, pulau Bemun dan pulau Mesiang. Lalu bagaimana sejarah bahasa Barakai dan dialek bahasa Gomo Gomo, Lorang, Mariri dan Koba? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Barakai dan Dialek Bahasa Gomo Gomo, Lorang, Mariri dan Koba; Pulau Longgar, Apara, Bemun, Mesiang

Bahasa Barakai di pulau Workai. Nama Workai sudah lama dikenal sebagai nama kampong, salah satu tempat perdagangan yang penting di tenggara kepulauan Aru. Untuk mencapai ke Workai berpusat di Dobo di pulau Wamar di sebelah barat kepulauan Aru. Workai berdekatan dengan Meriri dan Jamboeaai (Jambuair).


Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 17-02-1851: ‘Pejabat yang diutus dari Amboina ke pulau-pulau tenggara dan barat daya pada awal tahun 1850, untuk meninjau keadaan disana dan menyelesaikan perselisihan yang belum terselesaikan, di paruh kedua tahun 1849 di kepulauan Aroe, dan terutama di kota perdagangan Dobo dan pulau Woedjier, Wokam, Watteli, Meriri, Jambocaai dan Workai’.

Seperti halnya Tual di kepulauan Kei, kota Dabo di pulau Wamar merupakan kota perdagangan utama di kepulauan Aru dimana secara berkala kehadiran pedagang-pedagang Cina dan Makassar. Sejak kapan Dabo ini menjadi pusat perdagangan di kepulauan Aru tidak diketahui secara pasti. Para pedagang-pedagang local dari berbagai pula uke Dabo, termasuk dari pulau-pulau di tenggara seperti Meriri, Jambocaai dan Workai, Dobo juga dijadikan sebagai kedudukan pejabat Pemerintah Hindia Belanda.


Tijdschrift voor Neerland's Indie, 1881: ‘Suku Tagal berlabuh di sini, antara lain, di lepas pantai Krei (atau Karrai) di pulau Trangan, di lepas pantai Gommo Gommo di Workai, di lepas pantai Wattelei (atau Batoelai) di pulau dengan nama itu, di lepas pulau Bambu, Lolla, Merini, dll. Desa-desa semuanya dihuni oleh orang-orang asli, sementara dua di antaranya diperintah oleh orang-orang Mohammedan. Pada tahun 1878, pedagang Makassar pertama kali masuk Islam di kepulauan Aroe. Meskipun penduduknya berbicara dalam bahasa mereka sendiri, banyak yang sudah memahami bahasa Melayu melalui kontak terus-menerus dengan pedagang Cina dan Makassar, serta dengan penduduk asli yang berdomosili di pantai. Usaha utama mereka adalah menyelam untuk mencari cangkang mutiara, yang dilakukan secara rutin dua kali setahun dan dilakukan oleh orang-orang asli tertentu’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Longgar, Apara, Bemun, Mesiang: Geomorfologis Pulau Barakai dan Pulau Gomo Gomo

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar