*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini
Sejarah Tual adalah sejarah yang sangat jarang diungkapkan. Padahal catatan (data) sejarah Tual (di Pulau Kei) bahkan terbilang cukup lengkap. Boleh jadi itu karena posisi wilayah Tual jauh berada di lingkar orbit perjalanan sejarah lokal (yang berpusat di Ambon) dan sejarah nasional (yang berpusat di Jakarta). Wilayah Tual dalam hal ini berada di tengah lautan, terpencil, di arah tenggara Kota Ambon. Meski demikian, ternyata Kota Tual memiliki sejarah tersendiri.
Sejarah Tual adalah sejarah yang sangat jarang diungkapkan. Padahal catatan (data) sejarah Tual (di Pulau Kei) bahkan terbilang cukup lengkap. Boleh jadi itu karena posisi wilayah Tual jauh berada di lingkar orbit perjalanan sejarah lokal (yang berpusat di Ambon) dan sejarah nasional (yang berpusat di Jakarta). Wilayah Tual dalam hal ini berada di tengah lautan, terpencil, di arah tenggara Kota Ambon. Meski demikian, ternyata Kota Tual memiliki sejarah tersendiri.
Pelabuhan Tual (1862-1888) |
Lantas bagaimana sejarah Tual? Artikel ini
mendeskripsikan sejarah Tual sejak 1824. Suatu sejarah yang dapat dikatakan
sejarah yang jauh di masa lampau, suatu kurun waktu yang dapat dikelompokkan ke
dalam sejumlah kota-kota di Indonesia. Untuk menambah perspektif wilayah,
keberadaan Tual dapat disandingkan dengan tetangga terdekatnya Merauke. Mari
kita telusuri berdasarkan data dan informasi masa lampau.
Dalam sejarah navigasi
pelayaran, pelaut-pelaut Portugis yang menemukan pulau Kei. Pelaut-pelaut
Pottugis menandai pulau tersebut dengan nama Cayos (Portugis: cayos=terumbu).
Namun dalam perjalanan waktu pelaut-pelaut Inggris dan Belanda merusaknya
sesuai lafal yang mudah bagi mereka dengan Keij atau Key dan kemudian menjadi
Kei. Nama pulau Kei Besar dan pulai Kei Kecil cukup lama eksis hingga para
pelancong Jerman dan pelancong Italia menemukan fakta bahwa pulau Kei Kecil
terbagi dua yakni pulau Kei Kecil dan pulau Doellah yang dipisahkan oleh selat
sempit (disebut selat Rosenberg sesuai penemunya). Di selat ini mereka temukan sebuah
kampong bernama Toeallah yang berada di sisi barat pulau Doellah yang sering
dikunjungi oleh pedagang-pedagang Makassar dan Bugis. Para pelancong tersebut menulis
di dalam laporan mereka bahwa kampong Toeallah sebagai pelabuhan strategis,
luas dan tertutup dari semua arah angin. Keutamaan pulau Doellah sebagai pusat
perdagangan di sekitar munculnya penyebutan nama pulau dekat pulau Doellah
sebagai pulau Doellah Laoet. Dalam perkembangannya nama kampong Doellah tetap
eksis, tetapi nama kampong Toeallah dikorting pemerintah Belanda hanya ditulis
dengan Toeal saja.
.
Pembentukan Awal Pemerintahan
di Toeal, 1890.
Pemerintahan di
pulau-pulau selatan paling tidak sudah ada pada tahun 1890 (lihat
Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 13-11-1890). Disebutkan
Pemerintah telah menempatkan Controleur yang berkedudukan di Toeal. Beberapa
tahun sebelumnya sudah mulai ada aktivitas misionaris Katolik di Toeal dan
membangun rumah (peribadatan) pertama di Linggoer (dekat Toeal) pada tahun
1888. Dari pos misionaris ini disebutkan akan diperluas ke beberapa tempat.
Disebutkan di pasar Toeal sendiri Islam telah mengakar sejak lama.
Rumah Imam (pemimpin) di Toeal, 1824 |
Kampong Toeal kali pertama didatangi oleh orang
Eropa/Belanda pada tahun 1824 (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en
volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1863). Komisaris yang dikirim ingin
menjalin komunikasi terutama dengan Bupate (Regent) Dullah. Pada tahun 1836
kembali datang komisi pemerintah. Namun Bupati enggan bertemu karena beberapa
waktu sebelumnya anak berselisih dengan orang Eropa/Belanda. Komisaris
mengajukan tuntutan yang ditulis dalam bahasa Arab. Lalu setelah itu dilakukan
perjanjian damai dan bendera tri color mulai berkibar. Gubernur Jenderal Pahud pernah
berkunjung pada tahun 1860.
Namun permasalahan tidak pernah selesai. Pada tahun 1883 salah satu penjaga pos di (pulau) Kei Mr. A Langen di Toeal melaporkan orang Eropa/Belanda diusir (lihat Bataviaasch handelsblad, 03-10-1883). Orang Eropa/Belanda tersebut sebelumnya sebanyak tujuh orang telah diberikan izin untuk menetap untuk membeli dan mengumpulkan kopra dan kayu. Petugas pos tersebut menerima pemberitahuan dari orang-orang Eropa/Belanda tersebut bahwa keamanan orang-orang Eropa yang hadir diToeal diancam oleh penduduk Muslim. Sebuah ekspedisi dengan menggunakan kapal perang pada tanggal 23 bulan sebelumnya telah dikirim dari Samarang untuk menyelidiki masalah ini dan untuk mengambil tindakan. Perselisihan ini kemudian dapat diselesaikan pada bulan Oktober 1883 (lihat De locomotief, 30-10-1884). Sejak perselisihan yang terakhir inilah diduga perjanjian diperbarui dan dimulainya pembentukan pemerintahan dengan menempatkan Controleur di Toeal.
Sebelum misionaris Katolik masuk, penduduk di Kepulauan Kei
belum semuanya beragama Islam. Di Toeal terdapat komunitas Bugis yang memiliki
hubungan perdagangan dengan pedagang yang datang dari Singapoera. Pedagang
Singapoera ini adakalanya membayar barang dagangan dengan menukar senjata, Orang-orang
Bugis memiliki kerjasama yang baik dengan penduduk asli baik yang beragama
Islam maupun yang belum beragama. Di sejumlah tempat penduduk masih pagan
(menganut kepercayaan tradisi). Deskripsi Kepulauan Kei pada tahun 1840 sebagai
berikut:
Pulau Kei Kecil terdiri
dari empat distrik, yaitu: Distrik Doelah, yang diperintah oleh Regent atau
biasa disebut Raja, kepadanya ditambahkan seorang jabatan OrangKaja dan seorang
Kapten . Di sdistrik Doelah terdapat sebelas kampung yakni Lepta, Timdalam,
Nengeriet Doeroa, Letman, Ringiar, Taniel, Hoetahijd, Hoetiel dan Wattivan. Pulau-pulau,
yang terletak di sebelah barat Doelah adalah Romadan, Ranan, Mewa Oeimaas, Bayer,
Soewa, Tiaar, Jerowa, Toehoemeo, Liek, Urbal, Waha dan Dablilien, sebagian
besar tidak berpenghuni dan hanya dikunjungi oleh penduduk lokal untuk mengumpulkan
tripang. Penduduknya hampir seluruhnya Islam dimana terdapat sebuah masjid di
kampung bernama Raja.
Distrik kedua, yang
disebut Toeal, adalah, seperti Doelan, di bawah seorang Rgent/Bupati, kepada
siapa seorang Kapten dan seorang Orang Kaija telah ditambahkan. Distrik ini
berisi sepuluh kampung, yaitu: Toeal, Linggoer Kilsur, Taar, Yuan, Heilok,
Romdian, Geelgofo, Hadier dan Hilwiek dengan populasi 1000 jiwa. Pulau-pulau yang
termasuk dalam regent ini adalah: Erij, Godang, Naaf, Oeter, Oeboer, Krain,
Kaijgen dan Watteloos, yang semuanya tidak berpenghuni. Terdapat sebuah masjid
di Negorij Toeal dimana ditemukan komunitas Boegis. Imam Mohammaden sebelumnya
pernah di Toela tetapi sudah menetap di Papua dengan keluarganya.
Distrik ketiga disebut
Waijen. Distrik ini tidak belum memiliki Bupati setelah meningggalnya bupati
mereka. Distrik ini terdiri dari delapan kampung, yakni Wasso, Abbeen Lakielo,
Laar, Dannaar, Oedier, Waijraa, dan Somlaijen. Hampir semua penduduk asli adalah
pagan. Distrik keempat adalah Toetoaat juga belum memiliki kepala pemerintahan,
karena Regent telah meninggal baru-baru ini. Distrik ini terdiri dari dua belas
kampung yakni Dabaet, Dian, Le toe, Warwoet, Waal, Sethian, Mabo, Aijwu, Abraa,
Eomaat, Aijtum dan Eawaab. Distrik ini termasuk pulau-pulau: Naij, Amoet,
Varkilkon, Tangoran, Waihoe, Jarriese, Heuvaa Watokmaas, Hawat, Goetetier,
Vanbes dan Odioen. Populasi distrik ini juga umumnya pagan.
Pulau Kei Besar juga
terbagi ke dalam beberapa distrik. Pulau Kei Besar terbilang padat penduduknya.
Penduduk Distrik Ellat sebagian besar adalah Muslim yang berada di bawah Bupati
Mohammedan. Distrik di selatan pulau Nierong masih pagan. Distrik Feer dibawah
Bupati Mohammedan yang ditambahkan Orang-kaija dan Iman Hassan. Imam ini memiliki
pengaruh besar. Distrik di utara yang dipimpin bupati sebagian Muslim dan
sebagian masih pagan. Distrik Ettie berpenduduk Muslim.
Para pemimpin Islam di kedua pulau mengerti bahasa Melayu
dengan sangat baik dan berbicara bahasa itu dengan cakap. Oleh karena itu tidak
sulit bagi para pedagang yang datang. Para pedagang, yang datang berasal dari
Banda dan Makasser dan umumnya berlabuh di Toeal. Selain komoditi perdagangan, Groot
dan Klein Kei terbilang subur dan memasok beras, jagung, oebie, tembakau, dan
sagu, cukup untuk semua populasi.
Peta Kepulauan Kei (1600-1640) |
Kampong Toeal pada dasarnya kampong baru, namun tidak
diketahui sejak kapan kampong ini ada. Komunitas penduduk yang ada di Kampong
Toeal adalah penduduk yang berasal dari Makassar. Mereka ada pedagang yang
sudah lama menetap di kampong Toeal. Berdasarkan peta-peta kuno, pulau Kei
Besar lebih dikenal daripada pulau Kei Kecil. Pada Peta 1600-1640 nama-nama
kampong di pulau Kei Besar sudah diidentifikasi seperti Ellat, Elli, Haar, Laer
dan lainnya, sementara di pulai Kei Kecil belum ada nama kampong yang diidentifikasi.
Dalam peta yang lebih muda Peta 1695 nama Kampong Elat saja yang
teridentifikasi.
.
.
Peta Kepulauan Kei 1836 |
Dalam peta dua abad kemudian, Peta 1836 di pulau-pulai
Kei Kecil hanya kampong Doellah yang diidentifikasi, sementara di pulau Kei
Besar ada tiga kampong yang diidentifikasi yakni Haer, Elli dan Feer. Ini
mengindikasikan bahwa setiap kampung yang ada di pulau Kei Besar dan pulai Kei
Kecil pada era yang berbeda terjadi pasang surut. Kampong Toeal mulai dikenal
sebelum tahun 1840 karena di kampong tersebut terjadi perlawanan terhadap orang
asing (pedagang orang-orang Eropa/Belanda). Posisi kampong Toeal sendiri
terbilang strategis, selain barada di tengah kepulaian Kei, posisinya juga
berada di selat yang sempit dengan permukaan laut yang lebih tenang dari
gangguan ombak besar. Tampaknya orang-orang Eropa/Belanda juga melihat posisi
strategis kampong ini untuk dijadikan sebagai pangkalan (pos) perdagangan.
Namun, komunitas Makassar yang sudah terkait erat dengan kampong-kampong
lainnya seperti kampong Doellah merasa terganggu dengan kehadiran orang-orang
Eropa/Belanda di kawasan selat tersebut. Perselisihan timbul yang akhirnya terjadi perang.
Bagaimana orang-orang Makassar dan Boegis sampai di kepulauan Kei sudah barang tentu karena kemampuan mereka dalam bidang navigasi pelayaran. Orang Makassar dan Boegis sudah sejak lama bergama Islam. Selain orang-orang Ternate, Tidore dan Hitoe yang sudah diketahui beragama Islam sejak era Portugis, secara bersama-sama dengan orang-orang Makassar dan Boegis yang diduga kuat membawa agama Islam di Kepulauan Kei. Migrasi orang-orang Makassar sendiri ke Kepulauan Kei diduga semakin masif pasca perang Gowa di Somba Opoe (1667). Para pengeran Makassar yang tidak menerima kehadiran VOC/Belanda di Somba Opoe melarikan diri ke selatan yang diduga kuat menuju Bima (Sombawa) dan (kepulauan) Kei di pulau Doellah. Para pengeran-pangeran Makassar inilah yang diduga membentuk kerajaan-kerajaan kecil di wilayah kepulauan Kei.
Setelah tahun 1840 sejumlah laporan dari Kepulauan Kei
dipublikasikan. Pada tahun 1855 deskripsi Kepulauan Kei diterbitkan oleh
Bataviasche Genootshap yang didalmnya termasuk deskripsi tahun 1840. Lalu
kemudian muncul tulisan yang diterbitkan pada tahun 1862. Semua laporan-laporan
tersebut diakumulasi yang ringkasannya dimuat pada Bijdragen tot de taal-,
land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1863. Selain itu, peta-peta
Kepulauan Kei mulai dipublikasikan. Peta tertua tentang Kepulauan Kei dibuat
pada tahun 1872. Peta ini diduga peta tertua tentang peta Kepulauan Kei. Peta
kedua dipublikasikan pada tahun 1875 dan kemudian muncul peta yang lebih baru
yang dipublikasikan pada tahun 1877.
Toeal (Peta 1877) |
Data dan informasi dari waktu ke waktu semakin banyak,
antara data pemerintah dan data perorangan saling melengkapi yang terus terakumulasi
baik dalam wujud laporan meupun peta. Pemerintah memanfaatkan data dan
informasi (keterangan dan peta) dalam menyusun laporan untuk melihat
perkembangan apakah untuk tujuan pemantauan wilayah atau dalam perencanaan pembentukan
pemerintahan baru. Rencana-rencana pemerintah dan laporan-laporan tersebut juga
dimanfaakan oleh zending apakah di suatu wilayah perlu mengirim misionaris. Di
kepulauan Kei, misionaris yang pertama kali membuka pos adalah misionaris
Katolik. Sebagaimana disebutkan di atas rumah peribadatan misionaris di
kepulauan Kei kali pertama dibangun tahun 1888.
Kedatangan misionaris
ini diduga sebelum pemerintahan dibentuk di Kepulauaan Kei yang berkedudukan di
Toeal. Pemerintahan tertinggi adalah Residen Amboina yang berkedudukan di
Ambon. Untuk pejabat setingkat Asisten Residen berada di Bandaneira di
Afdeeling Banda (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,
20-08-1885). Misionaris pertama di Kepulauan Kei (Kecil) diduga adalah Ds.
Offerhans, seorang Jerman (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 16-06-1887).
Disebutkan pendeta ini telah membaptis beberapa anak di Toeal
diantaranya anak seorang wanita Papoea, anak seorang Jerman dengan istrinya
wanita Makassar dan anak seorang Jerman/Austria Adolf von Langen.
Setelah terbentuk
pemerintahan di pulau-pulau selatan dan menempatkan seorang Controeleur yang
berkendudukan di Toeal, secara perlahan-lahan wilayah Kepulauan Kei berkembang.
Perkembangan ini dapat diperhatikan dengan adanya pelayaran langsung dari
kota-kota utama terdekat ke Toeal. Pelayaran menjadi salah satu bentuk layanan
pemerintah lokal maupun pemerintah pusat. Layanan pelayaran ini juga kerap
dirintis oleh swasta. Layanan pelayaran ke Toeal dimulai pada tahun 1885 (lihat
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-12-1885).
Disebutkan dalam iklan bahwa G van Langen direktur kapal uap Toeal dari Langen
en Co di Makassar memulai cabang di Toeal. Tidak dijelaskan trayek atau rute
pengoperasian kapal uap Toeal ini dari mana ke mana.
Layanan pelayaran ke Toeal dimulai pada tahun 1885 (lihat
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
11-12-1885). Disebutkan dalam iklan bahwa G van Langen direktur kapal uap Toeal
dari Langen en Co di Makassar memulai cabang di Toeal. Trayek pelayaran Langen
en Co ini diduga antara Makassar dan Toeal, Akan tetapi tidak dijelaskan trayek
atau rute pengoperasian kapal uap Toeal ini melalui pelabuhan apa saja. Dalam
perkembangan, persuahaan Langen en Co telah berpindah kantor utama yang
sebelumnya di Makassar menjadi di Toeal. G van Langen diketahui kehilangan
putrinya yang masih kecil berumur seminggu meninggal dunia di Toeal (Bataviaasch
nieuwsblad, 05-02-1887).
Kota Toeal yang secara
alamiah telah menjadi pelabuhan strategis di kepulauan Kei (pulau Kei Kecil),
selain menjadi pusat pemerintahan, lambat laun telah menjadi kota paling
penting di pulau-pulau selatan. Kota Toeal menjadi pusat pertumbuhan dan
perkembangan wilayah. Orang Eropa/Belanda mulai berdatangan. Paling tidak
selain para pejabat pemerintah (Controleur dan staf) juga pengusaha van Langen
dan misionaris. G van Langen selain membuka usaha pelayaran juga telah memulai usaha
baru di bidang industri kayu.
Bataviaasch handelsblad, 09-10-1886 |
Sebagaimana di tempat-tempat lain di Hindia, kehadiran
orang-orang Eropa/Belanda dapat dikatakan sebagai prakondisi perubahan suatu
wilayah dari suatu situasi dan kondisi yang statis (lambat) menjadi lebih
dinamis (cepat).Kehadiran swasta dalam hal ini di Toeal membuka peluang baru di
dalam bidang usaha dan membuka jalan bagi pemerintah untuk membentuk
pemerintahan.
Tentu saja diantara
swasta dan pemerintah di Kepulauan Kei khususnya di Toeal, pihak misionaris
memanfaatkan peluang untuk penyebaran agama: membuat penduduk pagan beragama,
dan mengkoversi yang sudah beragama menjadi beralih agama. Tinjauan penyebaran
agama di Toeal dan sekitar dapat dibaca pada buku Karel A. Steenbrink (2003)
berjudul Catholics in Indonesia, 1808-1942: A modest recovery 1808-1903. Dalam
beberapa hal ada perbedaan temuan dalam buku tersebut dengan apa yang disarikan
dalam artikel ini. Karel A. Steenbrink di titik tertentu sangat mendramatisir, sementara
di tiik lain mengerdilkan kejadian, sedangkan di titik yang lainnya sengaja atau
tidak sengaja kurang meperhatikannya. Boleh jadi itu karena perbedaan sudut pandang:
dari dalam atau dari luar; dari kacamata sosiologi atau kacamata ekonomi.
Wilayah Kepulauan Kei
yang beribukota di Toeal secara perlahan mulai terbuka bagi dunia luar.
Kekayaan apa yang terkandung di bumi Kepulauan Kei telah menarik minat berbagai
pihak. Untuk membuka kotak pandora Kepulauan Kei, Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap
di Amsterdam telah mengirim sebuah ekspedisi ilmiah pada tahun 1888. Dalam tim
ekspedisi ini termasuk ahli geologi, ahli botani, ahli kelautan yang juga
melakukan tugas-tugas di bidang topografi dan hidrologi. Kegiatan lapangan
berlangsung selama tiga bulan. Sejak kedatangan ekspedisi ini sudah dibuat
instrumen meteorologi di Toeal untuk memantau cuaca dan curah hujan (lihat Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1888).
Sebagai wilayah pengembangan baru, selain pemerintah juga
berbagai individu juga turut aktif dalam pengumpulan data dan informasi.
Disebutkan bahwa pastoor Küaters (dari
misi Katolik) telah melakukan studi-studi tentang bahasa-bahasa kelompok etnik
di Kepulauan Kei. Juga diketahui G van Langen, seorang pengusaha di Toeal telah
melakukan studi etnologis dan antropologis. Apa yang dilakukan oleh para
pengusaha swasta G van Langen di Kepulauan Kei bukanlah hal yang baru tetapi
suatu situasi yang juga ditemukan di wilayah lain. Seperti misalnya KF Holle di
Priangan dan Dr. Groneman di Djogjocarta.
Laporan-laporan ekspedisi pemetaan geologi dan bitani Kepulauan Kei ini
sudah diterima publik di Belanda sebagaimana diberitakan surat kabar De Tijd: godsdienstig-staatkundig
dagblad, 24-12-1888 dan Algemeen
Handelsblad, 04-07-1889. Laporan-laporan ini kemudian lansir oleg surat kabar
yang terbit di Batavia dan Soerabaja. Satu hal yang penting dalam ekspedisi ini
adalah peran yang signifikan dari A van Langen seperti penyediakan rumah,
makanan serta sejumlah uang, dan bahkan kapal-kapal yang diperlukan dalam
mengitari pulau. Ekspedisi ke Kepulauan Kei menjadi pangkal perkara ekspedisi
lebih lanjut dilakukan kemudian diperluas ke Timor dan Tanimbar.
Perahu di Toeal, 1900 |
Perkembangan Kepulauan Kei, pada tahun 1890 sudah
terdeteksi adanya kantor pemerintah di Toeal, tempat dimana Controelur
ditempatkan (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 13-11-1890).
Sebelum penempatan Controleur di Toeal, besar kemungkinan kedudukan pejabat
pemerintah terdekat berada di Bandaneira. Dengan penempatan Controleur di Toeal
maka status Controleur di Banda ditingkatkan menjadi Asisten Residen (sebagai
bagian dari wilayah Resdientie Amboina).
Soerabaijasch handelsblad, 06-01-1891 |
Pemerintah berdasarkan
Beslit 1 Juli 1883 No. 13 (Staatsbald No. 203), di Residentie Ambon, Controelur
di Toeal ditetapkan untuk membentuk dan bertanggungjawab untuk posthouder yang
juga dengan tugas-tugasnya sebagai kepala pelabuhan di tempat-tempat sebagai
berikut: Kajeli, Nasarete, Amahei, Waroe, Gisser, Elat, Dobo, Lelingloewan, Oeratan,
Tepa, Serwaroe, Woenter, dan Ilwaki (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-03-1891). Ini dengan sendirinya,
pejabat pemerintah tidak hanya di Toeal tetapi juga di tempat
pelabuhan-pelabuhan tersebut.
Iklan pelayaran ke Toeal
ini cukup lama dimuat di berbagai surat kabar di Batavia. Semarang, Soerabaja
dan Padang. Iklan pelayaran ini seakan undangan investor datang ke Kepulauan
Kei. Paralel dengan iklan pelayaran ini pemerintah terus memperkuat
administrasi pemerintahan di Toeal dan Kepulauan Kei. Tentu saja tidak lama kemudian jumlah orang
Eropa/Belanda semakin banyak di Toeal dan Kepulauan Kei. Dikabarkan guru dari
Hila FA Perretaz dipindahka ke Toeal untuk mengajar di sekolah yang baru dibuka
Openbare Lagere School, sekolah dasar untuk orang Eropa/Belanda (lihat
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
05-12-1891). Tidak diketahui apakah sekolah dasar Eropa ini berjalan baik atau
tidak. Juga tidak diketahui apakah sudah ada sekolah bagi pribumi di Toeal dan
Doellah, dua tempat yang ramai yang mana Toeal sebagai ibukota, Sebagaimana
disebutkan, di Toeal dan Doellah dihuni oleh penduduk pribumi yang beragama
Islam.
Dalam perjalanan pendeta
JH de Vries Jr di Ambon ke Kepulauan Kei sebagaimana ditulisnya pada surat
kabar Soerabaijasch handelsblad, 24-12-1891 diceritakan bahwa setelah kapal uap
yang mereka tumpangi dari Ambon via Saparoea tiba di Toeal dilanjutkan dengan
perahu selama satu jam ke selatan ke sebuah kampong yang disebut Langgoer. Di
kampong ini hanya ada 12 rumah panggung dimana di kampong ini terdapat bangunan
misionaris yang dipimpin oleh seorang pendeta pribumi yang membimbing 15 anak
didik yang sudah dibaptis yang mana para pendeta itu harus belajar bahasa setempat dan
memberikan pendidikan agama, membaca, menulis, dan bahasa Melayu. Rumah-rumah
panggung ini terbagi ke dalam beberapa kamar yang disekat daun kering dari
pohon sagu yang setiap rumah panggung diperkirakan dihuni keluarga besar sebanyak
20-30 orang. Lantai rumah terbuat dari anyaman bambu yang dapat melihat ke
bawah dimana ternak babi tampak berkeliaran. Sebagaimana telah disebutkan di
atas pada tahun 1840 wilayah yang berada di selatan Toeal (termasuk Langgoer)
masih pagan, kini diduga sudah banyak yang beragama Katolik. Stasion misi
sendiri (yang menjadi tempat dimana 15 anak dididik) dibangun pada tahun 1888.
Selain layanan pendidikan
untuk orang Eropa/Belanda di Toeal dan penyelenggaraan pendidikan bagi
anak-anak pribumi yang telah beragama Katolik di Lienggoer, layanan pemerintah
berikutnya yang didatangkan ke Kepulauan Kei adalah layanan kesehatan. Seorang
dokter Djawa AT Lalopua telah dipindahkan dari Noesa Laoet ke Toeal. Untuk
pengganti di Noesa Laoet dipindahkan dokter Djawa TA Perretsz dari Hila (lihat
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
27-02-1892). Dokter Djawa dalam hal ini adalah lulusan sekolah kedoteran pribumi
di Batavia yang dibuka sejak tahun 1851.
Kota Toeal yang semakin
dikenal dan tumbuh sebagai pusat perdagangan (1886 sejak van Langen) dan pusat
pemerintahan (1890 sejak Controleur pertama, RO van der Hout, Januari 1890), juga secara
berangsur-angsur pedagang-pedagangan Tionghoa juga semakin banyak yang berdiam
di pulau-pulau selatan yangh berpusat di Toeal. Mereka ini diduga meluas dari
Ambon, kemudian ke Bandaneira lalu ke Toeal. Untuk mengantisipasi hal tersebut
terbit ordonasi yang menyatakan bahwa di Residentie Amboina juga akan ada wijk
(perkampungan) untuk orang Cina di Toeal, ibukota Afdeeling Aroe-, Kei-,
Tenimber- en Zuidwester-islands (Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-10-1892).
Pada tahun 1892 juga
muncul usulan agar Controleur juga ditempatkan di Dobo (Kepulauan Aroe). Usulan
ini datang dari seorang penulis di Makassar yang dimuat pada surat kabar Bataviaasch
nieuwsblad, 28-11-1892. Disebutkan satu-satunya perwakilan pemerintah di Dobo
hanya seorang postjouder O Th Erntsen. Sebab baru-baru ini terjadi pembunuhan
terhdap seorang Cina di Dobo. Disebutkan penulis bahwa Kep Aroe merupakan
wilayah terpenting di selatan tetapi lebih disukai pemerintahan berkendudukan
di pulau Kei (Kecil). Di Kepulauan Aroe kebiasaan minuman keras meningkat yang
diduga menjadi penyebab adanya pembunuhan. Oleh karena itu Controleur juga
seharusnya ditempatkan di Dobo juga agar kehadiran orang Eropa di kepeluaan
tersebut muncul. Dalam
tahun-tahun terakhir ini di Dobo ribuan orang asing, kebanyakan orang Cina dan orang
Melayu bertemu pada waktu-waktu reguler di pulau-pulau di sekitarnya dan Papua
Nugini (baca: Papua Barat), sementara ada ratusan dari mereka ini sepanjang
tahun dalam kegiatan bisnis. Di Danner, pulau dimana (kampong) Dobo berada
sudah dihuni sejumlah penduduk menetap. Sumatra-courant
: nieuws- en advertentieblad, 14-12-1892 melaporkan yang terbunuh di Dabo dan
sekitar sebanyak 60 orang Cina dan orang Makassar.
Setelah posthouder memungut bea dan cukai di beberapa
titik pelabuhan yang berada di bawah otoritas Controelur di Teoal, pemungutan
pajak padi juga mulai diterapkan. Bataviaasch nieuwsblad, 10-02-1894 melaporkan
Residen Amboina menerapkan pajak padi untuk wilayah pulau-pulau di selatan di
Banda dan Kep Kei, Aroe dan Tenimbar sebesar 10 persen. Pemungutan pajak ini
dipandang sebagai wujud pendapatan pemerintah dalam penyelenggaraan layanan
pemerintah. Pejabat yang ditunjuk untuk urusan tersebut termasuk wilayah kerja
di Banda adalah JA Pelupessij yang berkedudukan di Toeal (Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-05-1894).
Tentu saja masih ada
hal-hal yang saling mencurigakan antara satu dengan yang lainnya terutama
anatara penduduk dan pemerintah. Sejarah Toeal dan sejarah Doellah adalah
sejarah yang jauh ke masa lampau. Antara penduduk lokal dengan orang asing
terjadi pasang surut. Pengusiran orang Eropa/Belanda di Kepulauan Kei sudah
pernah terjadi tempo dulu. Berulang kali pemerintah mengirim ekspedisi ke
Kepulauan Kei. Peristiwa pembunuhan di Dobo baru-baru ini menunjukkan indikasi masih
adanya perselisihan-perselisihan di antara kelompok penduduk. Laporan terbaru
di Toeal, beberapa pedahang Arab dan Makassar ditangkap Controleur karena
memperdagangkan senjata untuk penduduk lokal (lihat Soerabaijasch handelsblad, 18-07-1894).
Pemerintah di Toeal tampaknya masih memiliki kekhawatiran terhadap munculnya
perlawanan dari penduduk di Toeal dan Doellah terhadap otoritas pemerintah.
Setelah sekian abad pemerintahan tradisi di Kepulauan
Kei, khususnya di Toeal dan Doellah, dengan semakin menguatnya Pemerintah Hindia Belanda di Toeal, muncul kabar bahwa Radja
(regent) dari negorij Toeal onderafdeeling Klein Kei, afdeeling Aroe-, Keè-,
Tenimber en Zuidwester eilanden yang disebut Kabres mengundurkan diri
(Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
10-08-1897). Lantas bagaimana dengan regent negerij Doellah tidak diketahui.
Namun pengunduruan diri boleh jadi sebagai tanda-tanda berakhirnya kepemimpinan
tradisional di Toeal dan Doellah?
Sementara itu,
dikabarkan Monseigneur Staal dari misi
(zending) Katolik dengan kapal uap berangkat dari Banda untuk mengunjungi Kepulauan
Kei di Toeal dimana Roomsen-Katholieken zendingpost terdapat di Langgoer (lihat
Rotterdamsch nieuwsblad, 21-08-1897). Apakah
kunjungan Monseigneur ini sebagai pertanda babak baru dalam pengembangan misi
di Kepulauan Kei? Seperti di tempat lain kegiatan misi (zending) tidak terkait
dengan tujuan pemerintah. Bagi pemerintah, Islam, Kristen, Katolik dan pagan tidak
dibedakan, yang membedakannya di mata pemerintah siapa yang bersedia bekerja
sama dalam pembangunan jalan dan jembatan (untuk menunjang pendapatan
pemerintah).
Dermaga di Langgoer, 1920 |
Pertumbuhan dan perkembangan wilayah di pulau-pulau
selatan termasuk Kepulauan Kei, tidak semaju di wilayah lain. Wilayah
pulau-pulau selatan secara geografis terpencil, tetapi juga terpencil dalam
banyak hal. Ibukota Residenti sangat jauh di Ambon. Meski demikian arus pelayaran
laut dari dan ke Toeal tetap berlangsung dengan baik. Rute pelayaran kapal uap
secara reguler Soerabaja, Makassar. Ambon dan Toeal memungkinkan setiap orang
dapat terhubung antara Toeal dengan kota-kota besar (pusat kemajuan).
Kota Tual 1935 |
Toeal dan Langgoer, 1933 |
Kota Tual yang sekarang,
kota terbesar di selatan Kota Ambon, sejatinya berawal dari sebuah kampong di
masa lampau. Sebagaimana Doellah, nama kampong Toeal diduga berasal dari nama Toellah
atau Toeallah (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1877). Kampong
Toeal ini terletak di sisi barat pulai Kei Kecil yang terlindung dari lautan
(Banda) ditemukan oleh orang-orang Eropa/Belanda pada tahun 1824 dimana kampong
kecil bernama Toeal terdapat komunitas orang Bugis yang melakukan fungsi
perdagangan di sekitar. Kompong terbesar di pulau Kei Kecil saat itu adalah
Kampong Doellah yang terletak di sebelah utara Kampong Toeal.
Rumah misi di Langgoer |
Pada tahun1890 Kepulauan Kei dijadikan Pemerintah Hindia
Belanda sebagai pemerintahan dengan menempatkan seorang Controleur di Teoal.
Pemerintahan ini juga mencakup pulau-pulau di tenggara (Kepulauan Aroe) dan
pulau-pulau di barat daya (Kepulauan Tanimbar). Pada saat pembentukan
pemerintahan di Toeal, Pemerintah Hindia Belanda mulai merintis perluasan
wilayah ke Nieuw Guenia bagian selatan dengan tempat utama di Merauke dengan
melakukan sejumlah ekspedisi-ekspedisi. Paralel dengan di Nieuwe Guenie di
selatan ini juga dilakukan hal yang sama di wilayah utara. Rumah misi di
Langgoer
Jauh sebelum kedatangan
(orang-orang) van Langen di Kepulauan Kei (di Toeal), sudah banyak orang-orang
Eropa/Belanda yang pernah singgah di wilayah ini. Berdasarkan peta-peta kuno Portugis
(1600-an) dan peta-peta VOC/Belanda (1695) wilayah ini sudah dikenal
(diidentifikasi). Namun sejauh itu hanya sekadar untuk perdagangan yang longgar
di pantai-pantai. Setelah kedatangan orang Eropa/Belanda tahun 1824, komisaris
pemerintah menyambangi kepulauan ini pada tahun 1836 (bulan April). Pada tahun
1865 giliran seorang pelancong Italia, Beccari yang mengunjungi kepulauan ini. Pelancong
ini melaporkan berangkat dari Ellat di pantai barat Groot Kei pada tanggal 7
Agustus 1865 untuk melakukan perjalanan ke Doellah. Disebutnya dalam perjalanan
ini melalui jalan yang tidak terdapat dalam peta melalui kampong Toeallah
(Toeal) hingga menuju Doellah. Peta sebelumnya hanya ditandai dalam pelayaran navigasi
di pulau Kei Besar oleh J du Pon dan WJ van Santen (1862). Jalan ini juga
disebut Beccari ternyata sebelumnya telah dilalui oleh seorang pelukis Jerman
bernama Rosenberg. Keberadaan Ronsenberg diketahui pertama ketika melakukan ekspedisi
di Tapanoeli tahun 1840 (bersama Juing Huhn). Selat dimana Toeal kala itu
sering disebut para pelancong sebagai selat Rosenberg. Pelancong berikutnya
yang pernah menyambangi selat ini adalah Vettor Pisani dengan kapten kapal Lovera
pada tahun 1872. Kapten Lovera menyatakan pelabuhan ini sangat strategis, luas dan
tertutup dari semua arah angin. Kapten Lovera adalah orang pertama yang
mengidentifikasi tempat ini, Toeallah sebagai pelabuhan dalam navigasi
pelayaran. Nama Toealah dan Doellah berasal dari para migran beragama Islam (pendatang).
Meski nama tempat Toeallah
ini bukan dari penduduk asli, tetapi dengan penanda navigasi ini oleh Kapten
Lovera diharapkan penduduk asli untuk mengetahuinya. Nama Toeallah menjadi Toeal
muncul pada tahun 1875. Nama Toeallah ‘dikorting’ menjadi Toeal. Ini bermula
dari wakil inspektur pendidikan pribumi tentang perubahan Toeallah menjadi
Toeal. Tidak dijelaskan mengapa demikian. Di Toeallah seebelumnya sering
dijadikan oleh orang-orang Makassar dan Bugis untuk berlabuh.
Nama Kei juga bukan dari
nama asli. Nama Kei sudah ada sejak lama dan kepulauan ini sudah pernah
dikunjungi oleh orang-orang Portugis sebelum kedatangan orang Belanda. Peta
1600-1640 yang ditunjukkan di atas, adalah peta Belanda yang diduga bersumber
dari peta Portugis. Nama Kei diduga dari bahasa Portugis ‘cayo’ yang diartikan
sebagai terumbu atau tebing. Nama Pulau Cayo (Pulau Terumbu karang) dalam
perjalanan waktu karena pelafalan dirusak oleh bahasa Inggris dan bahasa
Belanda menjadi Kei. Untuk nama tambahan besar dan kecil berasal dari bahasa
Melayu (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1877).
Nama Doellah sendiri
diucapkan dalam (peta-peta) navigasi sebagai Doela, Doelah, Doellah, Doelan,
Doelang dan bahkan Doera. Pelukis von Rosenberg menandai nama pulau dari nama
kampong dengan menulis Doellah. Saat itu kampong Doellah adalah nama kampong utama
yang menjadi pusat perdagangan di pulai Kei Kecil. Untuk nama tambahan darat
dan laut berasal dari bahasa Melayu. Pulau Doellah darat memiliki wewenang
terhadap Doellah laut. Nama-nama lainnya yang disebut adalah nama Eli dari nama
Ali. Nama Taamdam juga ditulis dengan Tamandam, Tamandan. Tamadan, Tamadaan dan
Tammadan.
Stasion misi Katolik 1925; komposisi agama Kep Kei masa kin |
Pak, Bisa Share Sumber Primernya Gak ?
BalasHapusCoba dispesifikkan sumber primer yang mana biar saya kirim. Untuk korespondensi alamat email saya ada di lama Read Me
HapusTerimakasih
akhir mh
Sebagai Putra Asli Kei, saya sampaikan Trimaksih Atas Pengetahuan sejarah ini. Sangat Bermanfaat.
BalasHapusTerimakasih Pa atas Hal yg sangat berharga ini, klw boleh minta bantuannya, terkait Besluit penetapan Nama" Desa yang ditetapkan oleh Belanda saya bisa dapatkan di mna pa.??
BalasHapusMenurut sejarah Kampung kami duluh adalah Desa, yaitu Desa Watran ( Watti an ) sesuai ejaan Belanda itu, namun kami dipolitisasi menjadi Dusun hingga saat ini sya meminta bantuan BPK. Tetimakasih
Artikelnya sangat bermanfaat. Izin Share
BalasHapushttps://catatan-azis2.blogspot.com/2022/01/soal-sbmptn-ekonomi-2019-dan-jawabannya.html
Silahkan, dengan senang hati. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe bahwa pengetahuan seharusnya disebarluaskan.
Hapus