Laman

Jumat, 26 Januari 2024

Sejarah Bahasa (260): Bahasa Batak Aksara Batak dan Aksara Nusantara di Pantai Barat Sumatra; Aksara Sumatra dan Aksara Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa diucapakan secara lisan dalam perkembangannya terbetuk bahasa yang diucapkan digurat dalam bentuk tulisan. Bahasa dalam bentuk tulisan (teks) dapat disimpan dan diwariskan. Teks yang lestari menjadi sumber sejarah bahasa yang penting. Bahasa Batak paling tidak telah terinformasikan dalam teks pada prasasti-prasasti abad ke-7. Bagaimana dengan aksara Batak sebagai salah satu aksara di nusantara yang masih eksis hingga ini hari?


Aksara Nusantara merupakan ragam aksara/tulisan tradisi digunakan di wilayah Nusantara. Bukti tertua keberadaan Aksara Nusantara yaitu yupa (tiang batu untuk menambatkan tali pengikat sapi) di daerah Kalimantan Timur. Tulisan pada yupa-yupa tersebut menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Bentuk huruf Aksara Pallawa pada yupa, para ahli menyimpulkan dibuat sekitar abad ke-4 M. Setidaknya sejak abad ke-4 Indonesia telah mengenal bahasa tulis yang terus berkembang mengikuti perkembangan bahasa lisan. Perkembangan dimulai terutama sejak bahasa Melayu Kuno dan bahasa Jawa Kuno dituangkan dalam bentuk tulisan selain dari Bahasa Sanskerta yang pada masa sebelumnya merupakan bahasa yang lazim dituliskan. Sejak abad ke-15 Aksara Nusantara berkembang pesat dengan ditandai beraneka-ragamnya aksara untuk menuliskan berbagai bahasa hingga kemudian peranannya tergeser abjad Arab dan alfabet Latin. Macam aksara Nusantara: Pallawa, Sunda Kuno, Bali, Batak, Jawa, Lampung, Ulu, Lontara, Makassar, (Wikipedia)\

Lantas bagaimana sejarah bahasa Batak aksara Batak aksara Nusantara di pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas bahasa terkait dengan aksara. Salah satu aksara nusantara adalah aksara bahasa Batak. Aksara di Sumatra dan aksara di Jawa. Lalu bagaimana sejarah bahasa Batak aksara Batak aksara Nusantara di pantai barat Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Batak Aksara Batak Aksara Nusantara di Pantai Barat Sumatra; Aksara di Sumatra dan Aksara di Jawa 

Seperti halnya bahasa, penyelidikan akasara-aksara masih terus dilakukan. Jumlah bahasa-bahasa di Papua begitu banyak jumlahnya. Namun untuk aksara, sejauh ini masih terus dalam penyelidikan apakah pernah ada aksara yang eksis didugunakan di Papua. Wilayah aksara sejauh ini baru ditemukan di wilayah bahasa di (pulau) Sulawesi.


Bahasa umumnya sudah berumur tua dan tetap lestari dengan tingkat perkembanganna sendsiri-sendiri. Memang sejauh ini aksara belum ditemukan di Papua, tetapi apakah pernah eksis di masa lampau? Pertanyaan ini memerlukan penyelidikan. Sebaliknya pada masa ini aksara Jawa dan aksara Batak masih eksis. Pertanyaannya seberapa tua kedua aksara ini? Dalam penyelidikan aksara-aksara, semuanya masih suatu indikasi. Dalam gambar umum aksara yang terdapat d nusantara berbeda asal usul dengan aksara Latin (merujik ke asakara Fenesia). Aksara nusantara seperti aksara Batak dan aksara Jawa diduga merujuka dari salah satu cabang aksara Aramea yani Brahmi (Arab, Farsi dan Ibrani).

Dari berbagai aksara yang pernah eksis di nusantara seperti Pallawa, Kawi, Sunda, Rencong dan Batak, sejatinya aksara secara grafis aksara terbagi dua: aksara Pallawa dan Jawa dan lainnya serta aksara Batak, Rencong dan lainnya. Studi tentang aksara di nusantara sudah dimulai sejak era Dr NH van der Tuuk termasuk aksara Batak yang kemudian dirangkum oleh KF Holle tahun 1880 sebagai daftar semua aksara yang terdapat di nusantara (lihat Tabel Oud en Nieuw Indisch Alphabetten: Bijdrage tot de Palaeographi van Nederlandsch Indie (Bruining en Co, 1882). Aksara-aksara inilah kemudian yang digunakan oleh para ahli untuk mempelajari aksara-akasara di Indonesia hingga sekarang.


Pada tahun 1927 Schröder, seorang Jerman menemukan ada kemiripan aksara Funisia dengan aksara Batak (lihat A Phoenician Alphabet on Sumatra by EEW Gs Schröder ini Journal of the American Oriental Society, Vol. 47, 1927). Sebagaimana diketahui bangsa Fenisia atau Funisia (Phoenices) adalah bangsa kuno yang pernah menguasai pesisir Laut Tengah. Mereka berasal dari wilayah Timur Tengah, atau sekarang di Lebanon dan Suriah. Penemuan aksara oleh Schröder tentulah menarik perhatian dunia internasional di bidang linguistic dan aksara. Jarak antara Laut Tengah dan pantai barat Sumatra sangat berjauhan. Selama ini dipahami bahwa dari dua kelompok aksara Semit Utara yang terdiri dari aksara Aramee dan aksara Fenesia. Aksara Aramea diduga yang menurunkan aksara Jawa melalui aksara Pallawa dan ke atas aksara Brahmi. Sedangkan aksara Fenesia (silabis) menurunkan aksara Yunasi (alfabet) hingga ke aksara Latin.

Jika kesimpulan Schröder benar bahwa aksara Fenesia mirip bahasa Batak (di Sumatra), maka aksara-aksara di nusantara tidak berasal dari titik yang sama tetapi berasal dari sumber yang berbeda. Pertanyaan ini membuka ruang pertanyaan baru jika pada masa ini tidak pernah ditemukan aksara di Papua, lalu apakah di masa lampau pernah eksis aksara di Papua?


Antara ujung utara pulau Sumatra di barat daya dan ujung pulau Papua di tenggara tidak lah jauh sekali. Jaraknya kira-kira kurang lebih sama dari ujung barat daya Sumatra ke Laut Merah. Wilayah aksara Fenesia tidak jauh dari Laut Merah. Oleh karenanya tidak terlalu mengejutkan jika ada koneksi antara akasara Batak dan aksara Fenesia. Ptolomeus abad ke-2 menyatakan bahwa kamper diimpor dari pulau Sumatra. Pada abad ke-5 di Eropa diketahui kamper diekspor di pelabuhan yang disebut Barossa (kini Kota Barus di Tapanuli).

Schröder adalah peneliti pertama yang membuka ruang penyelidikan aksara Batak yang kemudian dalam artikelnya yang dimuat di jurnal Amerika tahun 1927 sangat meyakini bahwa aksara Batak memiliki kemiripan dengan aksara Fenesia.

 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Aksara di Sumatra dan Aksara di Jawa: Sebaran Aksara di Bagian Timur Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar