Laman

Jumat, 26 Januari 2024

Sejarah Bahasa (261):AksaraBatak Bilangan Batak, Lambang Geometrik - Angka Biner; Angka Batak, Angka Romawi, Angka Arab


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Selain aksara bahasa, juga ada aksara (lambang) bilangan. Bilangan pada dasarnya dapat ditulis dalam bentuk aksara. Bahasa dan bilangan adalah dua aspek dasar dalam perkembangan pengetahuan yang tidak saling terpisahkan. Aksara Batak termasuk salah satu yang didampingi dengan lambang (aksara) bilangan. Aksara/lambang bilangan Batak merujuk bentuk geometric. Angka bilangan Batak tidak memiliki angka (nomor) nol (empty) tetapi memiliki sistem bilangan yang unik bersifat biner (myth or math?).


Bilangan adalah konsep matematika dalam pencacahan dan pengukuran. Simbol/lambang mewakili suatu bilangan disebut angka/lambang bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan telah diperluas meliputi bilangan nol, negatif, rasional dan irasional. Prosedur bilangan sebagai masukan dan menghasil bilangan lainnya sebagai keluran, disebut operasi numeris. Operasi uner mengambil satu masukan bilangan menghasilkan satu keluaran bilangan. Operasi lebih umum adalah operasi biner, mengambil dua bilangan sebagai masukan dan menghasilkan satu bilangan sebagai keluaran seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian. Bilangan sering diartikan sebagai angka atau nomor, tetapi ketiga istilah merupakan entitas berbeda. Angka adalah suatu tanda/lambang seperti bilangan lima dilambangkan menggunakan angka Hindu-Arab "5". Nomor biasanya menunjuk pada satu atau lebih angka melambangkan bilangan bulat dalam suatu barisan bilangan bulat berurutan seperti kata 'nomor 3' menunjuk salah satu posisi urutan dalam barisan bilangan-bilangan 1, 2, 3, dst. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah aksara Batak bilangan Batak, lambang geometrik dan angka biner? Seperti disebut di atas aksara bahasa Batak didampingi lambang bilangan Batak dengan karakteristik yang unik. Angka Batak, angka Romawi dan Angka Arab. Lalu bagaimana sejarah aksara Batak bilangan Batak, aksara geometrik dan angka biner? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Aksara Batak Bilangan Batak, Lambang Geometrik dan Angka Biner; Angka Batak, Angka Romawi, Angka Arab 

Umunnya ada akasara bahasa juga ada lambang bilangan/angka seperti Batak dan Jawa dan Romawi. Seperti bentuk aksara, bentuk lambang bilang setiap aksara bahasa juga berbeda. Sebelum lambang bilangan/angkat Latin (Eropa) seperti umum digunakan sekarang, pendahulunya di Eropa adalah angka Latin.


Lambang bilangan/angka Romawi sejatinya berbentuk hurufnya sendiri (I V dan X) yang kemudian untuk bilangan besar menggunakan huruf L, C, D dan M). Sangat simple. Dasarnya hanya dengan mengetahui aksara Romawi akan mengetahui lambang angka Romawi.  Berbeda dengan lambang/angka Jawa yang cukup rumit. Bagaimana dengan lambang bilangan Batak? Bukan lambang huruf tetapi ditentukan dengan bentuk yang berbeda dari aksaranya.

Bentuk bilangan Batak adalah bentuk geometris (garis dan bidang; titik dan ruang implisit). Tampaknya dari lambang bilangan dari berbagai aksara yang ada hanya lambang bilangan bahasa Batak yang berbentuk geometris. Mengapa? Yang dimaksud geomotri dalam hal ini titik. garis, bidang dan ruang, yang mana kumpulan titik adalah garis (dimensis atu); hubungan garis adalah bidang (dimensi dua); hubungan bidang adalah ruang (dimensi tiga). Pada masa ini operasi bilangan adalah system aritmatika dan operasi geometric adalah system kalkulus.


Dalam nomor/angka bilangan Batak, angka 1, 2, 3 adalah garis (mirip angka 1, 2 3 Romawi). Bagaimana dengan angka 4? Yang jelas berbeda dengan angka Romawi. Angka 4 Batak eksplisit adalah bentuk bidang segitiga (kumpulan tiga garis) tetapi dihitung secara ruang. Artinya segi tiga adalah bidang paling sedikit sisinya (hanya tiga). Jika dibuat menjadi ruang, jumlah bidangnya menjadi empat. Oleh karena itu ditulis bidang segitiga tetapi dihitung ruang segitiga (diamond). Bagaimana dengan angka 5? Empat garis yang dicoret sehingga jumlahnya lima garis. Angka 6 dilambangkan dengan bentuk empat persegi (kubus). Seperti segitiga untuk angka 4, bidang kubus dalam hal ini dihitung ada enam bidang pada ruang.  Sementara angka 7 dilambangkan dengan cara meminjam dari sebagian lambang angka 5 (dua garis; haris lurus dan garis diagonal). Bagaimana dengan angka 8? Dua gabungan segitiga yang jumlah bidangnya adalah 2 kali empat bidang sebanyak 8 (delapan) bidang. Sedangkan angka 9 adalah angka 7 yang ditambahi garis pendek (yang tampak sebagian dari bentuk angka 8). Bagaimana dengan angka 10? Yang jelas dalam aksara Batak tidak ada angka nol (kosong).  Lambang angka 10 dibuat dalam bentuk satu garis yang menyatakan satu dan di depannya lambang bilangan puluh (berbentuk ketupat/jajaran genjang) sehingga dibaca sada pulu yang disingkat menjadi sapulu. Bagaimana dengan angka 11? Yang jelas tidak ada kosa kata belasan dalam bahasa Batak. Dalam bahasa Batak angka 11 dibaca sapuluh sada, 12-sapulu dua, dst. 20 (dua puluh), 21-duapuluh sada. Penulisan dan pembacaan (lisan) bersifat biner (1-0; sada ketupat/jajaran genjang). Last but not least. Bagaimana dengan 100? Dua ketupat/jajaran genjang dibaca ratus (misalnya saratus, dua ratus); tiga ketupat dibaca ribu (misalnya saribu, dua ribu). Demikian seterusnya bersifat biner. Soal: Bagaimana lambang bilangan 468 (empat ratus enam puluh delapan)?

Penyebutan bilangan dalam bahasa Batak memiliki nama-nama sendiri: 1=sada, 2=dua, 3=tiga, 4=empat, 5=lima, 6=onom, 7=pitu, 8=wolu dan 9=sia. Tidak ada nama nol/kosong karena tidak ada angka nol dalam nommor/angka bahasa Batak. Yang ada adalah angka 10=sapulu (sada pulu=sapulu). Untuk seratus adalah saratus dan seribu adalah saribu. Ada sejumlah angka memiliki sebutan sama dengan bahasa Jawa: tolu/telu, opat/papat, pitu/pitu, wolu/walu, sia/sanga dan sapulu/sapuluh.


Dalam operasi hitungan juga bahasa Batak memiliki nama sendiri: lobi/tamba, hurang/urahi, noli dan sagi. Untuk sama dengan adalah dos bahatna. Bilangan pecahan dalam bahasa Batak dengan menyatakan sapar (sada par) yang artinya seper…. Kosa kata bilangan dalam bahasa Batak dibedakan dengan etong/an (hitung/an). Etongan merujuk pada operasi bilangan, sedangkan pengertian bilang/an adalah katakan/nyatakan (bilang) nommor/angka secara berurutan (bilangan).

Lantas mengapa sebutan 3 (tolu/telu) dalam bahasa Batak dan bahasa Jawa menjadi tiga dalam bahasa Melayu/Indonesia? Tampaknya ada pergeseran dari telu (Jawa) menjadi tilu (Sunda) dan tilo di pulau-pulau kecil. Lantas apakah tilo ini bergeser menjadi tigo (Minangkabau) yang selanjutnya tiga (Melayu). Idem dito dengan angka 7. Bagaimana dengan angka 8 (walu) dan 9 (sia) dalam Bahasa Batak? Mirip dalam bahasa Jawa wolu dan songo/sanga. Yang jelas dalam bahasa Melayu disebut delapan dan sembilan.


Ada peneliti bahasa yang menyatakan delapan berasal dari dua lapan (dua buah lapan). Apakah itu merujuk ke bentuk lambang bilangan Batak? Jika dua adalah 2, lantas apa arti lapan sendiri? Ada juga yang menyebut delapan berasal dari dua alapan, sementara sembilan adalah satu ambilan. Lalu apakah dalam hal tersebut 8 adalah 10 dialap 2 dan 9 adalah 10 diambil satu? Yang jelas system pembentukan lambang bilangan Batak bersifat backward. Apakah dua a/lapan dan satu ambilan bersifat fordward? Penyebutan/penemuan angka 10 haruslah didahului penemuan angka 8 dan 9, baru menemukan angka 10 dst. Sebagai mana disebut di atas, dalam pembentukan bahasa Batak tidak mengenal angka nol, yang ada adalah angka puluh (yang dilambangkan dalam bentuk ketupat/jajaran genjang). Idem dito, angka Romawi juga tidak memiliki angka nol. Dalam lambang bilangan Arab berupa titik belum tentu dimaksudkan angka nol, tetapi mirip dengan lambang puluh dalam bilangan Batak. Dalam hal ini lambang titik (Arab) dan lambang Batak (ketupat/jajaran genjang) diduga menjadi asal-usul angka nol dalam bilangan Latin. Sebagaimana diketahui lambang angka Latin tidak merujuk ke angka Romawi, tetapi ke angka Arab/Farsi. Lalu angka bilangan nol Latin merujuk pada angka titik lambang bilangan Arab? Bagaimana dengan lambang ketupat/jajaran genjang bilangan Batak? Titik yang menjadi nol atau ketupat/jajaran genjang yang menjadi nol? Lambang bilangan Batak 1 (juga Romawi), 7 dan 9 mirip lambang bilangan yang digunakan dalam aksara Latin.

Asal usul sebutan bilang delapan (8) dan sembilan (9) sejatinya belum bisa dijelaskan. Namun untuk sebutan bilangan belasan dapat dijelaskan karena ditemukan dalam sebutan bilangan Jawa (sewelas). Argumen ini diperkuat bahwa pada bilangan tertentu dalam aksara Jawa disebut secara khas dan konsisten mulau dari sewelas, selikur, selaweh dan lainnya. Untuk sebutan bilangan 100 (seratus) dan 1000 (seribu) dalam bahasa Jawa, juga ditemukan dalam sebutan bilangan Batak (seratus dan saribu). Penggunaan bilangan belasan (yang diduga berasal dari bahasa Jawa) ke dalam bahasa Melayu/Indonesia, yang pada masa ini penyebutan bilangan belasan dalam bahasa Batak yang bersifat biner, seperti 11-sapulu sada, 12-sapulu dua dst, digantikan dengan sebutan belasan. Bagaimana dengan lambang bilangan Latin sendiri? Sebagaimana diketahui aksara dan lambang bilangan Latin yang digunakan pada masa ini termasuk bahasa Indonesia.


Aksara Latin yang digunakan sekarang berkembang dari aksara dan bilangan Yunani. Aksara Yunani/Latin mirip aksara Batak: A, B. L dan W. Dua lambang pertama menjadi penting karena huruf pertama dan kedua. Bagaimana dengan lambang bilangan? Seperti disebut di atas lambang bilangan tiga pertama Batak dan Romawi mirip (jumlah baris). Jika dibandingkan dengan lambang bilangan Arab, tiga yang pertama diduga pengembangan dari Batak dan Romawi. Untuk lambang bilangan 6 dan 9 Arab mirip dengan lambang bilangan 7 dan 9 Batak. Namun jika diperhatikan karakter pembentukan alamiahnya tampak Batak lebih tua dari Arab. Mengapa?

Pada masa ini aksara dan bilangan Latin dianggap bentuk karakters paling modern dari lambang aksara dan bilangan dunia. Aksara dan bilangan Latin masih bertahan hingga masa ini. Namun seperti disebut di atas, aksara Latin dapat dianggap paling muda diantara aksara-aksara yang berasal dari masa lampau. Lantas lambang aksara dan bilangan apakah yang tertua di dunia?

 

Pada tahun 1927 Schröder, seorang Jerman menemukan ada kemiripan aksara Funisia dengan aksara Batak (lihat A Phoenician Alphabet on Sumatra by EEW Gs Schröder ini Journal of the American Oriental Society, Vol. 47, 1927). Sebagaimana diketahui bangsa Fenisia atau Funisia (Phoenices) adalah bangsa kuno yang pernah menguasai pesisir Laut Tengah. Mereka berasal dari wilayah Timur Tengah, atau sekarang di Lebanon dan Suriah. Penemuan aksara oleh Schröder tentulah menarik perhatian dunia internasional di bidang linguistic dan aksara. Jarak antara Laut Tengah dan pantai barat Sumatra sangat berjauhan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Angka Batak, Angka Romawi, Angka Arab: Apakah Ada Kemiripan?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar